Eps. 10

“TIO…” Luna memanggil tapi tak terdengar jawaban. Akhirnya Luna memutuskan untuk turun. Dengan susah payah dia mencari jalan untuk turun. Semakin ke bawah semakin gelap. Tiba-tiba ada seberkas sinar. Petir terlihat membelah langit malam. “Thanks God.” Luna menggerutu. Dia sepertinya mengeluh mengapa Tuhan harus menurunkan hujan disaat seperti ini.

Petir menyambar lagi. Mata Luna menangkap sesuatu benda. Langsung disorotkan kearah benda itu. “T-Ti… Tio!” dilihatnya tubuh Tio  menyangkut di sebuah dahan besar. Dengan hati-hati Luna mendekat. Setelah didekat Tio, dia memeriksa nadi Tio. “Syukurlah masih hidup.” Batin Luna. Digoyang goyangmya tubuh Tio. Tak ada reaksi. Jarak masih sekitar lima belas meter lagi untuk bisa sampai ketanah.  “Harus kugendong.” Luna memutuskan.

Bacpack dia potong talinya. Kemudian backpack dijatuhnya kebawah. Luna juga menyobek kedua lengan panjang kaosnya. Lalu disatukannya. Kemudian tubuh Tio didudukkan, pergelangan tangan Tio diikat kedepan. Luna jongkok didahan membelakangi tubuh Tio. Kemudian dia kalungkan lengan Tio yang terikat kedua pergelangannya. Kemudian tubuh Tio diikat dengan tubuhnya dengan rapat.

“Semoga tali ini ditubuh ini cukup kuat. Kalau merosot ditengah jalan, kau akan mencekik aku Tio.” Luna

mengucap kata seolah Tio  mendengarnya.

Perlahan dia merayap turun.

Hujan turun dengan hebatnya. Membuat kayu yang menjadi pegangan dan pijakan semakin licin. Tubuh keduanya basah kuyup. Dan setelah beberapa saat Luna berhasil mencapi tanah dengan sempurnan.

Diambilnya senter yang tadi diselipkan di celana Tio. “Thaks God.” Luna betul betul bersyukur kali ini.

Betapa tidak. Ditengah hujan deras seperti ini dia melihat ada goa kecil tak jauh dari tempat dia.

Dengan masih menggendong Tio. Luna berjalan menuju goa. Sebelumnya dia telah menenteng backpack yang tadi telah dijatuhkan.

Goa itu berada dua meter dari tanah tempat dia berpijak. Dengan menghela napas dalam dalam, Luna mendaki sambil menggendong Tio. Beruntung banyak batu yang bisa digunakan sebagai pijakan.

Goa itu tak terlalu besar dan dalam. Cukup untuk berdua. Ditengah goa sekitar dua meteran dari pintu goa, Luna melihat ada batu besar tertanam. “Lumayan ada sekat, biar angin ga bisa masuk.” Batin Luna. Dengan perlahan diletakkannya tubuh Tio. Dengan seksama dia memeriksa tubuh Tio. Luna mengusap dahinya  kasar.

Dia baru tahu kalo di lengan kiri Tio masih ada potongan dahan sebesar ibu jari yang menancap. Darah segar terus keluar. Luna segera merobek lengan kaos Tio. Dicabutnya dahan itu. Lengan Tio diikat dengan potongan baju tadi untuk menekan pendarahan.

Dibukanya kaos Tio, sekarang remaja itu bertelanjang dada. Dada bidang berhiaskan kalung emas bundar dengan permata biru ditengahnya, Luna memperhatikan kalung itu. Serasa pernah melihat yang seperti itu. Tapi dia lupa dimana.

Dilanjutkannya memeriksa tubuh Tio. Sepertinya tak ada yang patah, hanya memar memar kecil disekujur badan. Kepala Tio juga banyak sekali benjolan. Semoga ga sampai gegar otak. Harap Luna.

Luna mengeluarkan peralatan P3K dari backpack. Dibersihkannya luka Tio dan disemprotkannya antiseptic. Setelah selesai, dipandangnya wajah Tio. Diusapnya lembut. “Tampan.” Batinnya.

Hujan telah berhenti saat pagi menjelang. Luna merebahkan tubuhnya disamping Tio.

Luna terbangun. Badannya terasa sakit semua. Ada rasa perih juga dirasakan dibeberapa tempat ditubuhnya. “Masih gelap” Batin Luna.”Aish… bodoh. Aku kan didalam goa.” Gerutu Luna. Dia bangkit dan memeriksa tubuh Tio. Masih pingsan. Dia oleskan salep ke luka luka Tio. Dia melihat kearah luka Tio bekas dahan yang menancap. “Semoga tak menjadi buruk.” Harapnya sambil mengoleskan salep lainnya. Lalu menyemprotkan antiseptic disekitar luka.

Luna keluar goa, dan turun kedasar. Hujan telah berhenti. Entah beberapa jam dia tertidur. Matahari juga tak terlihat dengan jelas dari dasar jurang ini, batin Luna. Dia berpikir keras bagaimana cara keluar dari tempat ini.

Luna berjalan kearah bangkai jip. Dia ingat disore hari sebelum penyerangan dia meletakkan ransel berisi makanan ringan dan peralatan untuk bertahan hidup ditempat persembunyian seperti rencana semula. Dia ambil ransel besar dari tumpukan besi jip. Dengan susah payah dan tenaga tersisa Luna berhasil menarik ransel itu. Langsung dibuka dan diambilnya roti kering yang hancur dalam bungkusnya. Setelah beberapa gigitan dia berlari kesungai kecil dijurang itu dan meminum beberapa teguk air sungai.  Dia juga mengisi termos kosong yang tak rusak dengan air sungai yang mengalir. Kondisi darurat, batin Luna lagi.

Tenaganya sedikit terisi kembali. Dipanggulnya ransel itu lalu kembali kegoa. Sebelum naik kegoa dia berinisiatif mengumpulkan beberapa dahan yang lumayan kering dibawah goa. Dia naik. Belum sempat dia masuk titik titik air hujan mulai berjatuhan. Diputuskan Luna untuk turun lagi sambil membawa tali dari bekas lengan kaosnya untuk mengikat dahan dibawanya naik kegoa.

Hujan turun dengan derasnya. Luna bersyukur sudah mencapai dalam goa.

Kembali dia memeriksa Tio. Napas Tio terlihat berat, tubuhnya dingin dan Tio menggigil dalam keadaan pingsan. “Gawat, gejala hipotermia akibat banyak darah yang keluar dari luka.” Batin Luna. Dia memang tidak menyadari luka akibat dahan yang menancap berapa lama, dan berapa banyak darah yang keluar. Luna menyeret dahan dahan yang tadi dia bawa dari bawah. Dia juga mengambil flare untuk membakar dahan dahan itu. Setelah beberapa saat dahan terbakar. Suhu dalam gua mula menghangat.

Tubuh Tio menggigil. Malah makin hebat. Luna panik. Didekatkannya tubuh Tio pada api unggun. Tapi Tio tetap menggigil hebat. Dalam kebingungan Luna memeluk erat Tio. Diputarnya tubuh Tio hingga wajahnya mengarah padanya dan punggung mengarah pada api unggun.

Luna takut, Tio tidak selamat. Dengan memeluk erat Luna menangis. Bibirnya tak berhenti berdoa pada Tuhan yang telah lama dia lupakan.

Lama memeluk, karena Tio terus menggigil. Tanpa sadar Luna pun tertidur dengan kondisi masih memeluk erat.

Tio mulai tersadar dari pingsan. Dengan susah payah dia kumpulkan kesadarannya. Punggungnya terasa hangat cenderung panas.

“Kenyal? Apa ini? Dan benda ini sepertinya berdetak dan bergerak.” Tio mencoba memegang dengan tangan kirinya, sementara tangan kanannya terhimpit tubuhnya sendiri. Kondisi goa yang minim cahaya membuat Tio sulit mengetahui kondisi sebenarnya saat bangun dari pingsan. “Argh…” Lengannya sangat sakit untuk digerakkan.

Tio mencoba mendongakkan kepalanya, karena merasa ada deru lembut nafas menyentuh rambutnya. Mata Tio melihat wajah cantik Luna sedang tertidur. “Apa? Aku dipeluk bibi Luna? Berarti ini adalah degup jantung bibi, dan yang kurasakan dibibirku ini adalah…” Tio tak meneruskan pemikirannya. Yang dilakukannya sekarang hanya diam tak bergerak. “Nyaman sekali” batin Tio lagi, dan pemuda ini makin merapatkan wajahnya. Matanya masih melihat jelas bibinya itu tertidur. Meski minim cahaya, tapi wajah Luna nampak jelas begitu indah dipandang Tio.

Pikiran Tio melayang pada ingatan terakhir terlempar keluar dari jip dan melayang jatuh kejurang. Tapi sekarang dia berada dalam pelukan bibinya dan sekarang bibirnya secara kurang ajar telah mendarat dipayudara bibinya.

“Ugh.. punggungku panas.” Erang Tio pelan, tapi dia tak berani bergerak. Mata Tio kembali melihat kewajah bibinya.

Tiba tiba mata Luna terbuka. Luna terbangun. Dia melihat mata Tio yang menatap. Juga bagaimana wajah Tio separo telah menempel lekat pada payudaranya. “Cih, kenapa dia sadar lebih dulu. Aku jadi malu.” Pipi Luna merona merah, dan terlihat jelas oleh Tio karena api unggun tiba tiba membesar karena hembusan angin dari luar goa. “Sadar… Tio sudah sadar?” Luna baru tersadar dalam hatinya.

Segera dijauhkannya wajah Tio dari dadanya. Lalu bangkit. “Kamu sudah tidak kedinginan?” Tanyanya datar

berusaha menyembunyikan malu akan kejadian barusan. Tio hanya menggeleng.

“Apa yang terjadi bi?” Tio bertanya lirih.

Kemudian Luna bercerita, sampai dengan mengapa dia memutuskan memeluk Tio dalam panik.

“Tio, jangan kau katakana pada siapapun tentang pagi ini ya? Ingat itu.” Pesan Luna pada Tio. Dia tak mau

menjadi bahan omongan orang. Tio mengangguk.

“Lapar bi…” Kata Tio sambil memegang perutnya yang baru saja berbunyi.

Luna bangkit mengambil makanan dari dalam ransel. Lalu memberikannya pada Tio. Dengan lahap Tio memakannya. Tio bisa berjalan. Hanya lengan kirinya yang terasa sangat sakit.

Luna berjalan kemulut goa. Hujan masih sangat deras. Dia melihat dasar jurang sudah tertutup air yang mengalir dengan deras. Ketinggian air itu hampir menggapai mulut goa. Berarti aku tertidur cukup lama, dan hujan deras terus turun tanpa henti. Terbukti air ini naik sekitar dua meter. Luna membatin. Kalau hujan terus turun dan berhenti, maka kita akan dalam bahaya. Luna berpikir lagi.

 

 

Bersambung....

Jangan Lupa Tinggakan komennya readers tercinta....

Terpopuler

Comments

Qta Aini

Qta Aini

keren thor....

2023-06-30

1

Djoni Ayung

Djoni Ayung

bagus😎😎😎👍👍

2021-11-21

0

Alif Nurjanah

Alif Nurjanah

membuat imajinasi berkeliaran,,

2021-11-02

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!