KISAH TIO DAN BIBI LUNA

KISAH TIO DAN BIBI LUNA

EPS. 1

Pagi hari. Dermaga kecil sepanjang seratus meter menjorok kelautan. Burung camar berteriak teriak menggugah  ikan yang bermain dalam air.

Haris fokus menatap senar pancingnya. Dinginnya angin lautan coba diusirnya dengan menghisap asap rokok dalam dalam lalu melepaskannya perlahan.

“Kapten Haris.” Sebuah suara wanita berteriak dikejauhan.

“Haish, aku ini ambil cuti biar bisa memancing dan bersantai Luna selalu menggangguku.” Gerutu Haris setelah mengetahui siapa yang memanggilnya.

“Hai kapten.” Sosok wanita muda berusia dua puluh dua tahun dengan memakai seragam polisi lengkap menyapa ramah.

“Ada apa Luna? Tak bisakah kau biarkan pamanmu ini cuti dengan santai tanpa mendengar suara bawelmu?”  Yang diomeli itu hanya terkekeh.

“Tadi kebetulan patroli diarea ini paman. Lalu kuingat spot memancing faforit paman.” Jawab wanita berseragam

polisi yang bernama Luna sambil cengengesan.

“Hmm…”  Haris menyalakan sebatang rokok, padahal baru saja dia membuang puntung rokoknya.

“Kurangi merokoknya paman.” Luna memperingatkan Haris yang merupakan kepala di kantor polisis tempat Luna bertugas.

“Sudah bawel… paman sudah mengurangi rokok paman. Tuh lihat tadi pagi waktu berangkat masih utuh,

sekarang udah berkurang.” Haris menunjukkan bungkus rokoknya dan terlihat isinya tinggal separuh. Luna memutar matanya malas mendengar jawaban konyol Haris.

“Eh paman, sepertinya ada yacht yang lumayan besar disana ya?” kata Luna sambil menunjuk kearah lautan.

“Iya paman tahu, yacht itu milik Joni Widodo.”

“Oo… milik konglomerat kaya itu ya paman? Tapi… kayanya ada yang aneh deh dengan yacht itu.” Luna berkata lirih

“Udah, lanjutin patrolimu sana. Ato kamu mau paman potong operasional kamu hah?”

Tapi Luna diam, matanya terus memandang kearah lautan. “Paman… sepertinya yacht itu melaju kearah sini deh?”

Matanya masih menatap kelautan. Haris juga tak menghiraukan keponakannya. Sepuluh menit berlalu keduanya focus dengan pandangan masing masing. “Paman…” Luna memanggil pamannya lagi “Apa yacht itu kalo udah dekat dengan dermaga layarnya masih terkembang?”

“Hmmm… ga” Haris masih cuek dan focus pada senar pancingnya.

“Tapi… itu.” Kini Luna menepuk nepuk bahu Haris dengan keras. “Itu paman… yacht itu sepertinya melaju kesini

dengan cepat.” Nadanya mulai sedikit panik.

Haris menoleh.

"Hei kenapa kau ga bilang dari tadi. Itu sudah telalu dekat dengan dermaga ini.” Haris buru buru menggulung senarnya. “Luna, cepat kau evakuasi pemancing lainnya agar keluar dari dermaga ini.” Perintahnya lagi.

Luna segera berlari dan berteriak teriak pada para pemancing yang masih santai sambil tangannya menunjukk kearah yacht yang meluncur deras.

“HOOIII cepat menyingkir!”

Sementara Haris ikut berlari dibelakang Luna.

Benturan keras badan yacht itu merobohkan ujung dermaga yang menjorok dilautan. Namun yacht tak juga berhenti. Masih meluncur deras dan mulai menghancurkan satu persatu tiang dermaga. Pemancing pemancing yang tak sempat berlari menjauh panic melompat menceburkan diri kelaut. Setelah menghancurkan lebih dari tiga perempat dermaga yacht itupun berhenti.

“Luna lapor kekantor. Aku akan memeriksa kedalam.”

“Siap Kapten.”

“Oh ya kamu jaga dipintu masuk yacht. Amankan TKP jangan sampe TKP rusak.”

“Siap Kapten.” Luna lalu menghubungi kantor polisi dan melaporkan kejadian. Kemudian dia berhenti di pintu belakang yacht. Dan berdiri disana. Dia memerintahkan warga untuk menolong pemancing yang tadi tercebur kelaut.

Haris memasuki yacht. Dilihat ada banyak cairan merah tersaput dilantai dan dinding yacht. Ada tiga mayat disana.

Setelah diperiksa, Haris menyimpulkan itu adalah mayat para pengawal. Dia menyentuh satu cairan merah yang lumayan menggenang. Kental. “Darah, belum terlalu mengering.” Katanya pada diri sendiri dengan lirih.

Dikeluarkannya pistol untuk berjaga jaga. Haris tak pernah meninggalkan pistolnya meskipun berlibur. Karena tugas kepolisian dituntut siaga dalam kondisi apapun. Dia sadar akan hal itu.

Haris masuk ke kabin kemudi.Tampak seorang lelaki memakai celana pendek dan kemeja putih tertelungkup

diatas kemudi yacht yang besar. Tampaknya dia adalah kapten atau juru mudi yacht ini. Haris meraba leher lelaki itu, mencoba merasakan nadinya. Mati, batinnya. Darah terlihat mengalir. Kejadiannya belum lama. Piker Haris  dalam hati.

Haris terus memeriksa sampai kabin terdalam. Dia telah menemukan beberapa mayat laki-laki dan perempuan.

Tapi dia belum menemukan mayat pemilik yacht ini. Haris kenal dan tahu pemilik yacht ini. Joni Widodo. Konglomerat kaya dengan gurita bisnisnya. Dulu mereka kuliah dikampus yang sama dan pernah berteman dekat. Karena Joni bukan tipikal laki-laki sombong karena hartanya. Haris turun ke dek bawah. Dia tahu dibawah ada suite mewah, karena pernah diajak berkeliling naik yacht dan memancing bersama dengan Joni W.

“Ya Tuhan Joni!.” Pekik Haris setelah menemukan jasad temannya itu bersimbah darah bersebelahan dengan Maya sang istri.

Dilihatnya jasad dua orang yang dikenalnya itu. Jam tangan mahal masih melingkar ditangan Joni. Perhiasan mahal pun masih melekat ditubuh Maya.

Ini bukan perampokan. Sepertinya ini pembunuhan terencana atau lebih tepat sipembunuh ingin mengatakan ini adalah akibat perang mafia.

“Paman, beberapa petugas sudah datang dan aku telah menyuruh mereka untuk membuat parimeter keamanan.” Luna datang menghampiri. Haris mengangguk paham.

“Kamu periksa kedalam, hati-hati jangan sentuh sembarangan. Jangan rusak TKP.” Perintah Haris.

Mereka lalu berpencar. Tak beberapa lama. Luna berteriak.

“Paman cepat kedapur.”

Haris berlari menuju kabin dapur. Dilihatnya Luna jongkok didepan seorang anak laki-laki berumur tiga belas

tahun. Tio Alberto Widodo. Putra Joni Widodo itu masih hidup. Tetapi tatapan matanya kosong, mungkin dia syok.

Haris yang sudah berpengalaman melakukan analisa terhadap opsi opsi motivasi dari pelaku, dari kerutan dahinya

yang makin terlihat, menunjukkan dia sedang berpikir keras, kalau ini adalah perang mafia, yacht ini pasti ditenggelamkan dilaut bukan dihanyutkan dan diarahkan kepantai. Sepertinya ini perebutan kekuasaan internal keluarga Widodo. Yacht dibiarkan utuh sebagai bentuk pengumuman kepada media. Jika seperti itu Tio Alberto Widodo ini akan menjadi target berikutnya. Keberadaannya harus dirahasiakan. Haris menyimpulkan secara cepat.

“Luna, kau amankan anak ini. Bawa mobilku tempatkan dikabin tengah hutan tempat aku dan papamu sering memancing dan berburu. Jaga dia.”

“Siap paman.”

“Hati hati, ada kemungkinan komplotan pembunuh menyamar di sekitar TKP. Pastikan kau tak diikuti.”

“Siap paman.”

Luna melihat ada beberapa mobil ambulans datang dan tim forensik dan DVI. Dengan sigap Luna mendatangi salah satu ambulans dan meminta sebuah selimut. Setelah didapatnya, dia pun segera mendatangi remaja yang masih syok disamping Haris. Diselimutkannya sampai menutupi kepala lalu menuntun remaja itu menuju mobil Haris yang terpakir sedikit jauh.

Keren juga mobil baru paman ini, batin Luna. Remaja yang syok atau Tio tadi disuruhnya masuk dan duduk dikursi

depan. Kemudian Luna bergegas memutar dan masuk ke bagian kemudi. Segera dijalankannya mobil sport milik Haris. Baru beberapa ratus meter Luna sudah mencurigai dengan sebuah jeep hitam dengan kaca depan hitam. Sepertinya jeep itu mengikuti aku sejak keluar dari parkir dermaga tadi. Benar kata paman, anak ini dalam bahaya. Batin Luna.

 

Bersambung...

Terpopuler

Comments

tari

tari

good

2022-04-14

0

tari

tari

bagusss

2022-04-13

0

🌺✨ Dee✨🌺

🌺✨ Dee✨🌺

yang betul bukannya favorit ya thor

2022-04-05

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!