Eps. 5

Bos yang membunuh Iptu Alex dan kedua lelaki penyerang Luna itu berjalan memasuki gang disebelah bangunan kosong bekas terbakar. “Ish! Kenapa aku tak memeriksa mayat anak itu. Kenapa aku percaya. Menyebalkan.” Lelaki itu mengomel pelan sambil berjalan menembus kegelapan gang sempit.

Setengah jam kemudian, Haris menerima laporan Iptu Alex tewas tertembak saat menguntit tersangka. Tersangka juga dilaporkan tewas. Semuanya meninggal dengan luka tembak dikepala.

Haris mengusap rambutnya kasar. Buntu lagi. Kali ini Haris mendapatkan lawan yang sepadan. “Brengsek!” Haris menggeram jengkel.

====Kembali ke Luna dan Tio

 

Setelah melaporkan pada Haris. Luna mengajak Tio.

“Ayo Tio, kita harus bergegas kembali ke pondok. Semakin lama kita disini semakin tidak aman.”

“Baik Luna.”

“HEI!” Luna membentak keras. “Kau panggil aku apa?”

“Luna.” Jawab Tio polos. “Aduuh… lepasin…. Apaan sih?” Tio mengaduh karena Luna menjewer kuping kanannya dengan keras.

“Jadi anak jangan songong ya? Aku ini lebih dewasa dari kamu. Paham!”

“Terus aku harus memanggil gimana?”

“Bibi Luna.”

“Bibi? Kamu terlalu cantik kalo dipanggil bibi.” Protes Tio dengan polosnya.

Wajah Luna merona kemerahan. Serrr… kenapa berdesir begini, batin Luna. Dia cuma anak kecil Luna.

“Kenapa wajah kamu memerah?” Tio bertanya masih dengan polosnya, “Kamu sakit?”

“Udah cepat naik. Kita harus bergegas. Disini terlalu berbahaya.” Dengan ketus Luna memerintah. “Dan panggil aku bibi Luna. Mengerti!”

“I-iya Lun eh bibi Luna.” Tio menjawab sedikit gemetar, takut, karena daun telinganya masih terasa panas setelah kena jewer wanita yang akan memboncengnya.

Kemudian Tio segera duduk dibelakang Luna dengan ransel menempel dipunggung. Sementara Luna yang  menyetir trail meletakkan ransel didada. Sehingga jok trail yang pendek itu cukup untuk mereka berdua yang  masing masing membawa ransel penuh dengan belanjaan.

Luna melajukan trail dengan kencang. Tapi kewaspadaan tetap dia jaga. Dia tak ingin bahaya tiba tiba menyergap.

Setelah dirasakan aman, tidak ada yang mengikuti. Luna mengarahkan trailnya kearah pondok ditengah hutan.

Sampai di pondok. Luna dan Tio bergegas membereskan belanjaan. Lebih banyak makanan instan yang dibeli.  Selain itu pakaian dan selimut, karena keduanya tak membawa pakaian selain yang mereka pakai.

Makanan instant diletakkan dinakas dekat kompor gas. Sementara pakaian tetap diletakkan didalam ransel. Karena memang dikamar tidak ada lemari pakaian. Yang ada hanya dipan dan kasur busa. Luna menyuruh Tio untuk melepas plastik yang menutup kasur dan mengibaskan debu diluar pondok.

Setelah selesai Tio melipat plastik dan menempatkan didalam kamar. Tio bergegas kebelakang untuk membasuh diri. Dibelakang pondok ada kamar mandi terpisah dari pondok. Karena airnya langsung diambil dari aliran sungai yang dibelokkan dan ditampung dalam drum plastik.

Tio tidak mandi. Hawa dingin hutan begitu menusuk tulang. Dia hanya membasuh tubuhnya agar tidak terlalu lengket. Tio kembali masuk kedalam hanya dengan berselimut handuk yang tadi dibeli. Tio langsung masuk kedalam dan melangkah menuju kamarnya. Luna yang sedang duduk sambil menyesap kopi melihat pemandangan itu.

Glek. Luna menelan ludahnya. Tio yang masuk dengan hanya berselimut handuk tampa mempamerkan  dada bidangnya. Kulitnya yang putih bersih ditambah dengan wajah tampan mempesona, membuat Luna lupa yang didepannya ini masih berumur 13 tahun. Karena memang postur Tio yang tingginya mencapai 175 cm dengan berat badan 65 kg terasa mantab dipandang.

Melihat Luna yang melihat tanpa berkedip. Tio yang masih polos tak mengerti arti tatapan Luna pun melempar senyum manis.

Ups, dia tersenyum malah terlihat sangat tampan. Ooooh nooooo…. Luna Wake up! Dia masih anak anak.

“Hei mengapa kau tidak pake bajumu, dan hanya pake handuk saja.”

“Maaf bi, lupa.” Jawab Tio sambil cengengesan.

“Kau itu sudah besar, harusnya sudah punya rasa malu yang lebih.”

“Iya bi.”

“Ya udah, cepet pake baju. Terus makan, tuh sudah kubuatkan mi dan sarden.”

Tio menangguk dan segera berlalu masuk kedalam kamar. Setelah memakai pakaiannya dia segera duduk didepan Luna dan makan.

“Bibi Luna, sampai kapan kita disini?” Luna yang ditanya hanya mengangkat bahu santai.

“Kita tunggu saja instruksi dari kapten Haris. Oh ya kamu harus kuat Tio. Selama pembunuh orang tuamu belum

tertangkap. Maka dirimu akan selalu dalam bahaya.”

Mendengar penjelasan Luna, Tio malah tampak bersedih. Dia teringat kedua orang tuanya dan Doni teman barunya. Air matanya menetes tak tertahankan.

“Maaf Tio, aku ga bermaksud menyinggung kesedihan kamu. Tapi aku ingin kamu bangkit, agar bisa membantu

kami pihak kepolisian meringkus pembunuh dan otak dibelakangnya.” Tio hanya mengangguk.

“Iya Bi, kematian papa, mama dan Doni temanku akan selalu kuingat sebagai sumber kekuatanku untuk bisa

membalaskan sakit ini.”

“Bagus! Tapi jangan sampai amarah dendammu menghancurkanmu. Biar kami pihak kepolisian yang menangani.” Luna berhenti sebentar, lalu menatap wajah tampan didepannya. “Dan kamu harus terus hidup dan membantu kami dengan informasi yang bisa kamu berikan. Mengerti!”

“Iya bibi Luna.” Jawab Tio dengan mantab.

Malam semakin larut. Luna menyuruh Tio untuk segera tidur. Dia sendiri juga sudah merasa penat. Kemudian dia masuk ke kamar disebelah kamar Tio. Sekejap kemudian dia sudah terlelap.

Beberapa jam tertidur, Luna terbangun karena merasa ingin buang air kecil. Dia bangun dengan malas dan akan beranjak keluar. Setelah hajatnya selesai, Luna kembali kekamarnya, melewati kamar Tio yang pintunya sedikit terbuka. Dalam temaram lampu minyak yang sumbunya dikecilkan terlihat Tio tidur dengan gelisah. Terlihat dari gesture tubuh yang bergerak gerak seolah ketakukan. Kasihan, dia pasti mimpi buruk, batin Luna dalam hati.

Tio terbangun dari tidurnya. Pagi sudah menjelang. Dilangkahkan kakinya keluar kamar. Sepi. Tak dilihatnya Luna.

Dia pun keluar dengan membawa handuk bermaksud untuk mandi. Ketika akan memasuki kamar mandi, Tio mendengar suara langkah. Suara itu seperti langkah orang yang berlari.

Tio gemetar ketakutan. Dia segera masuk kekamar mandi karena saking takutnya. Langkah langkah kaki dari orang yang berlari itu makin mendekat. Suasana hutan yang sunyi membuat langkah kakipun terasa jelas terdengar ditelinga. Langkah kaki itu berhenti. Tio mencoba mengintip keluar dari lobang dinding kayu kamar mandi. Dia tak melihat apa apa dari lobang kecil itu.

Dengan ketakutan, dia mencoba mengendap keluar dan ingin masuk kembali kedalam rumah. Baru berapa langkah dia melihat bayangan orang bergerak didepan pondok. Dengan rasa takut tapi penasaran, Tio mendekat perlahan untuk mencoba mengintip. Dengan tubuh rapat kedinding kayu pondok, dia keluarkan setengah mukanya.

Deg! Jantung Tio serasa berhenti berdetak. Dilihatnya sosok memakai celana pendek tanpa alas kaki melakukan

gerakan memukul dengan kedua kaki ditekuk. Tio terkesima dengan pemandangan yang diintipnya. Terrnyata Luna sedang olah raga. Terlihat tanktop warna hitamnya basah bagian dada karena keringat. Wajah cantik Luna begitu terpancar meski tanpa make up.

Beberapa saat kemudian Luna menyadari kalau ada yang mengintipnya dari pojokan pondok. Luna tahu itu adalah Tio. Dia memberi isyarat pada Tio untuk mendekat. Tio pun keluar dengan malu malu. Sebenarnya dalam hati Tio takut dimarahi karena telah mengintip Luna.

Bersambung....

============

Seperti biasa author ga kapok minta Vote, Like & Comment

Thank You reader

Terpopuler

Comments

Nurlaela Ella

Nurlaela Ella

ih... tio jd bikin yg levih tua ehmmmm

2022-11-04

0

Djoni Ayung

Djoni Ayung

asyik

2021-11-21

0

Ihsan Sape

Ihsan Sape

cerita nya kebanyakan bersambung

2021-11-11

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!