Sian mengambil memo berwarna kuning di atas nakas samping tempat tidur. Kemudian dia duduk di tepian ranjang sembari membaca memo dari Bara suaminya.
Sayang aku pergi dulu, karena masih banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan. Nanti aku akan kembali, jaga dirimu baik-baik.
Dear Bara 😊
Sian tersenyum. Sekilas Sian mengingat kejadian semalam yang dia lakukan bersama Bara. Dia masih tidak percaya jika dia dan Bara telah melakukannya tadi malam. Sekarang status pernikahan mereka bisa di bilang sah.
Membayangkan adegan semalam, Sian merasakan wajahnya memanas. Saat melihat wajahnya melalu cermin Sian sangat kaget sekali, karena wajahnya sudah seperti kepiting rebus.
Astaga! Kenapa dengan wajahku?
Kiri kanan Sian melihat sisi wajahnya yang semuanya memanas dan memerah.
Sudahlah lebih baik aku mandi sekarang. Setelah itu pergi keluar mencari makanan sepuasnya.
Seperti yang di rencanakan, Sian pergi keluar untuk menikmati makanan khas jepang yang sempat tertunda. Kali ini Sian mengenakan dress kuning selutut dengan sepatu flat Cream yang sama seperti kemarin malam.
Setelah keluar dari hotel Sian memulai petualangan kuliner khas jepang. Karena sudah malam, Sian hanya berburu di sekitar dekat hotel saja.
Kuliner yang pertama kali Sian cicipi adalah Ramen Tokyo yang memakai tulang ayam, sarden kering, dan sayuran sebagai bahan pembuatan kaldunya. Sementara mi-Nya keriting dengan tingkat kematangan medium. Direndam dalam kuah kaldu berbumbu kecap asin. Bisa dibilang racikan ramen asli Tokyo termasuk sederhana.
Dengan lahapnya Sian menghabis 2 mangkok ramen Tokyo dalam sekali duduk. Saking kenyangnya Sian saat ini, dia memutuskan untuk pulang ke hotel. Dia lebih memilih pulang dari pada melanjutkan berburu kuliner.
Dalam perjalanan pulang ke hotel, tiba-tiba jalanan menjadi sepi dari orang-orang. Dan yang paling membuat Sian merasa takut adalah seorang yang mengikutinya dari belakang. Sian yang cerdik, dia berusaha melihat orang tersebut dari kamera ponselnya. Orang yang mengikutinya itu adalah pria bertubuh besar, berpakai serba hitam dengan memakai topi yang menutupi wajahnya.
Sian mempercepat langkah kakinya untuk menjauhi orang tersebut. Namun, semakin Sian berjalan cepat pria bertubuh besar tersebut semakin mengejarnya. Merasa dirinya dalam bahaya, Sian berlari sekencang-kencangnya. Sian pikir dengan berlari dia bisa lolos dari pria tersebut, tetapi kenyataannya tidak. Semakin Sian berlari semakin pria tersebut ingin menangkapnya.
Please...siapa pun tolong selamatkan aku dari kejaran pria ini.
Sian terus berlari sekencang-kencangnya. Saking paniknya, Sian lupa arah menuju hotel. Dia terus berlari ke arah jalan yang entah ke mana. Sian tidak peduli lagi jika dirinya tersesat, yang penting dia bisa lolos dari kejaran pria bertubuh besar tersebut.
Sudah terlalu lama Sian berlari, sehingga dia kehabisan nafas dan tenaganya. Karena terlalu kencang berlari Sian tidak bisa melihat jalanan dengan benar, hingga kedua lutunya tergores aspal yang keras. Walaupun lututnya terluka, Sian tetap berusaha bangkit dan kembali berlari sekuat yang dia bisa. Sian terus berlari dengan kedua lutut yang terluka, sekali-sekali Sian melihat ke belakangnya untuk memastikan pria tersebut sudah tertinggal jauh. Namun, saat Sian melihat ke belakang ternyata pria tersebut masih mengejarnya.
Sial! Ternyata dia masih mengejarku.
Sian terus berlari tanpa melihat ke depannya. Brukk! Sian menabarak seseorang di depannya. Dengan menutup mata Sian memukuli orang tersebut dengan kedua tangannya.
“Sian tenangkan dirimu, ini aku Bara.”
Mendengar suara tersebut membuat Sian membuka matanya. Melihat Bara di depannya, Sian langsung memeluknya dengan ketakutan setengah mati.
“Sayang kamu kenapa? Dan sedang apa kamu di sini malam-malam begini?” tanya Bara.
Bara tidak menyangka Sian bisa ada di tempat yang sangat sepi seperti ini.
“Bara aku takut sekali, ada pria bertubuh besar yang mengejarku.” Ucap Sian yang ketakutan setengah mati.
“Tenang ada aku di sini, kamu aman bersama denganku.”
Bara mengeratkan pelukannya, dan memberikan rasa aman dengan menepuk-nepuk punggung istrinya itu.
“Aku di sini, kamu aman bersama ku.”
Bara terus menenangkan Sian di dalam pelukannya. Setelah beberapa menit, Sian sudah mulai tenang.
“Kita kembali ke hotel sekarang,” ajak Bara.
“Em...” angguk Sian pelan sembari menghapus sisa air matanya dengan menggunakan punggung tangan kanannya.
Mereka mulai berjalan, tetapi beberapa langkah mereka melangkah Bara melihat kedua lutut Sian yang terluka.
“Sayang apakah pria itu menyentuhmu?”
Tiba-tiba wajah Bara mulai terlihat menyeramkan ketika melihat istrinya terluka. Kali ini dia yang tidak tenang, karena istrinya terluka. Bara pikir luka di lutut Sian ulah dari pria yang mengejar istrinya itu. Tanpa mendengarkan jawaban dari Sian, Bara langsung ingin mencari keberadaan pria tersebut.
“Bara kamu mau pergi ke mana?” Sian menghentikan Bara untuk pergi.
“Kamu tunggu sebentar di sini, aku akan menghabisi bajingan itu!”
Bara sangat emosi sekali saat ini.
“Apa kamu sudah gila! Aku tidak mau kamu tinggalkan aku sendirian di sini.” Suara Sian meninggi.
Pada akhirnya Bara tersadarkan, dia lupa jika dia meninggalkan Sian sendirian di sini akan berbahaya. Bara mulai menenangkan dirinya. Tanpa bicara tiba-tiba Bara berjongkok di depan Sian.
“Naiklah ke punggungku,” pinta Bara pada Sian.
“Tidak perlu, aku bisa berjalan sendiri.” Tolak Sian.
Bara menghelakan nafas lelahnya.
“Jangan menolak, naik saja ke punggungku sekarang.”
Dengan paksa Bara menarik Sian naik ke atas punggungnya. Dalam hitungan detik Sian sudah di gendong Bara di punggungnya. Sian selalu di buat Bara terkejut dengan sikapnya itu.
Selain memiliki sikap spontan, Bara juga pemaksa.
Sekilas Sian tersenyum. Dia merasa sangat nyaman sekali berada di punggung Bara saat ini.
Eh, ngomong-ngomong punggung Bara lebar sekali. Jika di sentuh begini terasa keras dan kekar sekali. Hehehe.
Perlahan Sian memeluk punggung Bara. Sian tidak ingin melewatkan kesempatannya untuk bersandar di punggung lebar milik Bara.
Sesampai di kamar hotel, Bara langsung mendudukkan Sian di tepian tempat tidur. Lalu dia berjongkok di depan Sian untuk melihat luka di lututnya itu.
“Tunggu sebentar di sini, aku akan ambilkan kotak P3K-Nya dulu.”
Bara beranjak berdiri menuju lemari untuk mengambil kontak P3K yang tersedia di kamar hotel tersebut. Kemudian Bara kembali berjongkok di depan lutut sian untuk membersihkan luka tersebut dengan disinfektan luka, lalu Bara mengoleskan obat merah perlahan di luka tersebut dan setelah itu Bara menutupinya dengan kasa untuk sementara waktu.
“Sudah selesai,” ucap Bara.
Sian tersenyum melihat Bara mengobati luka di lututnya.
“Kamu terlihat sangat ahli sekali dalam mengobati luka, apakah kamu sering melakukannya?” tanya Sian.
Sian terlihat penasaran sekali, Bara terlihat sangat ahli dalam membersihkan luka. Dari cara Bara membersihkan lukanya tadi, Sian bisa melihat jika Bara sudah terbiasa melakukan hal tersebut.
“Aku sudah terbiasa melakukannya di_”
Tiba-tiba Bara menghentikan perkataannya. Dia terlihat seperti menutupi sesuatu dari Sian saat ini.
“Melakukannya di mana?” tanya Sian penasaran.
“Maksudnya, aku sudah terbiasa melakukannya saat aku masih kecil. Dulu saat aku masih Sekolah aku selalu terluka karena sering berantem dengan teman sekelasku.” Jawab Bara.
Sian menyadari ekspresi wajah Bara terlihat seperti menyimpan sesuatu dari Sian saat ini. Walau pun begitu Sian tidak terlalu memikirkannya dan kemudian dia melupakannya begitu saja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Mama amiinn Asis
bagus sean bucin
2021-09-28
1
Sakina Nawa
untung bertemu bara
2021-03-12
2
Nungki Nunung Nurhayati
lanjuuuttt....
2021-03-09
0