Setelah menyelesaikan urusan di rumah sakit, Bara dan Sian memutuskan untuk pulang ke rumah. Saat mereka ingin keluar dari rumah sakit Bara baru menyadari jika istrinya Sian berjalan sedikit pincang.
“Kenapa dengan kaki mu? Apakah kamu terluka?” tanya Bara Khawatir.
“Aku tidak apa-apa, hanya saja kakiku keram karena terlalu lama berada di ruang operasi.”
Sian tersenyum menatap Bara. Dia menujukan senyuman itu untuk memberitahukan jika dia baik-baik saja saat ini.
Namun, ekspresi Bara terlihat tidak senang atau lebih tepatnya dia tidak mempercayai perkataan Sian tersebut. Dia yakin jika saat ini Sian menahan sakit dan tidak ingin merepotkan dirinya.
Bara menghembuskan nafas lelahnya melihat keadaan Sian saat ini. Tanpa berbicara Bara langsung mengangkat tubuh Sian dalam gendongannya. Sian pun sangat terkejut dengan sikap spontan Bara saat ini.
“Bara turunkan aku sekarang, aku bisa berjalan sendiri.” Ucap Sian dengan melihat di sekitarnya.
“Tidak, aku akan mengendongmu sampai ke mobil.” Tolak Bara.
“Bara turunkan aku sekarang juga! Apakah kau tidak malu di lihat oleh banyak orang?”
“Biarkan saja orang melihat kita, yang penting kamu tidak perlu menahan sakit saat berjalan.”
Sian berusaha untuk membuat Bara menurunkannya, tetapi malah di tolak oleh Bara begitu saja. Orang-orang pun mulai menatap ke arah mereka dan mulai bergosip di belakang.
“Astaga! Bara kamu membuatku sangat malu di tempat kerjaku.” Ucap Sian pelan dan langsung menyembunyikan wajahnya di dada bidang Bara.
Bara tersenyum melihat Sian malu dengan menyembunyikan wajah di dadanya. Bara pun terus melangkah.
“Apakah tidak ada orang lagi yang melihat kita?”
Sian terus menyembunyikan wajahnya di dada Bara.
“Masih ada banyak orang, tetaplah seperti itu.” Bara berbohong, padahal tidak ada orang yang melihat mereka saat ini.
“Baiklah, beritahu aku jika kita sudah sampai di mobil.”
Bara tersenyum geli karena telah membohongi Sian. Dia pun masih tidak percaya jika istrinya ini mudah sekali di tipu. Semakin Sian tertipu semakin pula Bara ingin terus menggodanya.
“Apa kita sudah sampai?” kepala Sian bergerak ingin melihat keluar dari dada Bara. Namun, pria ini kembali menipunya.
“Sian sembunyikan wajah mu, ada banyak dokter di sini.” Ucap Bara berbohong, padahal tidak ada seorang dokter pun di sana.
Sian pun tertipu dengan ucapan Bara tersebut. Padahal posisi mereka sudah ada di parkiran. Selama mengendong Sian menuju parkiran Bara selalu tersenyum dan menaruh dagunya di atas kepala istrinya itu. Saking menikmati momen tersebut Bara hanyut dalam dunia khayalnya.
“Tuan, apakah Nyonya baik-baik saja?” tanya sopir yang sudah dari tadi menunggu mereka.
Mendengar suara sopir Sian langsung melihat ke arah suara tersebut dan langsung melompat dari gendongan Bara. Dengan cepat Sian melangkah masuk ke dalam mobil untuk bersembunyi.
Dia imut sekali. Aku tidak pernah bosan melihatnya seperti itu.
Bara terpana menatap Sian yang sudah berada di dalam mobil.
“Bara apa yang kamu lakukan di sana? Ayo cepat masuk.”
Sian menyadarkan Bara dari lamunannya. Kemudian Bara menyusul Sian yang berada di dalam mobil. Lalu mereka pergi meninggalkan rumah sakit.
Sesampai di rumah, Bara kembali mengendong Sian sampai ke kamarnya.
“Terima kasih Bara sudah mengendongku sampai ke kamar, kamu boleh pergi sekarang.”
Secara tidak langsung Sian mengusir Bara dari kamarnya.
Entah kenapa kedua kaki Bara saat ini tidak ingin melangkah keluar dari kamar Sian. Kedua kakinya terasa sangat berat sekali untuk pergi.
“Sian malam ini aku tidur di kamar mu saja ya.”
Astaga apa yang dia pikirkan? Tidur di kamarku. Tidak tidak tidak, aku belum siap untuk itu.
“Kamu tidak boleh tidur di sini, lebih baik kamu tidur di kamar mu saja. Ayo cepat keluar sekarang dari sini.”
Sian mendorong Bara keluar dari kamarnya. Setelah itu dia menutup pintu kamarnya rapat-rapat.
“Sian aku mohon, biarkan aku tidur bersama mu malam ini.” Ucap Bara di depan pintu kamar Sian.
“Tidak, malam ini aku sangat lelah sekali, jadi aku ingin tidur sendirian tanpa ada gangguan apa pun termasuk dirimu.”
Sian masih tetap pada pendiriannya. Sejujurnya Sian masih belum siap untuk satu ranjang dengan suaminya itu.
“Sian aku mohon padamu, izinkan aku tidur denganmu. Please....” mohon Bara.
Kenapa sih dia tidak menyerah juga. Dan kenapa juga sikapnya itu berubah 360 derajat dari sikap aslinya.
Dia seperti bayi bertubuh besar saja. Masa bodoh, mending aku mandi saja sekarang. Dia pasti akan menyerah juga pada akhirnya.
Sian tidak peduli pada Bara, dan dia berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Setelah 15 menit berada di kamar mandi, akhirnya Sian keluar dari sana dengan menggunakan Bathrobe. Sebelum tidur Sian pergi keluar dari kamarnya untuk mengambil segelas air minum di dapur.
Setelah segelas air pun sudah di tangan Sian saat ini, kemudian dia berjalan untuk kembali ke kamarnya. Namun, saat menuju kamarnya Sian mendengar suara Bara di perpustakaan mini. Ternyata Bara sedang berbicara di telepon.
Karena penasaran, Sian pun menghentikan langkah kakinya untuk mendengarkan percakapan Bara di telepon tersebut.
“Ma, Bara sudah melakukan semua yang mama suruh. Aku bahkan menurunkan harga diriku sebagai seorang pria.” Sejenak Bara menghentikan ucapannya dan kemudian dia melanjutkannya.
“Ma, Bara pun sudah menjadi sosok suami yang perhatian dan bahkan Bara juga menjadi sosok yang sangat romantis seperti mama bilang, tetapi tetap saja Sian tidak menerimaku dengan begitu mudah.” Terdiam sejenak. Kemudian Bara melanjutkan kata-katanya.
“Kira-kira mama ada cara lain yang bisa membuat Sian mau satu kamar denganku?” tanya Bara di dalam telepon.
Owh ternyata ini alasan kenapa sikap Bara berubah 360 derajat. Ternyata semuanya adalah rencana mama dan Bara untuk menipuku supaya mau satu kamar dengan Bara. Pantas saja dia sedikit perhatian padaku, pakai acara gendong aku segala. Oke baiklah, kita lihat sekeras apa kamu berusaha untuk mengambil perhatianku Bara.
Tanpa mendengarkan lebih jauh lagi pembicaraan Bara dan mamanya di dalam telepon, Sian memutuskan untuk kembali ke kamarnya. Sesampai di kamar Sian meletakan gelasnya dan mengganti Bathrobe yang dia pakai dengan baju kaos putih Big size berpadu dengan celana pendek sepaha. Setelah itu Sian melompat ke atas kasurnya kemudian menutup matanya.
Lima menit Sian menutup matanya, tiba-tiba dia mengingat jika pintu kamarnya belum dia kunci. Dengan cepat Sian turun dari ranjangnya dan berlari ke arah pintu untuk mengunci pintu tersebut.
“Hampir saja, aku lupa menguncinya.” Sian menghembuskan nafas leganya setelah mengunci pintu kamarnya.
Dengan tersenyum lega Sian kembali naik ke atas tempat tidurnya. Kali ini Sian bisa tertidur dengan pulas dan bermimpi indah tanpa ada gangguan apa pun lagi setelah mengunci pintu kamarnya.
.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Mama amiinn Asis
pake cara mu sendiri bara untuk melulukan hati sein
2021-09-28
0
Sakina Nawa
lanjut
2021-03-12
0
ajengmustikaaa_
semangat terus thor dalam bekarya 💪jangan lupa mampir di karya aku ya
"sungguh aku mencintainya ! "
mari kita saling mendukung ya 😇🤗
2021-02-11
1