Plakk!!
Tamparan mendarat di wajah Bara. Tidak hanya tamparan yang mendarat di wajahnya, dadanya juga menjadi sandaran kepala Sian yang posisi tidurnya menimpa tubuh kekar Bara.
Bara membuka matanya karena merasa ada beban berat menimpa tubuhnya. Yang benar saja, Bara melihat wajah polos Sian berada di atas dadanya.
Pagi-pagi Bara sudah di buat tersenyum oleh penampakan wajah Sian yang bengkak dengan mulut terbuka. Rambut panjang Sian yang berantak menyelimuti sebagian wajahnya.
Kenapa dia manis sekali? Tidur seperti ini saja dia sangat mengemaskan.
Bara tersenyum dan langsung memeluk erat Sian yang sejak dari tadi berada di atas dadanya. Terasa sangat nyaman dan hangat yang di rasakan Sian saat di peluk oleh Bara dalam tidurnya.
“Em...keras sekali kasurnya.” Ucap Sian yang masih berada di bawah alam sadarnya. Puk puk “Aw...” ringis Bara kesakitan. Sian menepuk-nepuk dada Bara seakan dada bidang itu adalah bantal.
Kenapa batalnya bisa mengeluarkan suara. Kok batalnya keras begini? Berlekuk-lekuk pula bentuknya, sebenarnya ini bantal atau apa sih?
Sian membuka matanya dan ternyata yang dia sandari itu bukanlah bantal melainkan dada bidang miliki Bara.
“Apakah kamu sudah bangun?” suara berat Bara menyadarkan Sian.
“AHHH!” teriak Sian kaget dan dia langsung mendorong Bara hingga terjatuh dari atas tempat tidurnya.
“Aw!” teriak Bara kesakitan. Tangan kanan Bara tertekuk dan hampir membentur lantai yang keras.
“Sian!! Apa yang kamu lakukan?!” marah Bara yang sudah jatuh dari atas tempat tidur.
“Maaf, aku tidak sengaja melakukannya.” Lirih Sian.
“Apakah kamu ingin mematahkan tanganku lagi!” kesal Bara.
Sian memutar kedua bola matanya, dia menatap tidak senang ke arah bara.
“Apa lihat-lihat?” sewot Bara.
“Aku tidak melihatmu,”
Sian beranjak turun dari ranjang. Dia berencana untuk kabur dari kamar Bara, tetapi saat dia berlari ke arah pintu ternyata pintunya terkunci. Kanan kiri Sian menatap mencari sosok kunci, tapi dia tidak menemukannya.
“Apakah kamu mencari ini?”
Bara datang dari belakang dengan memperlihatkan kunci kamar di tangannya.
“Bara berikan kuncinya padaku,” pinta Sian.
“Silakan ambil jika kamu bisa,” tantang Bara sembari meninggikan tangannya agar Sian tidak bisa mengapainya.
Owh, dia ingin membalas dendam padaku. Oke baiklah, aku akan hadapi dengan cara yang sama.
Sian tersenyum, Bara menatap curiga terhadap Sian. Kenapa tiba-tiba Sian memberikan sebuah senyuman padanya. Otak Bara mulai berputar memikirkan apa yang di rencanakan Sian.
Apa yang ingin dia lakukan?
Sian mulai berjinjit “Cup” satu ciuman mendarat di bibir seksi Bara. Satu ciuman berhasil membuat seluruh tubuh Bara membatu. Sedangkan Sian mulai melompat dan merebut kunci tersebut dari tangan Bara.
“Yes aku mendapatkannya,” dengan cepat Sian membuka pintu kamar tersebut dan kemudian kabur menuju kamarnya.
Apakah aku bermimpi? Barusan dia menciumku.
Tangan Bara menyentuh permukaan bibirnya dengan lembut dari ujung ke ujung bibirnya. Reaksi Bara sangat luar biasa senang karena baru kali ini dia di cium oleh Sian terlebih dahulu. Sebelumnya hanya dia yang selalu berinisiatif untuk memancing Sian membalas ciuman darinya.
Di kamarnya Sian mengamuk tidak jelas, setelah mencuri ciuman dari bibir Bara. Berguling-guling dan menggulung dirinya di dalam selimut. Sian malu sendiri setelah mengingat apa yang dia lakukan pada bibir Bara.
“Aahhhhhhh” teriak Sian di dalam selimut yang menggulung dirinya. Cara ampuh melepaskan kegelisahannya setelah mencium Bara, dan setelah itu Sian melupakan semua yang terjadi Barusan.
***
Sudah berjalan setengah bulan cuti Sian. Selama itu pun Bara berusaha mati-matian menggoda istrinya itu, tetapi karena perbedaan watak dan pendapat hubungan mereka sedikit susah untuk berkembang. Saat bertatap muka atau sedang berduaan saja mereka selalu ribut. Hal sepele bisa menjadi masalah yang membuat hubungan mereka tidak harmonis atau berkembang.
Bara hampir frustasi karena rencananya untuk mendekati Sian selalu gagal dan berujung perdebatan. Mereka selalu memperdebatkan hal-hal kecil dan selalu melakukan tipuan untuk membalas dendam karena tidak terima dengan kekalahan mereka.
Namun, di dalam hati Bara berbeda. Dia sangat mengagumi sosok Sian. Semenjak kehadiran Sian di dalam hidupnya Bara selalu tersenyum, seakan kertas putih yang selalu bersih dari noda dan kini kertas tersebut di nodai dengan warna Sian. Selalu Sian memenuhi kepalanya, Sian seperti Candu yang tertahankan karena belum bisa milikinya seutuhnya.
Sial! Aku sudah tidak ada cara lagi untuk menaklukkan Sian. Kenapa bisa rencanaku selalu gagal. Jalanku sudah terbuka lebar, tapi kenapa sangat susah sekali membuatnya bertekuk lutut padaku.
“Apa yang sedang kamu pikirkan sekarang?”
Sian datang menghampiri Bara yang sedang duduk di sofa.
“Tidak ada,” jawab Bara datar. Di dalam hatinya Bara berkata aku sedang mencari cara untuk membuatmu takluk kepadaku.
“Owh,” Respons singkat Sian yang berlalu menuju pintu keluar.
Hanya itu saja responsnya. Dia tidak penasaran gitu.
Menyadari Sian berjalan ke arah pintu keluar Bara langsung beranjak berdiri.
“Sian, kamu mau pergi ke mana?” tanya Bara dengan suara tinggi.
Sian menoleh ke belakang untuk melihat Bara. Kemudian tersenyum dengan sorot mata yang sulit di artikan.
“Sian jawab, kamu mau pergi ke mana?” tanya Bara kembali.
Sian malah membalik badannya kembali menghadap pintu keluar. Dia mengabaikan Bara.
Memang enak dikacangin.
Bara berusaha mengejar Sian yang hendak membuka pintu dan pada saat pintu terbuka.
“Sian....” terdengar suara wanita yang memanggil nama Sian dengan lantang.
Melihat seorang wanita yang datang dengan cepat Bara menghentikan langkah kakinya dan seakan berdiri dengan Cool.
“Sian, kamu apa kabar? Lama tidak bertemu.”
“Aku baik Laila, kabar kamu sendiri bagaimana?”
Laila Bernessa adalah sahabat Sian. Selama ini Laila tinggal di prancis karena mengambil pendidikan Fashion di sana. Berbeda dengan Sian, Laila memiliki kepribadian ceria dan spontan. Seakan kepribadian mereka berdua saling menutup kekurangan masing-masing.
“Sama, kabarku juga baik Sian.” Laila kembali memeluk Sian dengan erat.
“Sian, siapa yang datang?” ujar Bara dengan pembawaan tenang.
Mata Laila langsung tertuju ke arah asal suara Bara. Dia langsung melepaskan pelukannya dari Sian dan menatap takjub pada Bara.
“Sian, apakah dia suami baru mu?” tanya Laila terbelalak.
Sian menghelakan nafas lelahnya saat melihat ekspresi wajah sahabatnya Laila yang berlebihan.
“Oh, perkenalkan dia Bara Hardynata.” Ucap Sian datar.
Bara berjalan mendekati Laila dan Sian. “Hai perkenalkan, saya Bara suaminya Sian.” Bara mengulurkan tangannya pada Laila.
“Hai...salam kenal, saya Laila sahabatnya Sian.” Laila menyambut uluran tangan Bara dengan tatapan takjub.
Kenapa sih ekspresi Laila harus berlebihan seperti ini? Nanti bikin Bara besar kepala.
Sian mendengus kesal. Dia seperti tidak di anggap oleh Laila dan Bara, mereka berdua sedang asyik berbicara sedangkan Sian di Anggap seperti tidak ada.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
lee_mona
Lanjut trus thor seru
2021-02-08
3