Setelah melepaskan pelukan. Sian melihat ke arah tangan Bara yang patah. Dia heran kenapa Bara tidak merasakan sakit saat menahan dorongannya tadi.
“Apakah tangan mu baik-baik saja?”
Sian memeriksa tangan kanan Bara. Dia memastikan jika tangan Bara Baik-baik saja.
Bara tersenyum. Dia sangat gemas melihat Sian yang perhatian padanya. Tanpa ragu-ragu Bara meletakan tangan kirinya di atas kepala Sian, dan kemudian dia mengacak-ngacak puncak kepala istrinya itu saking gemasnya.
“Tanganku baik-baik saja Bu dokter,”
“Kamu yakin, baik-baik saja? Tidak terasa sakit Kan?” tanpa sadar Sian memberi perhatian pada Bara. Selama ini dia tidak pernah serius saat merawat tangan Bara.
Dia manis sekali saat perhatian seperti ini. Tidak terlihat sama sekali keras kepalanya.
“Kenapa menatapku seperti itu?”
Suara Sian menembus lamunan Bara. Seulas senyuman Bara tunjukan pada Sian.
“Tidak, aku hanya merasa kamu sangat manis sekali saat perhatian seperti ini.” Ucap Bara spontan.
Tiba-tiba wajah Sian bersemu merah, perkataan Bara membuatnya merasa malu. Saking malunya Sian tidak ingin menatap wajah Bara. Dia malah terus menunduk melihat kedua kakinya.
Dia sangat mengemaskan saat sedang malu. Apakah dia selalu seperti ini?
Rukk Rukk suara perut Bara. Mendengar suara perut Bara yang berbunyi mintak di isi langsung mengundang perhatian Sian.
“Apakah kamu lapar?”
Sian menatap Bara dengan tersenyum. Bara menahan malunya, karena suara perutnya yang tidak bisa memilih waktu yang tepat untuk berbunyi.
“Tidak, aku tidak lapar.” Bohong Bara.
Apakah dia sedang malu saat ini? Aduh, wajahnya itu merah. Dia lucu sekali, hahaha.
“Sudah jangan malu, ayo ikut denganku sekarang. Biar aku buatkan makanan yang enak untukmu.”
“Memang kamu bisa masak?” tanya Bara yang terlihat ragu dengan kemampuan memasak Sian.
“Tentu saja aku bisa masak, jangan meremehkan kemampuan memasak ku.”
Bara tersenyum. Dia tidak tahu jika Sian bisa memasak, atau lebih tepatnya dia tidak yakin dengan kemampuan yang di miliki Sian. Yang Bara tahu Sian tidak pernah memiliki waktu untuk belajar memasak, apalagi sampai memiliki kemampuan itu.
Sian menarik Bara keluar dari kamarnya. Saat keluar dan berjalan menuju ruangan tamu, di sana ada Laila yang duduk di sofa sembari memainkan ponselnya.
“Laila, kamu masih di sini?” ujar Sian.
Laila menoleh ke arah Sian dan Bara. Dia melihat keduanya sedang berpegangan tangan.
“Apakah kalian sudah menyelesaikan masalah kalian?”
Laila terlihat tersenyum kepada Sian dan Bara.
“Em, kami sudah menyelesaikannya.” Jawab Bara sembari mengangkat tangannya dan tangan Sian untuk menujukannya kepada Laila jika mereka sudah berbaikan.
“Kalau begitu boleh kan aku pinjam Sian hari ini?” tanya Laila.
“Astaga, Laila maafkan aku karena lupa dengan rencana kita hari ini. Sudah kita pergi sekarang.”
Sian langsung melepaskan tangannya dari tangan Bara. Kemudian Sian berjalan ke kamarnya untuk mengambil tasnya.
“Kalian mau pergi ke mana?” tanya Bara penasaran.
“Ah, kami ingin mencari gedung untuk butikku nanti.” Jawab Laila.
“Apakah kalian lama perginya?”
Sekilas Laila tersenyum dengan pertanyaan Bara. Dia tahu jika saat ini Bara tidak ingin Sian pergi.
“Tenang saja, aku akan menjaganya. Jadi tak usah khawatir.” Laila kembali tersenyum setelah menggoda Bara.
Kemudian Sian datang dengan membawa tasnya. Sian berjalan melewati Bara untuk mendekati Laila sahabatnya.
“Sian bagaimana denganku, jika kamu pergi bagaimana dengan makanan yang kamu janjikan untuk memasakanku?” tanya Bara sembari menahan tangan Sian.
Astaga, Aku lupa jika ingin memasakan Bara makanan. Tapi Laila sudah lama menungguku.
“Bara maafkan aku, kamu mintak bibi saja yang memasakan untuk mu. Aku harus pergi dengan Laila sekarang juga, kami sudah sangat terlambat.”
Sian langsung melepaskan tangan Bara dari tangannya. Kemudian dia dan Laila pergi begitu saja meninggal Bara di ruangan tamu sendirian.
Dia pergi begitu saja, bagaimana denganku.
Bara terlihat kesal karena Sian lebih memilih Laila di bandingkan dirinya.
“Bik...” panggil Bara.
“Ya tuan, ada apa?”
“Bik tolong buatkan aku makanan sekarang, aku sangat lapar sekali.” Titah Bara yang kesal.
“Baik Tuan, mohon di tunggu.”
Dengan kesal Bara duduk di sofa. Dia menyalahkan televisi untuk menghilangkan kekesalannya. Walaupun mengalihkan perhatiannya dengan menonton televisi Bara tetap saja masih kesal. Televisi pun di matikan.
“Permisi Tuan, makanannya sudah siap.”
“Baiklah Bik.”
Bara beranjak menuju meja makan. Dia makan dengan sangat rakus sekali, tetapi kesalnya tidak juga hilang walaupun sudah kenyang.
Setelah selesai makan, Bara pergi ke ruangan kerjanya. Di mana ruangan kerjanya itu adalah perpustakaan mini milik dia dan Sian.
Bara berjalan menghampiri rak buku baris ketiga. Di sana dia mengambil buku bisnis. Setelah memilih buku untuk di baca, lalu Bara duduk di sofa yang ada di perpustakaan mini tersebut.
Hampir sudah 2 jam Bara membaca buku di perpustakaan. Namun, tidak ada kabar dari Sian. Bara bosan setengah mati menunggu kabar dari Sian yang tak kunjung datang.
Apa yang sedang mereka lakukan sekarang?
Apa dia lupa membawa ponselnya sehingga tidak bisa memberiku kabar.
Bolak balik antara buku dan ponsel yang bara lihat saat ini. Hingga pada akhirnya Bara melepaskan bukunya dan lebih memili ponselnya.
Kali ini Bara yang lebih dahulu menghubungi Sian. Namun, ternyata Sian tidak mengangkat telepon darinya. Karena teleponnya tidak di angkat kali ini Bara mengirim pesan kepada Sian.
Bara:
Sian, kamu di mana? Biar aku jemput jika ingin pulang.
Pesan terkirim ke Sian. Lima menit pesan terkirim. Ada pesan masuk ke ponsel Bara, dan ternyata pesan tersebut adalah spam.
Pesan tak berguna. Kenapa bisa-bisanya pesan sampah ini masuk ke ponselku. Siapa orang yang mengirim pesan sampah ini?!
Bara sangat kesal sekali. Dia pikir pesan tersebut dari Sian, tatapi malah pesam spam yang dia terima.
Karena tidak terima Bara menelepon nomor pengirim spam tersebut, dan ternyata di angkat.
“Sekali lagi kau mengirim pesan sampah seperti itu padaku, akan aku kirim kau ke penjara!” marah Bara ketika telepon tersebut tersambung. Kemudian Bara langsung menutup teleponnya setelah mengancam orang tersebut.
Berani sekali dia mempermainkan aku dengan mengirim pesan itu padaku.
Tidak berhenti di situ saja. Bara kembali marah tidak jelas karena Sian masih belum mengabarinya.
Saking kesalnya, Bara kembali menghubungi nomor spam tersebut. Dan anehnya masih di angkat oleh pemilik nomor tersebut.
“Jika ingin mendapatkan uang, kerja yang benar. Jangan menipu orang seperti ini!” marah Bara pada orang tersebut.
Karena setiap kali mengangkat telepon dari Bara dan selalu di marahi, nomor tersebut langsung menutup teleponnya dan memblokir nomor ponsel Bara.
Karena nomornya di blokir, Bara semakin emosi dan uring-uringan. Dia tidak tahu lagi harus melakukan apa?
Teleponnya tidak di angkat, pesannya juga tidak di balas oleh Sian. Ingin marah-marah, tapi sama siapa? Karena yang menjadi target amarahnya sudah memblokir nomornya, pada akhirnya Bara pergi ke kamar Sian. Dia berbaring di sana untuk menunggu kepulangan Sian. Hingga akhirnya dia tertidur lelap di atas tempat tidur Sian.
Setelah tertidur pulas. Tiba-tiba ada pesan masuk ke ponsel Bara, dan yang mengirim pesan tersebut adalah Sian.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments