Di kamar Sian.
Sian membawa Laila masuk ke dalam kamarnya untuk mengobrol. Jika mereka mengobrol di sofa ruangan tamu pasti Bara akan mendengarkan semua pembicaraan mereka berdua. Sian tidak ingin semua itu terjadi. Lebih baik berbicara di dalam kamarnya dan duduk di atas kasur seperti yang sering mereka lakukan saat dulu.
Laila menatap Sian dengan rasa penasaran. Seakan di dalam pikiran Laila penuh dengan pertanyaan yang siap dia keluarkan.
“Tanyakan saja, tidak perlu menatapku seperti itu.”
Sian tahu jika Laila sudah sangat mati penasaran dengan ceritanya.
“Katakan padaku, bagaimana bisa kamu di jodohkan dengan pria hot seperti Bara?”
Sian mendesir geli mendengar kata ‘Hot’ dari bibir sahabatnya Laila. Walaupun sejujurnya Sian mengakui jika Bara memang pria yang hot.
“Hey, kenapa malah bengong sih. Ayo cepat cerita.” Ucap Laila yang tidak sebaran untuk mendengarkan cerita dari Sian.
Sian menghembuskan nafas lelahnya dan kemudian dia mulai berbicara.
“Bara adalah anak dari tante Liora.”
“What! Kamu serius? Bukannya tante Liora tidak punya anak?” kaget Laila.
“Laila pelankan suara mu, nanti kedengaran oleh Bara.”
Laila menutup mulutnya dan merapatkan jarak mereka.
“Kamu ngak bohongkan? Bara adalah anak dari tante Liora?” tanya Laila pelan.
“Em...” angguk Sian pelan.
“Jika saja aku tahu tante Liora punya anak yang hot seperti Bara, aku akan pepet terus tante Liora sampai mau menjodohkan Bara denganku.”
Sian menatap Laila tidak percaya. Sahabatnya ini seakan tidak peduli dengan perasaannya.
“Laila kamu bilang apa sih barusan? Bukannya mendengarkan ceritaku, kamu malah heboh sendiri.”
“Hehehe...ya maaf, siapa suruh punya suami seperti Bara. Aku kan jadi iri lihatnya.”
“Sudah kamu ambil saja dia, aku sudah sangat lelah sekali berdebat dengannya. Gara-gara dia rencana hidupku berantakan dan gara-gara dia juga aku selalu di tekan oleh mama.”
Tiba-tiba Sian sangat emosional. Saking emosionalnya, matanya memerah dan ingin mengeluarkan air mata.
Ternyata selama ini Sian menahan dirinya. Bara selalu menekan Sian dengan menggunakan Vivian. Sementara itu Vivian menekan dan mengancam Sian dengan menghancurkan impiannya sebagai dokter spesialis beda, jika tidak mengikuti keinginan Bara.
“Ye...dia malah ngambekan, aku kan Cuma bercanda.”
“Aku serius, aku rela jika kamu ingin membawanya pulang ke rumah mu.”
“Siapa yang kamu maksudkan rela di bawah pulang olehnya?” tanya Bara yang berada di ambang pintu kamar Sian.
Mata Sian dan Laila langsung tertuju pada Bara.
“Ahaha, maksudnya aku boleh bawah pulang baju yang di pakai Sian ini, aha.” Tawa Laila canggung.
“Maksudnya?” terlihat Bara yang bingung dengan perkataan Laila.
“Maksudnya dia boleh Bawah Ka_”
Laila langsung menutup mulut Sian dengan tangannya. “Ahahaha” tawa Laila garing. “Sian apakah kamu sudah gila!” bisik Laila di telinga Sian.
“Biarkan saja dia tahu Laila,” Balas bisik Sian.
“Apa yang kalian bicarakan?” tanya Bara penasaran.
Keduanya langsung menatap ke arah Bara secara bersamaan. Laila terlihat canggung sekali, tetapi berbeda halnya dengan Sian.
“Kamu sangat ingin tahu sekali ya apa yang kami bicarakan sekarang? Biar aku beri tahu kamu yang sebenarnya yang kami bicarakan adalah_”
“Sian tutup mulut mu sekarang!” bentak Laila.
Laila langsung membekap kembali mulut Sian dengan kedua tangannya.
“Apa yang kalian lakukan?” tanya Bara kebingungan.
Dengan sekuat tenaga Sian melarikan diri dari Laila. Dia langsung berdiri dan langsung melanjutkan kata-katanya kepada Bara yang tengah berada di ambang pintu.
“Dengar baik-baik Bara, sebenarnya kami sedang membicarakan mu.”
“Sian jangan,” Laila menggelengkan kepalanya untuk menghentikan Sian.
“Sudah kamu diam saja, biarkan aku mengatakannya.”
Tanpa ragu-ragu Sian mengatakan apa yang ingin dia katakan pada Bara. Entah mengapa bibir Sian gatal sekali ingin mengatakannya.
“Bara aku sangat membencimu, kamu sangat menyebalkan! Gara-gara kamu aku tidak bisa hidup seperti yang aku inginkan. Gara-gara kamu mama selalu mengekang dan mengatur kehidupanku. Apa kau tahu gara-gara dirimu semua rencana kehidupanku yang sudah aku tatah dengan rapi dan aku impikan hancur begitu saja!”
Air mata Sian menetes. Saat ini Sian sangat emosional sekali sehingga dia tidak bisa mengontrol dirinya.
“Setiap hari kamu dan mama menekanku, dan aku hanya diam saja. Tidak hanya itu saja, kalian mempermainkanku dalam rencana yang kalian buat. Apakah kamu dan mama lupa jika aku juga manusia sama seperti kalian. Aku juga punya perasaan, terasa sangat sakit sekali saat kalian menekanku dengan mengancam profesiku sebagai dokter. Apakah kehidupan dan mimpiku hanyalah lelucon semata di mata kalian.”
Air mata Sian terus mengalir membasahi pipinya. Bara yang mendengar dan menyaksikan kekesalan dan tangisan Sian hanya bisa diam.
Aku tidak mengira jika Sian akan menangis seperti ini. Apakah selama ini aku dan mama Vian terlalu keras kepadanya? Aku tidak tahu jika Semua yang kami lakukan selama ini melukai harga dirinya.
Tangis Sian terdengar semakin kencang, Laila yang juga berada di sana hendak menghampiri Sian yang menangis. Namun, Bara menghentikannya dengan berkata.
“Laila tolong tinggalkan kami berdua.” Pinta Bara.
“Baiklah aku pulang saja sekarang, tolong kalian bicarakan masalah ini baik-baik.” Ucap Laila. Kemudian Laila ingin melangkah keluar, tetapi Sian menghentikannya.
“Laila jangan pergi, aku tidak ingin berbicara dengannya.” Sian menolak untuk berbicara dengan Bara.
Melihat Sian yang keras kepala Bara memutuskan membawa pergi Sian ke kamarnya.
“Ikut denganku sekarang,” Bara menarik tangan Sian.
“Lepas Bara, aku tidak ingin ikut dengan mu.”
Sian memberontak. Dia mencoba untuk melepaskan diri dari Bara. Sedangkan Bara semakin mengeratkan pegangannya di tangan Sian. Bara terus menarik Sian dengan menggunakan tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya masih terpasang gips. Bersusah paya menarik Sian dengan menggunakan satu tangan pada akhirnya Bara berhasil mengamankan Sian di dalam kamarnya. Tak lupa Bara juga menutup rapat pintu kamarnya dengan mengandaskan Sian di pintu tersebut.
“Bara keluarkan aku dari sini sekarang juga!” bentak Sian. Air mata Sian terus menetes membasahi pipinya.
“Sian tolong tenangkan dirimu sekarang,” pinta Bara. Sejujurnya Bara tidak tega melihat Sian menangis seperti saat ini. Dia tidak ingin memaksakan Sian, tetapi dia harus melakukan itu karena ingin berbicara dari hati ke hati.
“Kamu sangat menyebalkan!” ucap Sian sembari memukul dada bidang Bara. Sian mengeluarkan semua kekesalannya dengan memukuli Bara.
Bara hanya membiarkan Sian memukulinya hingga puas, dan setelah itu baru dia akan berbicara dari ke hati dengan Sian.
“Apakah kamu sudah puas memukuliku?”
Sian tidak menjawab dan malah semakin kencang tangisannya. Sian juga menutupi wajahnya dengan menggunakan kedua tangannya. Sementara itu Bara tidak bisa melakukan apa pun selain memeluk Sian dengan erat, dan mengelus lembut kepala Sian dengan tangan kirinya.
“Maafkan aku Sian, Aku tidak bermaksud untuk menyakitimu.” Ucap Bara lembut sembari memeluk Sian yang menangis.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Halimah
aku syukak ceritanya
2021-02-27
0
ajengmustikaaa_
semangat terus thor dalam berkarya 💪jangan lupa mampir di karya aku ya
"sungguh aku mencintainya ! "
mari kita saling mendukung ya 😇🤗
2021-02-09
1
lee_mona
Masih trus di pantau lajnut❤️
2021-02-08
1