Satu bulan kemudian.
Aktivitas di rumah sakit saat ini semakin hari semakin tak terkendali. Sian keluar dari ruangan operasi dengan langkah kaki yang sangat lelah sekali untuk melangkah. Tanpa Sian sadari dia tidak pernah pulang lagi bulan ini ke rumahnya. Seperti biasa bibi pengurus rumah yang selalu datang membawakan semua keperluan Sian selama berada di rumah sakit. Jangankan pulang, untuk memegang ponsel pun Sian tidak sempat sama sekali. Selama satu bulan terakhir ini Sian tidak menyentuh ponselnya sama sekali, dia tidak pernah tahu jika ada yang menghubunginya atau pun pesan masuk ke dalam ponselnya.
Akhirnya aku bisa beristirahat sekarang.
“Dokter Sian,” panggil seorang perawat.
“Ada apa?”
“Dokter Sian ikut saya sekarang,”
“Nanti saja, ini waktunya saya beristirahat.” Tolak Sian.
“Dokter harus ikut saya sekarang, ada pasien yang mengalami kecelakaan yang hanya mau Dokter Sian yang mengobatinya.”
“Memang pasien itu mengalami luka yang sangat parah sehingga meminta saya yang menanganinya?”
Terlihat perawat tersebut tersenyum. “ Tidak dokter, pasien tersebut hanya mengalami patah tulang di bagian tangan kanannya.”
Sian menghelakan nafasnya kesal karena kenapa harus dirinya.
“Suruh dokter IGD saja yang menanganinya, dan bilang pada pasien tersebut bahwa saya adalah dokter spesialis bedah bukan dokter IGD.” Tolak Sian.
“Sudah kami beritahukan pada pasien itu kalau dokter bukan dokter IGD, tetapi pasien tersebut malah tidak mendengarkannya.”
Jaman sekarang masih ada orang yang seperti ini. Pilih-pilih dokter untuk mengobatinya, sedangkan semua dokter itu sama kedudukannya.
Sian kembali menghelakan nafas kesalnya.
“Baiklah saya akan pergi bersama mu untuk melihat pasien tersebut.”
Sian mengalah dan memutuskan mengikuti perawat tersebut. Sian tidak ingin pasien tersebut membuat kinerja di IGD menjadi terhambat hanya karena masalah ini.
Sesampai di departemen IGD Sian di tuntun berjalan ke arah pasien tersebut. Saat perawat tersebut membuka tirai Sian terkejut melihat pasien tersebut. Dia adalah suaminya Bara.
“Kenapa kau lama sekali datangnya? Aku sudah tidak tahan lagi, Tanganku terasa sangat sekali.” Ucap Bara dengan arogan.
“Salah sendiri kenapa tidak mau di obati oleh dokter lain, lagian aku sangat sibuk.”
“Dokter Sian, apakah kalian saling mengenal?” tanya perawat tersebut.
“Em, dokter sian adalah istri saya.” Timpal Bara.
“Apa! Dokter Sian sudah menikah?!”
Seketika perawat tersebut terkejut. Dia tidak menyaka jika dokter Sian sudah menikah, dan yang paling membuat perawat tersebut tercengang adalah pria yang di nikahi dokter Sian sangat tampan dan seksi sekali.
“Tolong siapkan peralatan ortopedi dan gips-Nya sekarang.” Pinta Sian. Tanpa memperdulikan perkataan Bara dan perawat tersebut.
“Baik dokter,”
Perawat tersebut dengan sigap mendengarkan dan menjalankan perintah dari Sian. Sebaliknya Sian berjalan mendekati dan duduk di samping Bara yang sedang duduk di atas hospital bed.
“Kenapa kau mengambaikan pesan dan telepon dariku?” tanya Bara saat Sian duduk di depannya.
“Aku sangat sibuk,”
“Tidak bisakah kau menyempatkan dirimu untuk membaca pesan dariku sebentar?”
“Bagaimana aku bisa membaca pesan darimu, jika aku saja tidak membawa ponsel bersamaku saat berada di ruangan operasi.”
“Kau kan bisa menitipkan ponsel mu kepada perawat di sini, minta mereka membantu mu membacakan atau mengangkat telepon dariku.”
Kenapa tiba-tiba dia bersikap seakan sangat peduli dan ingin aku memberi kabar kepadanya? Selama ini dia tidak pernah seperti itu.
“Dokter Sian ini peralatan ortopedi dan gips-Nya.”
“Baiklah kau bantu saya memasangkannya pada tangan pasien sekarang.” Ucap Sian yang mengabaikan perkataan Bara.
“Baik dokter,”
Sian mulai melakukan pemasangan ortopedi dan gips di tangan kanan Bara. Selama pemasangan Sian tidak berbicara sedikit pun pada Bara, dan sebaliknya Bara terus bertanya dan berkata dengan nada arogannya di hadapan Sian dan perawat tersebut. Sementara itu perawat yang berada di antara Sian Bara hanya mengamati dan menyaksikan pemandangan yang sangat langkah ini.
Setelah pemasangan ortopedi dan gips selesai Sian langsung beranjak berdiri dan berkata. “Kau harus menjaga gips-Nya jangan sampai basah atau rusak selama satu bulan.”
Bara hanya menatap Sian selama berbicara, tanpa berbicara Bara membuat Sian merasa canggung dengan hanya menatapnya seperti itu.
“Baiklah kalau tidak ada apa-apa lagi aku tinggal pergi dulu.”
Sian langgung membalik badannya dan hendak melangkah, tetapi Bara langsung menahannya.
“Kau mau pergi ke mana?” tanya Bara.
“Ada banyak urusan yang harus aku kerjakan, jadi lepaskan tanganku sekarang.”
“Jika kau pergi siapa yang akan merawatku?”
“Bisakah kamu membatu Ku untuk mengurusnya dan memesankan taksi untuknya pulang sekarang?” pinta Sian pada perawat yang berdiri di sampingnya itu.
“Maafkan saya dokter, tadi saat saya mengambil peralatan ortopedi saya di beritahukan untuk menyampaikan pesan ini pada dokter Sian, jika cuti dokter selama satu bulan telah di persetuju oleh kepala rumah sakit ini.”
“Cuti, apa maksudmu? Saya tidak pernah mengajukan cuti selama satu bulan.” Ucap Sian terkejut.
“Aku yang mengajukannya kepada kepala rumah sakit ini.” Timpal Bara.
Sian menoleh ke arah Bara. Dia menatap Bara tidak percaya jika pria ini melakukan sesuatu di luar dugaannya.
“Kenapa kau melakukannya? Siapa yang menyuruh mu melakukan itu tanpa persetujuanku?”
“Mama yang menyuruh Bara melakukannya.”
Suara Vivian memecahkan amarah Sian pada Bara saat ini.
“Mama,”
“Ya mama yang meminta Bara melakukannya.” Ucap Vivian dengan tegas.
“Tapi ma,”
“Tidak ada tapi-tapian, jika kamu menolak mama akan meminta Paman mu menghentikan kamu dari rumah sakit ini. Jika kamu tidak ingin di hentikan lebih baik kau turuti permintaan mama.”
Sian hanya diam dan tidak membantah perkataan mamanya Vivian. Sian tahu jika apa yang di inginkan mamanya pasti akan terwujud dan dia tidak bisa mengelak dari semua itu, atau lebih tepatnya Vivian adalah segalanya dari apa pun dalam kehidupan Sian.
“Jika kamu diam seperti ini mama agak Sian setuju dengan mama,” ucap Vivian dengan kemenangan.
Sian hanya diam seribu bahasa, sedangkan Bara tertawa kecil melihat Sian yang keras kepala tidak bisa berkutik di hadapan mama Vivian.
Ternyata Sian yang keras kepala ini tidak bisa berkutik melawan mama Vivian.
“Kenapa kau tertawa?” Sian menyadari jika Bara sedang menertawakannya saat ini.
“Aku tidak tertawa sama sekali,” Bara mencoba mengelak dari amarah Sian.
“Menggaku saja, tadi aku melihatmu menertawakanku barusan!”
“Sian cukup! Kenapa kamu malah marah sama Bara? Apakah kamu tidak lihat jika menantu mama ini sedang terluka.” Ucap Vivian membela Bara.
“Tapi ma_”
“Sudah, tidak ada tapi-tapian, lebih baik kamu pergi ambil semua barang-barang mu. kita pulang sekarang.”
“Ma...” Sian mulai merengek pada Vivian.
“Ayo cepat Sian, mama dan Bara tunggu kamu di lobi sekarang.”
Tanpa bisa melawan Sian mengikuti perintah dari mamanya Vivian. Dengan langkah kesal Sian berjalan masuk ke dalam lift naik ke lantai atas untuk mengambil semua barang-barangnya.
Kenapa mama malah membelanya?! Tunggu saja pembalasan dariku, suatu saat aku akan membalas semua yang terjadi pada hari ini.
Beberapa menit kemudian Sian turun ke lantai dasar dan menuju lobi di mana Vivian dan Bara menunggunya.
“Apakah kau sudah selesai berkemasnya?” tanya Vivian.
“Em...” jawab Sian ketus.
“Berikan semua barang mu kepada sopir, dan kamu bantu Bara masuk ke dalam mobil.” Titah Vivian.
“Em...”
Lagi-lagi Sian menanggapi mamanya dengan ketus. Kemudian Sian mendekati Bara dengan memasang wajah malas.
“Ayo cepat berdiri,” pinta Sian ketus.
Seperti yang di minta Sian, Bara berdiri dan mendekati istrinya itu. Namun, setelah berdiri Bara langsung merangkul pinggang Sian dengan menggunakan tangan kirinya.
Astaga! Apa yang dia lakukan sekarang? Kenapa dia menyentuh pinggangku.
“Ayo” ucap Bara seakan bersikap biasa saja.
Sebaliknya secara refleks Sian mendorong Bara darinya.
“Apa yang kau lakukan?!” ucap Sian panik.
“Aku tidak melakukan apa-apa.” Jawab Bara.
“Sian, kenapa kamu mendorong suami mu? Ayo cepat bantu dia masuk ke dalam mobil sekarang.” Titah Vivian.
“Baik ma,”
Dengan sangat terpaksa Sian membiarkan Bara menyentuh pinggannya. Kali ini Bara menyentuh pinggang Sian dengan cara yang berbeda, sentuhan tangan Bara di pinggang Sian seperti ada setruman yang membuat getaran yang tak terlihat di seluruh tubuh Sian.
Sial! Kenapa tubuhku merespons sentuhan tangannya.
Sian menelan saliva, selama berjalan menuju mobil. Setelah memasuk Bara ke dalam mobil Sian menghelakan nafas lega karena sudah menjauhkan dirinya dari sentuhan suaminya itu. Lalu Sian menyusul masuk ke dalam mobil melalu sisi pintu yang berbeda. Kemudian mobil mereka pergi meninggalkan rumah sakit saat itu juga. Sedangkan Vivian masuk ke dalam mobil yang berbeda, karena tujuan mereka tidak searah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Astaga negitu kah sikap seorang istri ke suaminya,Durhaka sekali,Emosi aku bacanya🤦🏻♀️🤦🏻♀️
2023-04-01
0
myaltair
)
2021-08-11
0
Nungki Nunung Nurhayati
kayaknya menarik.deh cerita nya..
lanjuuutttt....
2021-03-07
0