‘Seharusnya, aku menciumnya saja,’ pikir pria itu, menyesali hal yang telah dilewatkan olehnya. Matanya mengarah ke lantai berlumut yang dihiasi dengan bercak-bercak merah kecokelatan—campuran antara darah basah dan kering. ‘Sudah berapa lama aku di sini?’ tanyanya entah kepada siapa.
Tiba-tiba, mata pria itu menangkap sebuah tinju yang terarah ke tubuhnya. Dalam hitungan detik, benturan keras dan koyakan daging bisa terdengar diiringi dengan teriakan kesakitan memilukan yang keluar dari bibirnya.
Buku-buku jari tangan yang melayangkan tinju tersebut dihiasi dengan jarum-jarum tipis yang menghasilkan lubang-lubang kecil ketika menancap di tubuh targetnya. Luka yang dihasilkan tidak besar maupun membahayakan nyawa, tapi rasa sakit yang diberikan mampu mengguncang kewarasan.
“Yunlin, ‘kan?” ujar pria dengan rambut hitam panjang yang diikat ketat ke belakang. “Sempat menjadi bawahan keluarga Li seharusnya membuatmu cukup cerdas untuk tidak mencari masalah dengan Pangeran Kelima.” Dia melayangkan satu tinju lagi, kali ini terarah pada dada Yunlin, menyebabkan teriakan kesakitan yang lebih nyaring. “Namun, kau malah mendekati api seperti ngengat tak berotak.”
“Ah!” teriak Yunlin dengan nyaring seraya kemudian melemas, membiarkan dirinya bergelantung. Kedua tangan dan kakinya terjerat rantai yang menjulang keluar dari dua sisi dinding ruang penjara itu, membuat dirinya terlentang di tengah udara tanpa pertahanan dan hanya bisa menerima serangan demi serangan dengan pasrah.
Tubuh Yunlin telah dipenuhi begitu banyak luka, lubang yang dihasilkan jarum-jarum kecil di buku-buku jari penyiksanya, sayatan pedang panjang pada sisi pinggangnya, serta kulit terkoyak yang memamerkan darah dan daging akibat cambukan tanpa belas kasih pada punggung dan dadanya. Penyiksaan yang begitu kejam tanpa sedikit pun rasa kemanusiaan, khas seorang anggota Pasukan Kematian.
‘Bagaimana bisa … aku begitu lalai,’ batin Yunlin seraya kepalanya mengambang lemas di udara.
Beberapa saat sebelumnya—atau mungkin berjam-jam sebelumnya—Yunlin sedang mengikuti Huang Wushuang yang meninggalkan kediamannya bersama dengan Xiaoxue. Dengan khusus memakai tudung dan keluar di tengah malam jelas adalah pertanda kalau dugaan Yuanli benar, wanita itu akan bertemu dengan Li Guifei.
Seperti kali-kali sebelumnya, Yunlin mengikuti Huang Wushuang di balik kegelapan dan melompati beberapa tembok istana serta pohon rindang untuk menghindari pengawasan prajurit patroli serta pengetahuan targetnya sendiri. Semuanya berjalan mulus dan tanpa halangan, bahkan sampai titik Huang Wushuang berbicara dengan Li Guifei mengenai rencana mereka untuk menjebak Huang Miaoling dengan Wang Junsi. Pada saat itu, Yunlin masih bisa dengan mudah bertengger di atap untuk menguping pembicaraan kedua orang itu.
Namun, semua menjadi kacau ketika Yunlin menyadari keterlibatan Pangeran Kelima dengan Li Guifei.
Setelah Huang Wushuang meninggalkan kediaman Li Guifei, Yunlin berdiam sesaat di atap gedung istananya untuk mengawasi wanita itu lebih lama, sebuah kebiasaan untuk berjaga-jaga apabila ada kejadian penting lain yang mungkin terjadi. Beberapa menit berlalu dan Li Guifei pun menitipkan sebuah surat kepada Shuixiang. Gadis pelayan itu pergi meninggalkan kediaman Li Guifei dan Yunlin pun pergi mengikutinya.
Sekitar sepuluh menit kemudian, Yunlin menyadari kalau Shuixiang pergi untuk mengunjungi kediaman para pangeran, lebih tepatnya, halaman Pangeran Kelima. Sosok Zhongcheng muncul di hadapan wanita itu dan dia menerima surat yang diberikan oleh Li Guifei melalui Shuixiang.
‘Wang Wuyu sungguh bekerja sama dengan Li Guifei!’ pekik Yunlin dalam hati. Hal itu merupakan konfirmasi yang dibutuhkan oleh Huang Yade untuk waktu yang cukup lama. Oleh karena itu, dia tahu kalau hari itu juga, hal ini harus sampai di telinga sang Menteri Pertahanan, terutama karena hari esok … akan ada jebakan yang telah disiapkan untuk Nona Pertama Huang dan Pangeran Keempat.
Siapa yang menyangka kalau pada detik dirinya berniat untuk pergi, satu bayangan dengan wujud seorang wanita memamerkan giginya selagi tersenyum mengerikan dan menusukkan sebuah jarum di leher Yunlin. Tak perlu dua detik bagi Yunlin untuk kehilangan kesadarannya akibat racun yang sangat mungkin melapisi ujung jarum yang menusuknya. Saat Yunlin tersadar, dia telah berada di ruang bawah tanah dengan bau yang memuakkan dalam keadaan terantai.
“Bunuhlah aku …,” ucap Yunlin dengan suara parau, sudah sangat lelah dengan hal yang menimpanya. Otaknya memaki kebodohannya karena bisa dengan begitu mudah tertangkap oleh Pasukan Kematian, tapi hatinya bersyukur karena bukan Yuanli yang berada di posisinya saat ini. “Bunuh aku … dan tugasmu di … ruang jahanam ini … akan selesai lebih cepat, bukan?”
Mendengar ucapan Yunlin, pria di hadapannya itu tertawa keras. “Apa kau bodoh?” makinya. “Menyiksamu adalah sebuah bentuk hiburan untukku! Semakin lama kau bertahan, semakin menyenangkan untukku!” Dia melayangkan satu pukulan lagi, menciptakan lubang-lubang kecil lain pada tubuh Yunlin. “Kalau kau sungguh ingin mati, kenapa tidak gigit lidahmu? Itu lebih mudah, bukan?!” Satu pukulan lagi didaratkan pada perut Yunlin.
Yunlin kembali memaki dalam hati, memaki bagaimana dia bisa melupakan kalau orang-orang Pasukan Kematian adalah orang-orang yang sudah kehilangan kewarasan mereka. Kalau pria itu berhasil mendorong Yunlin untuk membunuh dirinya sendiri, itu sama saja dengan kepuasan tiada tara bagi orang tak waras itu. Dengan harga diri yang dia miliki, Yunlin tak akan pernah mengizinkan hal itu terjadi. Oleh karena itu, yang bisa dia lakukan sekarang, hanyalah memaksa pria itu untuk membunuhnya. Karena sampai titik darah terakhir, Yunlin tidak akan pernah menjual majikannya untuk kebebasan dirinya sendiri!
Sebuah dengusan mengejek keluar dari bibir Yunlin, dia mengangkat pandangannya dan meludah ke arah pria di hadapannya. “Bermimpilah,” balasnya terhadap tantangan yang diberikan penyiksanya itu.
Anggota Pasukan Kematian ini melotot, kesal dengan tindakan Yunlin. “Kau yang memaksaku!” teriaknya seraya berjalan ke samping untuk meraih cambuk dan mengangkatnya tinggi, bersiap untuk melukiskan penderitaan di tubuh Yunlin. “Ha—!” Namun, saat dia ingin melayangkan cambukannya, dia merasa sesuatu menahan tali cambuknya itu. “Hmm?” Dia menoleh ke belakang dan mendapati kehadiran seseorang yang sedang menahan ujung cambuknya. “Zhongcheng?”
Zhongcheng menatap ke arah Yunlin dengan nada datar. Lalu, dia menoleh kepada pria penyiksa. “Hudie, apa yang sudah kau dapatkan?” tanyanya dengan dingin.
“Hah?” Hudie menatap Zhongcheng dengan bingung.
Kening Zhongcheng berkerut, menunjukkan ketidaksenangan terhadap reaksi Hudie. “Jangan bilang kau hanya menyiksanya tanpa mendapatkan informasi apa pun?”
Mata Hudie terlihat ketakutan. “T-tentu tidak, Zhongcheng! Namun, bocah busuk ini begitu keras kepala! Dia tidak mengatakan apa pun.” Itu jelas sebuah kebohongan. Sedari tadi, Hudie hanya terfokus pada rasa sakit yang dia torehkan pada Yunlin, dan bukan hal lain.
Dari sikap Hudie, Yunlin yakin kalau Zhongcheng merupakan satu eksistensi yang mengerikan bagi para anggota Pasukan Kematian biasa. Karena waktunya bersama dengan Pasukan Kematian begitu singkat, Yunlin tidak pernah mengetahui hubungan Wang Wuyu maupun Zhongcheng dengan Pasukan Kematian. Dengan demikian, melihat Hudie ketakutan terhadap Zhongcheng adalah suatu hal yang cukup mengejutkan.
‘Seberapa mengerikannya pria itu kalau seorang Hudie lebih memilih untuk berbohong dibandingkan dianggap lalai dalam pekerjaannya?’ pikir Yunlin dengan pandangan gelap.
Tepat pada saat itu, mata Zhongcheng beralih pada Yunlin. Lalu, dia berjalan menghampiri pria itu dan keduanya saling menatap untuk waktu yang lama. Pandangan Zhongcheng terlihat seakan dirinya sedang berusaha untuk menerawang roh Yunlin dan membaca pikirannya.
Detik berikutnya, suara daging terkoyak dan lenguhan rendah seseorang bisa didengar. Pandangan Yunlin yang masih tertancap pada mata Zhongcheng perlahan turun ke bawah, menatap pedang yang terbenam di sisi perutnya. Darah segar mengalir keluar dari luka yang terbentuk, melukiskan aliran sungai merah pada tubuh Yunlin.
Zhongcheng menarik keluar pedangnya tanpa belas kasihan dan berkata, “Kalau memang tidak bisa dapatkan apa-apa, maka bunuh saja. Jangan membuang waktu.” Dia mengayunkan pedangnya di udara kosong, membiarkan darah terciprat ke lantai dan tembok, mengembalikan wujud pedangnya menjadi bersih tak ternoda. Lalu, dia memasukkan pedangnya ke dalam sarung seraya berbalik dan berkata pada Hudie, “Kita masih harus menangani sang Junzhu.”
Yunlin bisa mendengar suara langkah kaki Zhongcheng meninggalkan ruang penjara itu, diikuti dengan decakkan lidah Hudie yang kesal karena mainannya telah dihancurkan di luar keinginannya. Lalu, terdengar suara decitan pintu sel penjara yang terbanting menutup.
Napas Yunlin terengah-engah, begitu sulit baginya mempertahankan kesadarannya. ‘Begini saja?’ pikirnya. Kepalanya yang tertunduk lemas memberikannya keleluasaan untuk memperhatikan luka yang terbentuk akibat pedang Zhongcheng yang sempat menembus dirinya, darah mengalir keluar dengan deras dari luka itu. ‘Yuanli ….’ Pandangan Yunlin perlahan terlihat kosong. ‘Kau harus … peringatkan … Nona.’
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 185 Episodes
Comments
fifid dwi ariani
trus ceria
2023-07-18
0
Susi Poerjoto
ceritanya di akhir makin seru
2022-08-10
0
Christy Oeki
dilancarkan urusanya
2022-06-13
0