Sosok seorang gadis berpakaian pelayan keluar dari halaman sang Putri kerajaan Wu dengan ekspresi tenang yang begitu mengerikan. Seluruh tubuhnya dipenuhi ketegangan dan aura membunuh yang kental.
Mendadak, sepasang mata bulat itu melirik ke satu arah untuk beberapa saat. Seakan tak menemukan apa pun yang dia cari, gadis itu melanjutkan perjalanannya … kali ini dengan entakan kaki yang begitu ringan—seperti seekor kucing yang terbiasa menutupi jejak langkahnya—dan kecepatan yang mengerikan. Hanya dalam hitungan detik, gadis itu menghilang dari pandangan.
“Siapa gadis itu?” desis Wei Shulin yang bersembunyi di balik semak-semak dengan ekspresi kebingungan. Dia menoleh ke atas dan menatap Rong Gui yang menempelkan punggungnya di batang pohon, hasil dari menghindari tatapan gadis pelayan yang begitu tajam tadi. “Aku tidak merasa asing dengan wajahnya, tapi aku tak bisa ingat dengan jelas ....”
Rong Gui melangkah turun dari atas pohon dan mendarat tepat di sebelah Wei Shulin. Keduanya sekarang sedang sibuk mengawasi segala pergerakan orang-orang kerajaan Wu dari luar kediaman sang Tuan Putri Wu Meilan. Dengan sengaja, Wei Shulin membiarkan sebagian besar anggotanya kembali ke markas selagi sebagian lainnya ditempatkan di beberapa tempat tertentu. Karena lawan yang mereka hadapi sebagian besar bekerja di dalam kegelapan, departemen penyelidikan pun mulai terbiasa menyelidiki dengan cara yang sama pula.
“Aku yakin itu adalah pelayan pendamping Putri Mahkota, Yuanli,” jawab Rong Gui membuat pria yang perlahan berdiri dari tempat persembunyiannya terbelalak.
“Gadis utusan Adik Sepupu Ketiga untuk Putri Mahkota,” ucap Wei Shulin, teringat dengan hubungan Yuanli dengan Huang Miaoling. “Rong Gui, itu berarti … kedua adik sepupuku sungguh ….” Tatapannya terlihat dipenuhi ketidakpercayaan. “Tidak mungkin, Huang Wushuang dan Huang Miaoling? Keduanya memiliki hubungan yang begitu baik terakhir kali aku melihat mereka.”
Alis kanan Rong Gui terangkat. “Dan … kapan terakhir kali kau melihat mereka?”
“Sekitar enam bulan yang lalu, ketika aku mengunjungi kediaman Huang,” jawab Wei Shulin seraya kembali ke posisi awalnya, tak menyadari helaan napas tak berdaya Rong Gui. “Aku mengerti seseorang bisa berubah seiring waktu, tapi tidakkah ini perubahan yang begitu besar? Bagaimanapun, mereka adalah keluarga.”
“Banyak hal bisa terjadi dalam enam bulan,” balas Rong Gui singkat.
“Ah, seperti seseorang dari Qiongpo Di yang akhirnya bisa menjadi tangan kanan Ketua Departemen Penyelidikan, maksudmu?” tanya Wei Shulin membuat Rong Gui kembali menghela napas dan memutuskan untuk mengabaikannya.
“Aku tak akan terkejut kalau salah satu alasan Putri Mahkota melakukan ini adalah untuk membalaskan kematian ibunya,” Rong Gui berkata, mencoba menduga-duga dari segala informasi yang tertampung di dalam otaknya. “Terkadang kekuasaan mampu membuat seseorang berpikir mereka bisa melakukan apa pun.”
Wei Shulin mengerutkan kening. “Entah kenapa, dari sekian banyak ucapanmu yang selalu kudukung, hanya satu tebakanmu itu yang menurutku kurang tepat.” Pria itu melanjutkan, “Bahkan dengan kekuatannya sekarang, Huang Wushuang harusnya cukup cerdas untuk tahu bahwa Huang Miaoling memiliki status yang hampir setara dengannya, bahkan Kaisar Weixin menghormatinya. Untuk itu, aku rasa tak mungkin dia menyerangnya hanya karena sekedar dendam.”
Rong Gui melirik Wei Shulin, menyadari ucapan pria itu benar. “Dengan demikian, ada orang yang lebih tinggi yang terlibat dalam hal ini.” Matanya memicing. “Pangeran Mahkota?” tebaknya lagi.
Kepala Wei Shulin bergeleng. “Pangeran Mahkota sangat menghormati Adik Sepupu Ketiga,” balasnya. Tiba-tiba, mata pria itu beralih ke satu tempat saat mendengar suara kayu tua yang saling bergesek. “Rong Gui, itu ….” Wei Shulin menunjuk ke arah dua orang yang menghampiri gerbang halaman Wu Meilan yang mulai dibuka oleh pengawal.
Mata Rong Gui langsung memicing, memerhatikan sosok seorang tabib yang kembali dengan sebuah teko obat. “Tabib dan pelayan yang tadi sempat pergi akhirnya kembali.” Dia memandang ekspresi panik di kedua wajah orang itu. “Ketua Wei, aku khawatir …,”—dia beralih menatap Wei Shulin—“Nona Pertama Huang tidak dalam keadaan yang begitu baik.”
***
Suara erangan dan lenguhan kesakitan yang tertahan bisa terdengar dari dalam ruang tidur Tuan Putri kerajaan Wu. Wu Meilan dan beberapa pelayan beserta pengawal di luar ruangan bisa terlihat memasang wajah meringis mendengar suara-suara menyakitkan tersebut.
‘B-bahkan dengan obat pemati rasa … Nona Huang masih mengeluarkan suara semacam itu.’ Kening Wu Meilan berkerut selagi jantungnya berdetak cepat, sedikit takut membayangkan rasa sakit yang mungkin dirasakan gadis yang berada di dalam ruangannya itu. Matanya menatap pintu ruangannya, membayangkan perasaan Liang Fenghong saat ini. Lalu, dia teringat akan satu hal. ‘Bagaimana dengan Pangeran Keempat?’ Pandangannya terlihat sendu.
Setelah beberapa saat, suara kesakitan dari dalam ruangan mereda. Semua orang terdiam membiarkan keheningan yang dingin meresap ke dalam tubuh mereka, mungkin sedikit mensyukuri situasi tersebut. Mendengarkan penyiksaan orang lain bukanlah hal yang menyenangkan, hal tersebut menguras jiwa dan raga, mungkin mampu membuat seseorang kehilangan kewarasan mereka.
Wu Meilan berdiri dari kursinya dan melangkah mendekati pintu ruangannya. Sebelum dia mengatakan apa pun, terdengar suara Liang Fenghong berkata, “Silakan masuk, Yang Mulia.”
Wu Meilan tidak terkejut dengan tindakan Liang Fenghong. Setelah apa yang pria itu tunjukkan pada saat pemberontakan Jenderal Besar Qiang dan Ibu Suri He, tidaklah aneh apabila sang Tuan Muda Liang mampu mendengar langkah kakinya yang mendekati ruangan.
Dua pelayan membukakan pintu bagi Wu Meilan, membiarkan sang Tuan Putri melangkah masuk ke dalam. “Tutup pintu dan jangan biarkan siapa pun masuk ke dalam,” perintahnya yang langsung diikuti dengan anggukan kepala kedua pelayan.
Wu Meilan melangkah masuk ke dalam bagian ruang tamu ruangannya. Lalu, dia berbelok ke kiri untuk memasukki area ruang tidurnya. Langkah kaki Wu Meilan berhenti ketika perhatiannya tertarik pada sebuah wadah perunggu berisi cairan kental berwarna kehitaman. Bisa putri itu tebak kalau isi wadah tersebut merupakan darah dengan kandungan racun yang beberapa saat lalu mengalir di dalam tubuh Huang Miaoling.
‘Jumlah itu … jelas tidak sedikit,’ pikir Wu Meilan melihat wadah tersebut hampir penuh.
Mata Wu Meilan kemudian terangkat pada sosok Huang Miaoling yang sedang terbaring lemah di atas tempat tidur. Mata gadis itu tertutup dan ekspresinya jauh lebih alami dibandingkan ekspresi tertahan yang sebelumnya ditunjukkan akibat efek racun yang mengunci seluruh otot tubuhnya. Bibir Huang MIaoling terlihat merah merona, bukan warna alaminya, melainkan karena bekas darah yang tidak sepenuhnya terangkat dan masih tersisa di sana.
Pandangan sang Tuan Putri kerajaan Wu beralih pada sosok Liang Fenghong yang memasang ekspresi datar selagi dirinya sedang memeras kain dengan bercak kemerahan di atas wadah air yang telah berubah warna menjadi merah muda. Pria itu melirik Wu Meilan dan menghentikan aksinya untuk sesaat.
“Yang Mulia.”
“Abaikan aku,” balas Wu Meilan singkat.
Liang Fenghong pun melanjutkan tindakannya dan berbalik untuk duduk di sisi tempat tidur seraya membersihkan sisi wajah Huang Miaoling yang dihiasi dengan bercak darah, kemungkinan besar berasal dari darah beracun yang dia muntahkan. Gerakan pria itu terlihat begitu lembut dan hati-hati, seakan dirinya sedang menyentuh sesuatu yang sangat berharga dan begitu rapuh.
“Racunnya telah berhasil kukeluarkan,” ucap Liang Fenghong secara tiba-tiba, bisa menebak apa yang ingin ditanyakan oleh Wu Meilan. “Hanya saja rasa sakit yang dia rasakan menyebabkan trauma dan mendorong dirinya untuk kembali ke dalam keadaan tidur.”
“Begitu ….”
Wu Meilan tidak begitu mengerti mengenai apa yang seharusnya dirinya katakan. Dia hanya ingin tahu apakah Huang Miaoling baik-baik saja, dan mendengar jawaban Liang Fenghong seharusnya sudah membuatnya lega. Namun, apa perasaan kesal dan tidak terima yang melambung di hatinya ini?
Melihat ekspresi pahit di wajah Liang Fenghong, Wu Meilan mengutarakan, “Apa rencanamu setelah ini, Tuan Muda Liang?” Sekarang, mereka tahu kalau Wang Wuyu, Li Guifei, dan Huang Wushuang terlibat dalam hal ini. Dengan demikian, tentu sesuatu harus dilakukan, bukan?
Mendengar pertanyaan ini, Liang Fenghong menghentikan tindakannya. Dia membeku di tempat selagi menatap wajah Huang Miaoling yang tertidur dengan ekspresi yang jauh lebih santai. Masih begitu jelas di dalam benak Liang Fenghong mengenai erangan kesakitan yang tertahan serta ekspresi menderita yang terlukis di wajah gadis di hadapannya beberapa saat yang lalu. Hal tersebut membuat hatinya terasa panas dan terbakar.
Perlahan, ekspresi Liang Fenghong berubah gelap. Seluruh tubuhnya diselimuti aura membunuh yang begitu kental dan suasana di dalam ruangan seakan turun dalam sekejap.
“Semua ….” Wu Meilan menggenggam erat tangannya mendengar suara dingin Liang Fenghong. Pria itu menyadari ketegangan yang dirasakan sang Tuan Putri, dan dia pun melanjutkan ucapannya di dalam hati agar tidak menakuti Wu Meilan, ‘Semua yang berani menyentuh wanitaku … akan kupastikan mereka membayar dengan nyawa.’
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 185 Episodes
Comments
fifid dwi ariani
trus Sehat
2023-07-18
0
Yuliana Pudjianti
untung calon laki bisa pengobatan😅
2022-06-22
0
ria aja
hati2 a feng
2022-04-21
0