Bab 16

Hari kedua di Kepulauan Derawan kami habiskan dengan bersenang-senang. Dari mulai snorkeling untuk melihat banyak sekali ikan warni-warni yang lucu dan juga terumbu karang, diving, sampai menaiki banana boat. Setelah lelah bermain kami makan, beristirahat sebentar kemudian jalan-jalan menyusuri pulau yang sangat bersih dan tertata rapi.

Hari ketiga kami pulang kembali Bandung, karena lelah sepanjang perjalanan baik darat dan udara aku hanya tertidur di bahunya Mas Juna, sampai dia mengeluh bahunya kini mulai kebas karena kepalaku yang katanya sangat berat.

Sepulang berlibur di pantai selama 3 hari membuat kulit kami menjadi hitam dan kering terbakar sinar matahari. Aku mulai melakukan perawatan wajah supaya minimal ketika masuk sekolah nanti kulitku tak sekering ini, kalau tidak Dion pasti akan kaget melihatku seperti sekarang.

Tapi bukan hanya aku saja Andra dan Arya-pun ikut-ikutan minta dipakaikan masker, alhasil kami bertiga kini tiduran di atas karpet depan TV rumahku sambil menggunakan masker dan berbicara dengan mulut kaku.

“Sophi lagi marah.”

“Kenapa?” tanyaku dan Andra bersamaan.

“Gak tahu.”

“Cewek emang kaya gitu suka ngambek gak jelas." Andra berkata dengan suara sama tak jelasnya.

“Ckk, kaliannya saja yang gak peka.”

“Dia gak bilang apa-apa gimana kita mau peka,” ucap Arya membuat Andra mengangguk setuju.

“Lagi dapat kali,” ucapku membuat mereka berdua terdiam beberapa saat.

“Kenapa kalau cewek lagi dapat suka marah-marah?” tanya Andra penasaran.

“Hmm… gak tahu.”

“Masa gak tahu.”

“Ya, gak tahu pokoknya pengen marah-marah saja.”

“Hahaha.”

Kami tertawa tertahan karena muka kami kaku oleh masker.

“Lagi pada ngapain?”

Mas Juna berdiri menjulang di atas kami.

“Berenang,” jawab Arya membuat kami terkikik.

“Ckk… ikutan dong!” Mas Juna kini ikut tiduran seperti kami, “Pakaikan maskernya.”

Dengan malas aku duduk dan memakaikan masker ke wajahnya sebelum kembali tiduran seperti tadi.

“Mamah sama Bunda kemana sih?” tanya Mas Juna.

“Gak tahu, paling belanja,” jawabku sambil merem.

Kami semua terdiam beberapa saat sebelum Mas Juna kembali bertanya.

“Jadi… kalian berdua sudah punya pacar?”

“Hehehe.” Andra dan Arya tertawa walaupun terdengar seperti kambing yang mengembik daripada tawa.

“Teman sekolah?”

“Iya, beda kelas.”

“Cantik gak?”

“Cantik dong, Mas,” puji Arya yang mendapat anggukan dari Andra.

“Cantikan Senja,” aku memuji diri sendiri membuat mereka berdua protes.

“Jadi, siapa cowok yang kamu suka?” tanya Mas Juna membuatku refleks tersenyum membayangkan Dion.

“Gak ada,” jawabku sambil berusaha menahan senyum, “tapi kalau yang suka sama Senja banyak.”

“Terus ada yang pernah nyatain?”

“Gimana mau nyatain, baru pdkt saja sudah diancam sama mereka berdua.”

“Hahaha.” Andra dan Arya tertawa bangga.

“Tanang saja, Mas, tidak akan ada yang berani dekatin dia,” ucap Arya yang mendapat anggukan dari Andra.

“Ckkk… kan curang, Mas Juna sudah pacaran beberapa kali bahkan sekarang aku tahu Mas Juna sedang pacaran, masa aku gak boleh pacaran.”

“Mas Juna punya pacar? Cantik gak, Mas?”

“Pramugari? Bule?”

Aku berdecak sambil mendelik karena sepertinya Andra dan Arya lebih tertarik membahas pacar Mas Juna tak mendengarkan rengekanku membuatku merem sambil mendengarkan mereka bertiga yang tertawa membicarakan pacar mereka masing-masing, dan aku… aku akan memimpikan kekasihku di dalam mimpi siangku.

*****

Tiga bulan berlalu, Mas Juna tentu saja sudah kembali ke Australia karena pekerjaan, dan hubunganku dengan Dion masih seperti dulu, masih sembunyi-sembunyi di belakang saudara dan keluargaku.

Walaupu tentu saja kami menjalaninya seperti anak muda lainnya kadang kami akan pergi jalan-jalan ke mall, ataupun main ke tempat-tempat lain seperti trans studio untuk menaiki wahan permainan, tapi tentu saja itu sangat jarang terjadi.

Tak ada malam mingguan di dalam hubungan kami, hari minggupun kami jarang bertemu karena aku tak tahu alasan apa lagi yang harus ku berikan untuk mendapatkan izin keluar dari orangtuaku, sedangkan Andra dan Arya kini bisa bebas pergi setiap minggu.

Dan itulah yang akhir-akhir ini selalu menjadi permasalahan kami, dia menginginkan hubungan kami sama seperti teman-teman lainnya yang bisa dengan bebas ngobrol berdua di sekolahan, pulang pergi bersama, dia bisa main ke rumah untuk menemuiku dengan bebas tanpa harus mencari alasan kerja kelompok bersama dengan Andra.

Tentu saja aku juga menginginkan hal itu, tapi aku kembali mengingat bagaimana reaksi Ayah, Papah dan saudara-saudaraku ketika membahas tentang pria yang aku suka, dan aku adalah seorang penakut, aku takut membuat mereka marah dan kecewa.

Sampai akhirnya saat itu datang juga…

“Kita sepertinya tidak bisa melanjutkan hubungan ini.”

Aku terkejut mendengar ucapan Dion, walaupun aku sudah menduga hal ini akan terjadi mengingat akhir-akhir ini kami lebih sering bertengkar.

“Kenapa?” aku ingin mengetahui alasan kenapa dia memutuskanku.

“Kita selalu berbeda pendapat, dan aku mulai lelah karena harus berhubungan secara sembunyi-sembunyi seperti ini.”

Aku hanya terdiam mendengarnya.

“Selama ini aku berusaha mengikuti setiap keinginanmu dengan menyembunyikan tentang hubungan kita, tapi sampai kapan, Ja? Sampai kapan kita seperti ini terus… sampai kapan aku harus menahan diri ketika mendengar para lelaki itu menggodamu seolah tak peduli dengan perasaanku sebagai kekasihmu.”

“Aku peduli! Aku peduli dengan perasaanmu.”

“Kalau kamu peduli seharusnya kamu mengatakan kepada mereka untuk berhenti menggodamu karena kamu sudah memiliki kekasih yaitu aku.”

Aku terdiam melihatnya yang sedikit emosi.

“Tapi kamu tidakkan, Ja, kamu hanya diam dan tersenyum… kamu tak bisa membayangkan bagaimana sakitnya perasaanku karena tak bisa berbuat apapun.”

Aku tertunduk dengan hati yang terasa sakit karena baru mengetahui bagaimana Dion selama ini menderita karena huungannya denganku.

“Maafkan aku, aku tak bermaksud membuatmu terluka… aku tak tahu kalau kamu menderita ketika berhubungan denganku.”

Dion membuang napas berat, kami-pun terdiam beberapa saat sebelum dia kembali berkata.

“Seandainya saja kita sedikit terbuka dengan hubungan kita, aku rasa hal-hal seperti itu tidak akan terjadi.”

Aku hanya bisa diam karena aku tahu kalau dia mungkin benar, seandainya kami bisa terbuka seperti yang lainnya kami tidak akan menjalani hubungan ini dengan begitu berat.

“Jadi, maafkan aku… bukannya aku sudah tak menyayangimu hanya saja aku tidak bisa lagi melanjutkan hubungan dengan cara seperti ini.”

Setelah mengatakan itu dia pergi meninggalkanku dengan hati terluka.

*****

“Jadi kalian putus?” tanya Mika tak percaya, saat ini kami sedang main di rumahnya dan menceritakan tentang apa yang baru saja terjadi.

“Iyaa.. hik-hik.” Aku tak bisa lagi menahan tangisku membuat mereka memelukku.

“Ya ampun, Ja, aku pikir selama ini kalian baik-baik saja.” Jasmin seolah tak percaya dengan apa yang terjadi dengan hubunganku dengan Dion.

“Dion mau hubungan kami tidak sembunyi-sembunyi seperti sekarang, aku juga maunya seperti itu! Aku juga iri melihat Andra, Arya dan yang lainnya yang bisa dengan bebas bersama pacar mereka tanpa takut ketahuan, tidak seperti kami yang hanya bisa curi-curi pandang, tapi kalian tahu sendirikan bagaimana Ayah dan saudara-saudaraku?”

Mika dan Jasmin mengangguk mengerti sambil menghapus air mataku, tentu saja aku sedih berpisah dengannya, dengan cinta pertamaku… cinta pertama yang ikut mewarnai masa-masa SMA-ku bersama dengan teman-teman di antara pelajaran.

Beberapa bulan putus dengannya membuatku masih merasakan berdebar ketika tanpa sengaja mata kami saling memandang, aku masih berdebar ketika melihat atau bertemu dengannya, diam-diam aku masih sering menatap ke jendela kelas berharap dia akan lewat.

Perlahan walau sulit ku coba melupakannya walaupun, ya... jujur saja aku masih selalu memikirkannya disaat aku melihat barang-barang pemberiannya, ketika melewati toko roti di PVJ, dan masih banyak lagi sudut sekolahan yang akan mengingatkan aku akan dirinya ketika kami curi-curi pandang. Tapi untung saja aku memiliki sahabat yang selalu mendukung dan menghiburku.

Waktu terus berlalu dan kini akhinya kami duduk di kelas 12, aku sedih karena harus berbeda kelas dengan Jasmin, tapi aku sekelas dengan Gita, Arya dan… Dion!

Kaget tentu saja, dan sepertinya bukan hanya aku yang kaget, diapun sama terkejutnya ketika kami membaca pengumuman pembagian kelas. Seandainya kami masih memiliki hubungan mungkin aku akan langsung melompat kegirangan karena bisa dekat-dekat dengannya, tapi sekarang itu tidak mungkin karena aku-pun dikejutkan dengan kabar kalau dia berpacaran dengar Tyas.

“Kamu sekelas sama Dion?”

“Iya.” Aku menjawab pertanyaan Jasmin sambil mengaduk-aduk jus jerukku, saat ini kami sedang beristirahat di kantin.

“Terus gosip itu benar gak kalau dia pacaran sama Tyas?” kali ini Mika yang bertanya sambil menatapku penasaran yang hanya ku jawab dengan mengangkat bahu.

“Tapi kayanya benar,” jawab Jasmin membuat kami menatapnya, “Tuh!” lanjutnya sambil mengangkat dagunya memberi tanda membuatku menatap ke belakang dimana Dion tengah berjalan dengan Tyas yang merangkul lengannya, membuat dadaku terasa sakit.

Beberapa saat aku seolah terhipnotis dengan pemandangan itu sampai akhirnya Dion menyadari keberadaanku membuatku langsung memalingkan muka.

“Udah yuk!” aku berdiri kemudian pergi dari kantin di susul oleh kedua tamanku.

*****

Terpopuler

Comments

Alea

Alea

mewek pas Senja liat Dion ma pacarnya dikantin 😭

2023-10-13

0

Ira arif

Ira arif

cinta monyet😄

2023-08-16

0

ohana

ohana

menyebalkan perjodohan itu, dion ga salah jga.... senja jga serbasalah....

2022-06-24

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!