Bab 7

“Jadi kalian hanya sempat minum doang?”

“Iya,” jawabku lemah, “kok, mereka bisa ke Ciwalk sih? Kamu gak ngasih tahu Nadia kalau aku mau ke sana juga?”

“Lupa, hehehe.” Mika hanya bisa nyengir kaya kuda penuh penyesalan membuatku berdecak sambil kembali mengaduk-aduk es kelapa muda.

Saat ini kami tengah berada di tempat Babe, sebuah tempat penjual es kelapa muda yang berada tak jauh dari sekolah dimana dijadikan salah satu tempat nongkrong sepulang sekolah oleh murid-murid sekolahanku termasuk aku, Andra dan Arya.

“Lain kali kalian harus cari tempat yang jauh dari sekolah biar gak ada yang mengenali kalian,” ujar Jasmin yang mendapat anggukkan dariku, tapi tiba-tiba aku tersenyum mengingat kejadian kemarin membuat Mika dan Jasmin saling pandang tak mengerti.

“Kanapa senyum-senyum sendiri?”

Aku menatap kedua temanku yang terlihat penasaran dengan tingkahku.

“Tidak.”

“Bohong, pasti ada apa-apa... cerita dong.”

“Hehehe.”

“Tuhkan bener!” seru Mika.

“Dion nyatain?”

“Iiih, apaan sih… enggak kok!”

Dengan senyum lebar dan wajah memerah ku jawab pertanyaan Jasmin yang membuat mereka tertawa.

“Jadi apa dong?”

Setelah ragu beberapa saat aku akhirnya menceritakan tentang kejadian Dion yang menggenggam tanganku kemarin yang langsung membuat mereka heboh, dan ku yakin wajahku kini sudah merah padam.

“Terus dia nge-chat gak sepulang dari sana?”

“Iya, kita chatting sampai malam.”

“Cieee… bentar lagi ada yang bakal jadian nih.”

“Apaan sih.”

“Emang, gak mau jadian sama Dion?”

“Hehehe.” Aku hanya bisa tersenyum dengan wajah memerah membayangkan kalau aku jadian dengan laki-laki yang ku suka.

“Asal jangan sampai si kembar tahu saja.”

Si kembar yang dimaksud Mika adalah Arya dan Andra, di sekolah mereka lebih dikenal dengan sebutan si kembar, karena wajah mereka yang hampir mirip dan mereka selalu berdua seolah tak terpisahkan.

“Iya, kalau mereka tahu bisa bahaya.”

Aku mengangguk setuju karena boleh dibilang mereka adalah pertahanan lapis pertama yang harus dihadapi para pria yang ingin mendekatiku, sebelum akhirnya mereka harus menghadapi Ayah dan Papah yang akan membuat siapapun berkeringat dingin hanya dengan tatapan maut dari keduanya saja.

Suara tawa dan riuh membuat kami bertiga melihat ke belakang, ternyata Andra dan teman-teman sekelasnya baru saja datang termasuk Dion. Dia sedang tertawa bersama Topan ketika mata kami saling bertemu membuatnya menghentikan tawa dan tersenyum padaku yang kubalas dengan senyum malu-malu.

“Eh-hmm!” Jasmin dan Mira berdehem menggodaku.

“Beh, biasa ya, Beh!” pesan Andra sambil duduk tak jauh dari kami, “Arya belum keluar?”

“Belum, kelas IPA 1 lagi praktek kimia kayanya.”

Andra mengangguk mengerti.

“Yon, Yon! Tuh si Cindy.”

Cindy adalah anak kelas 10 yang sudah menjadi rahasia umum kalau dia menyukai Dion. Anaknya cukup cantik dan cukup berani untuk terang-terangan menunjukan perasaan sukanya kepada kakak kelas. Dan aku tak menyukainya!

“Bae antepkeun,” (Biarin saja) ujar Dion santai, tak memedulikan kerumunan beberapa orang gadis yang terlihat heboh mencari perhatiannya.

“Lumayan, Yon.”

“Lain tipe urang nu kitu mah.” (Bukan tipe gua kalau yang kaya gitu)

“Trus tipena siga nu kumaha atuh, Yon? Yang kemarin gandengan tangan di Ciwalk?”

Pertanyaan Andra itu sukses membuatku yang sedang menyeruput kesegaran air kelapa muda tersedak dan teman-teman yang lain mulai heboh dengan segala pertanyaan bak wartawan.

“Saha, Yon?” (siapa, Yon?)”

“Kabogoh anyarnya?” (pacar baru ya?)

“Anak mana?”

“Kenalin dong!”

“Bukan pacar kok,” jawab Dion masih santai sambil menerima es kelapa jeruk dari babe dan jujur saja jawabannya itu membuatku sedikit kecewa, tapi tak lama senyumku langsung terbit ketika mendengar lanjutan ucapannya, “baru calon, doain saja mudah-mudahan dia mau.”

“Cieee…”

“Hahaha.”

Ku lihat dia tertawa mendengar ejekan dari teman-temannya, sedangkan aku hanya bisa tertunduk sambil tersenyum dengan wajah memerah. Jasmin dan Mika menyenggolku dengan senyum menggoda di wajah mereka.

“Anak mana, Yon? Anak sini juga?” tanya Topan yang hanya dijawab senyuman oleh Dion, ku lihat ujung matanya melirikku yang masih berusaha menahan senyum di balik gelas kelapa muda.

“Saha, Yon? Budak kelas 10 atau 11?” (Siapa Yon, anak kelas 10 atau 11?) lagi-lagi Dion hanya tersenyum santai sambil menghabiskan minumannya, membuat teman-temannya termasuk Andra penasaran.

Itulah Dion yang selama ini ku kenal, dia selalu terlihat tenang dan santai, tak banyak bicara, terkesan misterius tapi juga keren dan itu yang membuatku menaruh perasaan padanya. Waktu kelas 10 aku tak begitu memperhatikannya, tapi ketika kelas 11 dan dia sekelas dangan Andra aku mulai memperhatikannya, dan semakin lama semakin aku menyukainya.

Tapi ku tahu bukan hanya aku yang menyukainya, walaupun tak sepopuler Andra, Arya, atau Kak Rio dan Kak Aldo tapi ada beberapa teman seangkatan dan adik kelas yang juga mencoba mencari perhatiannya, dan itu yang membuatku selama ini hanya bisa mengaguminya dalam diam.

Ya, sebenarnya bukan karena itu alasan utamanya, tapi seperti yang telah aku bilang kalau aku sudah dijodohkan, jadi kedua orangtuaku tak mengijinkanku untuk dekat dengan pria manapun. Bukan hanya kedua orangtuaku tapi Andra dan Arya-pun dengan senang hati berperan sebagai bodyguard yang akan siap menendang siapapun yang berusaha mendekatiku.

“Bun, waktu Bunda SMA Bunda pernah suka sama cowok gak?” aku bertanya ketika aku menemani Bunda menyiram tanaman di depan.

“Ya pernahlah.”

“Terus, bunda jadian gak?”

“Hahaha, kenapa? Ada seseorang yang kamu suka di sekolah?”

“Senja cuma nanya saja Bunda,” aku berusaha menghindar dari pertanyaan Bunda.

“Kalau Bunda boleh jujur dulu Bunda pernah beberapa kali pacaran sebelum akhirnya bertemu Ayahmu.” Aku tersenyum mendengarnya, “wajar perempuan seumuranmu mulai suka sama cowok, yang tidak wajar itu kalau kamu sukanya sama cewek.”

“Hahaha.” Aku tertawa mendengar ucapan Bunda membuatku mulai membuka diri walaupun sedikir ragu dan takut, “Bun, kalau misalnya, misalnya ya Bun, ini hanya misalnya saja.”

Bunda tersenyum sebelum akhirnya mengangguk mengerti walaupun matanya menyiratkan kalau Bunda telah mengetahui apa maksudku.

“Hmmm… kalau misalnya ada seseorang yang Senja suka... boleh gak Senja pacaran?” akhirnya aku mengutarakan semuanya membuat Bunda menatapku beberapa saat.

“Kamu tahukan kalau kamu dan Juna sudah dijodohkan dari kecil?”

“Senja tahu, Bun,” jawabku lemah sambil memainkan daun suplir kesayangan Bunda.

“Dan kamu tahu alasan kenapa Bunda, Ayah, Papah dan Mamah menjodohkan kalian berdua?”

“Karena Ayah dan Mamah sudah bersahabat dari dulu.”

“Bukan, itu hanya satu dari banyak sekali alasan kami menjodohkanmu dengan Juna.” Bunda mematikan kran air dan kini menatapku dengan sorot mata penuh kasih sayang khas Bunda.

“Alasan yang paling utama adalah karena kami sangat menyayangimu.”

Aku menatap Bunda sambil berdecak, “Kalau Bunda sayang sama Senja seharusnya Bunda biarkan Senja cari pendamping hidup Senja sendiri.”

Bunda hanya tersenyum mendengar protes dariku, sebelum akhirnya dia kembali berkata sambil memetik daun-daun yang kering dari tanamanya.

“Kamu adalah putri kami yang sangat berharga bukan berati Andra, Arya dan Juna tidak berharga, mereka sama berharganya sepertimu hanya saja kamu lebih instimewa karena menjadi perempuan satu-satunya di keluarga kita.”

Aku tersenyum mendengar perkataan Bunda yang lembut. Menjadi satu-satunya anak perempuan di keluarga ini memang memiliki banyak keuntungan tapi juga kerugian salah satunya adalah sikap mereka yang posesif.

“Sebagai orangtua kami takut kamu akan bertemu dengan pria yang salah karena kami ingin kamu mendapatkan seorang pria yang bisa menyayangimu, mengayomimu, terutama bisa melindungimu disaat kami tak lagi berada di sampingmu, pria yang bisa kami percaya untuk menyerahkan masa depanmu dan juga pria yang bisa membimbingmu bukan hanya urusan dunia tapi juga akhirat.”

Aku terdiam mendengar penjelasan Bunda, baru kali ini aku mengetahui alasan sebenarnya dari perjodohanku dengan Mas Juna.

“Dan pria itu adalah Mas Juna?” Bunda tersenyum kemudian mengangguk menjawab pertanyaanku.

“Iya, dengan Juna di sampingmu kami bisa tenang, terutama Ayah… mungkin kamu tidak tahu tapi Ayah selalu mengkhawatirkanmu, kadang berlebihan memang.”

Kami tertawa menyadari hal itu, Ayah memang sangat posesif terhadapku. Sebenarnya bukan hanya Ayah, tapi Papah Yudha pun 11-12 sama Ayah kalau menyangkutku.

“Bukan hanya Ayah tapi Papah juga.”

“Hahaha, iya… Papahmu juga sama, dia bilang biar Senja sama Juna jadi aku gampang menembaknya kalau dia berani menyakiti putri kita.”

“Hahaha,” aku tertawa mendengarnya, Papah memang seperti itu, dia mendidik Mas Juna, Andra dan Arya dengan didikan ala militer, tapi sangat lembut padaku.

“Jadi sekarang kamu mengerti kenapa kami menjodohkanmu dengan Juna?”

Aku terdiam kemudian mengangguk mengerti.

“Bukan karena kami ingin mengekangmu, tidak… kami hanya menyayangi dan ingin yang terbaik untukmu.”

Aku tersenyum mengerti walaupun jujur belum bisa menerima itu dengan sepenuh hati.

“Jadi sekarang kamu mengerti kenapa selama ini para lelaki di keluarga kita tak membiarkanmu dekat dengan pria manapun?”

Aku hanya mengangguk lemah sambil menatap Bunda yang juga tengah menatapku.

“Kamu harus bisa menjaga dirimu baik-baik bukan untuk kami, tapi untuk dirimu sendiri, untuk masa depanmu, untuk Juna yang akan menjadi suamimu kelak.”

Aku tersenyum mengerti semua alasan dan ucapan Bunda, tapi… aku masih muda! Aku masih ingin menikmati masa mudaku, aku ingin menikmati cinta pertamaku, jadi Bunda maafkan anakmu yang cantik jelita ini.

Bukannya Senja tak mendengarkan Bunda, bukannya Senja tidak berbakti. Senja akan menikah dengan Mas Juna seperti yang Bunda dan Ayah harapkan, tapi untuk saat ini biarkan Senja menikmati masa-masa SMA Senja dengan teman, sahabat dan juga cinta pertama Senja. Biarkan Senja menulis kisah remaja Senja sendiri yang akan menjadi sebuah kenangan di masa depan.

****

Terpopuler

Comments

Lyta Mikaila Gunawan

Lyta Mikaila Gunawan

jdi ksian sma senja....

2022-11-01

0

ohana

ohana

setuju senja.... biar banyak pengalaman 🤗🤗

2022-06-24

1

Sri Wahyuni

Sri Wahyuni

jalani aja senja ....yang penting semangat

2022-06-03

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!