Bab 1

Pernahkah kalian mengalami dijodohkan dengan lelaki yang selama ini sudah kalian anggap kakak sendiri, dengan perbedaan umur 7 tahun?

Jadi ketika kalian masih pakai popok, calon suami kalian sudah bisa gaya pakai celana jeans, ketika kalian masih merangkak calon suami kalian sudah pinter manjat pohon dan main sepeda, ketika kalian baru masuk TK calon suami kalian sudah SMP, dan yang pasti ketika kalian masih senang main masak-masakan calon suami kalian sudah mulai pacaran?

Ya, itulah yang aku rasakan sekarang, ketika usiaku menginjak usia 17 tahun dimana teman-teman yang lain sedang asyiknya menikmati cinta pertama, aku sudah memiliki calon suami yang telah bekerja sebagai pilot, dan panggilan ‘kesayangannya’ kepadaku adalah ‘bayi’.”

Oh! Aku hampir lupa, biar ku perkenalkan diriku… namaku Senja Nafeesa Humaira yang artinya Senja kemerahan yang berharga, kata Bunda dulu zamannya pacaran sama Ayah mereka suka sekali melihat matahari tenggelam dimana langit berwarna kemerahan, alhasil jadilah namaku Senja yang kemerahan, dan tentu saja aku putri mereka yang paling berharga.

Aku memiliki seorang kembaran yang bernama Samudera Kafin Nareswara, yang lahir 10 detik lebih dulu dariku atau lebih tepatnya ‘diangkat’ lebih cepat beberapa detik dariku, dan karena itu dia dipanggil Aa oleh Enin (Nenek) dan Aki (Kakek), dan dipanggil Andra (singkatan dari Aa Samudera) oleh yang lainnya termasuk teman-teman sekolah.

Bukan hanya Andra yang menjadi kembaranku, tapi aku berasa memiliki kembaran lain bernama Satria Adipati Pamungkas yang lahir beberapa jam setelah kami berdua. Dan yang perlu diingat Arya (panggilan Satria) adalah adik dari Arjuna Putra Adipati, lelaki yang dijodohkan kedua orangtuaku denganku, putra sulung dari Mamah Kekey dan Papah Yudha yang sudah seperti orangtuaku sendiri!

Aku mengetahui kami dijodohkan ketika aku kelas 5 SD saat itu Mas Juna yang menjengukku di rumah sakit berkata.

“Kamu harus sembuh, jangan sakit lagi… aku tak mau calon istriku sakit-sakitan.”

Saat itu aku belum mengerti apa yang dia katakan dan hanya menatapnya. Tapi setelah hari itu aku jadi jarang bertemu dengannya, apalagi setelah lulus SMA Mas Juna memutuskan untuk kuliah di Australia dan hanya pulang ke Indonesia setahun sekali itu juga dia sibukkan dengan bertemu teman-temannya, jadi aku paling bertemu denganya hanya beberapa jam saja selama dia berada di Indonesia.

Setelah lulus kuliah dia bekerja sebagai pilot di salah satu maskapai penerbangan international yang berkantor pusat di Sydney dan itu semakin membuatnya jarang pulang, kadang aku merasa kasihan kepada Mamah yang merindukan putra sulungnya itu, begitu juga Bunda yang sudah menganggapnya putra sendiri.

Sedangkan aku, tentu saja itu tak jadi masalah untukku karena dengan begitu aku menjadi bebas menikmati masa mudaku tanpa mengingat kalau aku telah dijodohkan dan itulah yang ingin ku ceritakan sekarang, tentang cinta pertamaku semasa SMA.

Saat ini bersama kedua sahabatku Mika dan Jasmin, aku tengah asik menonton pertandingan basket antar kelas 12.

“Kyaaaa, Kak Rio keren!” teriak Jasmin ketika melihat cowok yang dia sukai mencetak angka membuat para penonton yang kebanyakan adalah perempuan itu bersorak riuh.

“Kerenan Kak Aldo,” ucap Mika sambil berteriak memberi semangat, sedangkan aku… aku sibuk menyisir seluruh lapangan berharap pria yang ku suka ada diantara penonton karena tak mungkin dia berada di dalam lapangan.

“Ada gak, Ja?” tanya Mika dengan mata tetap fokus menatap lapangan, “Ayo, Kak Aldo!” serunya dengan suara lantang di antara teriakan pemberi semangat lainnya.

“Gak ada,” jawabku malas, pertandingan basket ini tak lagi menarik bagiku, “Ke kantin, yuk!”

“Bentar! Bentar lagi udahan nih.”

“Ayo-ah! Kalau nunggu selesai kantinnya nanti penuh.” ku tarik tangan Jasmin yang akhirnya berdiri sambil menarik tangan Mika, perlahan kami mulai meninggalkan lapangan basket walaupun sesekali mereka masih menengok ke belakang sambil berteriak.

“Kak Rio!”

“Kak Aldo!”

“Semangat!”

Aku menggelengkan kepala mendengar teriakan mereka, kedua kakak kelas kami itu memang keren mereka tampan, jago main basket, ramah, juga dari kalangan keluarga berada maka dari itu hampir semua siswi di sekolah kami menyukai mereka.

Tapi aku lebih menyukai seseorang yang terkesan dingin dan cuek, yang suka mengenakan topi hitam, kalau berpapasan denganku dia tak pernah tersenyum atau berusaha menggodaku seperti yang lainnya, tapi ketika ku lihat dia bersama teman-temannya dia akan tersenyum dan tertawa, dan saat itulah aku menyadari kalau dia memiliki senyum dingin yang membuat jantungku berdebar untuk pertama kalinya.

“Ja.”

“Apa.”

Aku berjalan sambil menunduk kecewa karena berharap tadi bisa melihatnya di lapangan basket tapi ternyata tidak ada, dan seharusnya aku tahu itu dia adalah tipe orang yang lebih suka berkumpul bersama teman-temannya sambil bermain gitar daripada nonton pertandingan basket.

“Senja!”

“Apa!” Aku berbalik menghadap kedua teman baikku.

Keduanya memberi tanda dengan kepala mereka ke arah depan.

“Apaan?”

“Itu!” bisik Mika dengan alis diangkat membuatku penasaraan.

“Apaan sih,” ucapku sambil melihat ke arah depan dan seketika jantungku berdetak menggila ketika tak jauh dari kami kulihat dia berada di sana! Ya Allah, dia terlihat keren seperti biasa dengan topi hitamnya, dia tengah tersenyum ketika tanpa sengaja mata kami bertemu membuatku langsung menggenggam tangan kedua temanku dengan kencang.

“Dion! Itu Dion!” bisikku sambil menggenggam tangan kedua temanku dengan sangat kencang.

“Ja… Ja, sakit, Ja!” bisik Mika sambil melepaskan genggaman tanganku.

“Tenang, Ja, tenang… dia ngelihatin kamu tuh,” kali ini Jasmin yang berbisik sambil melepaskan gengaman tanganku.

Aku mengambil napas dalam-dalam berusaha bersikap normal, tapi ya Allah kenapa jadi deg-degan?!

Kami kembali berjalan dan jantungku semakin menggila, sesekali aku menatap ke arahnya yang ku lihat juga diam-diam memperhatikanku membuatku salah tingkah dengan jantung seolah berpacu diatas rata-rata.

Jarak kami semakin dekat, jantungku semakin menggila, jarak kami lebih dekat ku rasa tanganku mulai gemetar, dan kini jarak kami hanya sekitar lima langkah ketika seseorang atau lebih tepatnya dua orang yang merangkulku dari belakang membuat jantungku seolah copot karena terkejut.

“Astagfirullah!” seruku karena terkejut membuat dua orang lelaki itu tertawa, “iiih!” ku pukul keduanya membuat mereka minta ampun sambil tertawa.

“Hahaha.” Andra kembali merangkulku dan berjalan melewati si topi hitam kemudian duduk di kursi persis di belakangnya.

“Ja, nanti pulang sendiri ya,” ucap Andra kembaranku dengan senyum lebar membuatku menatapnya.

“Kenapa?”

“Mau kerja kelompok dulu.”

“Kerja kelompok apaan?”

“Sosiologi.”

“Sosiologi?”

“Iya, tentang hubungan antar manusia terutama antara perempuan dan pria,” jawabnya sambil tersenyum dan mengangkat alis membuatku memutar bola mata karena tahu itu artinya dia mau pacaran dengan Nadia anak 11 IPS 3.

“Ckk…” aku mendelik kemudian menatap Satria yang duduk di samping Andra di hadapanku, “Ya, nanti pulang tungguin ya?”

“Sorry, aku juga mau kerja kelompok.”

“Kerja kelompok apa lagi? Sosiologi juga?”

“Bukan dong… biologi.”

“Biologi? Tugas apaan?”

“Riset tentang pengaruh detakan jantung ketika kita berdekatan dengan orang yang kita sukai.” Dia mengangkat alisnya membuatku kembali memutar bola mata.

“Nanti pesen ojek online saja kalau pulang.”

“Jangan naik taxi sendirian, nanti bisa-bisa kita berdua gak dapat uang jajan.”

Andra mengangguk menyetujui ucapan Satria kemudian berkata,

“Kalau naik angkot cari yang penuh.”

“Kalau penuh aku duduk di mana?”

“Di atas, terus diiket pake tali.”

“Hahaha.”

Semua orang tertawa mendengar ucapan kembaranku yang memang menyebalkan itu.

“Emang dus!” ucapku sambil cemberut.

“Bukan dus, tapi karung sayur,” ucap Satria sambil tertawa kembali membuat semua orang tertawa.

“Hahaha.”

Bukan hanya satu tapi aku seolah memiliki dua orang kembaran yang menyebalkan. Tanpa banyak bicara ku ambil ponselku kemudian menghubungi seseorang.

“Wa’alaikumsalam, Bunda.”

“Ja… Ja!” ku lihat mereka berdua mulai panik, mereka menyilangkan tangan hingga membentuk x dan sekarang giliranku yang tersenyum.

“Bun, Mamah ada di rumah gak?” Aku bertanya sambil menatap keduanya yang kini berusaha merebut ponselku.

“Coklat-coklat!” ucap Andra tanpa suara yang mendapat anggukan setuju dari Satria, membuatku tersenyum penuh kemenangan sambil memasukan kembali ponselku ke dalam saku kemeja seragam membuat keduanya menganga.

“Jadi tadi bohong?”

Aku mengangguk sambil tersenyum penuh kemenangan menjawab pertanyaan Andra.

“Pokoknya coklat yang gede, ok! Kalau tidak, aku akan benar-benar menghubungi Bunda atau Mamah.”

Ku lihat Andra dan Satria menghela napas tanda menyerah membuatku tersenyum lebar. Mereka berdua memang menyebalkan, tapi sepertinya aku juga menyebalkan bagi mereka.

*****

"Trio S" jadi pemenang Votingnya dengan perolehan suara cukup jauh, jadiii... selamat membaca SENJA UNTUK ARJUNA, mudah"an suka ya, sama seperti kisah orangtua mereka.

Love

A.K

Terpopuler

Comments

Susi Susilawati

Susi Susilawati

baca yg k 2 kali,lg kangen soal nyA ma trio 's' 🤭

2023-11-11

0

sherly

sherly

masa paling indah ya SMA...

2023-08-19

0

Oma Yoma

Oma Yoma

wahh, Juna umur 24th udh jadi pilot...🤩😍

2023-05-12

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!