Bab 15

“Dulu Ayah sama Bunda paling suka melihat sunset kaya gini.”

“Masih pacaran?” tanyaku sambil merangkul lengan Bunda dan bersandar di bahunya.

“Iya.”

“Dulu di Anyer ya, Ga,” ucap Papah yang membuat Ayah tertawa sambil mengangguk.

“Iya, di Anyer sama mereka juga tuh.”

“Iya, tapi tiba-tiba mereka berdua ngilang gak tahu kemana.” Mamah berkata membuat Ayah dan Bunda kembali tertawa.

“Hahaha.”

“Waktu itu Papah sama Mamah sudah nikah?” Aku bertanya penasaran.

“Sudah, kita baru nikah berapa bulan ya? Tapi waktu itu Mamah kalian belum hamil Juna.”

“Dulu Ayah atau Bunda duluan yang suka?” tanya Arya.

“Ayah.”

“Bunda.”

Jawaban mereka berdua berbeda membuat keduanya mulai berdebat.

“Nih ya, dulu Ayah kalian itu sok jual mahal gitu.”

“Hahaha, siapa yang jual mahal?” protes Ayah.

“Dia bilang tidak mau pacaran sama teman sekantor, tapi waktu Bunda mau tinggalin tugas ke Jakarta, baru deh dia nangis-nangis minta Bunda jangan pergi.”

“Hahaha, benar, Rin, kita saja sampai pusing ngasih tahu dia kalau sebenarnya dia tuh suka sama kamu tapi dia tidak mau ngaku.”

“Hahaha, iya sampai sok-sok mau jadian sama cewek lain segala.”

“Waktu itu kan masih muda, masih galau.” Ayah berusaha membela diri dari serangan Bunda, Mamah, dan Papah.

Kami semua tertawa mendengarkan cerita muda mereka, bagaimana Papah mendapat julukan Romantic Latnan dari para netizen ketika membela Mamah di sosial media, dan kami kembali tertawa terbahak-bahak ketika Bunda mengatakan kalau Ayah sempat jadi netizen alay yang sampai perang status hanya untuk menjauhkan pria yang menyukai Bunda.

“Ayah sama Papah itu cinta pertamanya Bunda sama Mamah bukan?” tanyaku penasaran.

“Hahaha, bukanlah.” Mamah dan Bunda menjawab serempak.

“Mamah sama Bunda juga bukan cinta pertamanya Papah sama Ayah?” Arya bertanya penasaran.

“Bukan, Mamah pernah bertemu sama semua mantan Papah kalian.”

“Waaah yang benar, Mah?” Andra bertanya membuat Papah tertawa dan mulai menceritakan bagaimana Mamah menghadapi semua mantan-mantan Papah karena dia cemburu.

“Itu membuktikan bagaimana Mamah kalian ini sangat mencintai Papah,” ujar Papah sambil tertawa bangga.

“Eh! Tapi jagan salah ya, Papah yang selalu nempeeel terus sama Mamah. Ayah kalian nih saksinya bagaimana cinta matinya Papah sama Mamah benarkan, Ga?”

“Gak ikutan aaah!” seru Ayah mencari aman membuat Mamah memukul lengannya.

“Hahaha.”

“Jadi kapan cinta pertama Ayah sama Papah?” tanya Andra.

“Hmm… SMP,” jawab Ayah.

“Sama, SMP.”

“Kalau Mamah SMA.”

“Bunda juga SMA.”

“Tidak penting siapa cinta pertama kami yang penting siapa yang menjadi cinta terakhir kami,” ucap Papah sambil merangkul Mamah yang mendapat anggukan setuju dari Ayah yang juga merangkul Bunda. Melihat mereka memang bikin iri deh, mereka tetap seperti itu walaupun sudah lebih dari 20 tahun menikah.

“Kalau menurut Ayah kalian, cinta itu dibagi tiga tahap, apa saja, Ga?”

Ayah tertawa mendengar ucapan Papah.

“Cina monyet ya buat seumuran kalian bertiga ini, cinta orang utan kalau kadar cintanya sudah lebih tinggi, dan kalau seperti kami ini sudah cinta kingkong kadar cintanya sudah lebih besar lagi.”

“Jadi kami boleh dong merasakan cinta monyet?” tanya Arya sambil tersenyum lebar begitu pula aku dan Andra.

“Kalian?”

“Senja juga?”

Aku mengangguk-anggukan kepala sambil tersenyum malu.

“Memangnya ada cowok yang kamu suka?” semua orang kini menatapku curiga melupakan Arya dan Andra.

“Senja cuma bertanya saja,” jawabku berusaha menghindar, “Boleh gak?”

“Gak boleh!” seru Ayah dan Papah berbarengan membuatku cemberut.

“Kalau kamu suka sama cowok bawa ke rumah.”

“Iya, dia harus lolos dari seleksi kami dulu.”

“Yaaah, kalau gitu mah gak bakalan ada yang lolos dari Ayah sama Papah.”

“Hahaha.”

Semua orang tertawa, Mas Juna bahkan mengacak-acak rambutku sambil berkata, “Bayi itu tidak boleh pacaran.”

“Curang! Waktu Mas Juna SMA aku pernah lihat Mas Juna…” membekap mulutku sambil tertawa.

“Pokoknya bayi tidak boleh pacaran.”

“Kalau Arya sama Andra?” mereka kembali bertanya membuat para orangtua menatap mereka berdua, diam beberapa saat.

“Yang pasti Senja tidak boleh!” tegas Papah membuat Andra dan Arya tos dan aku hanya cemberut.

“Gak adil,” protesku.

“Sayang, memangnya ada cowok yang kamu suka?” tanya Bunda membuatku tersenyum.

“Siapa?!” tanya Ayah, Papah, Mas Juna, Andra dan Arya berbarengan.

“Tidak,” jawabku setelah melihat wajah kelimanya.

“Dion ya?” tanya Andra curiga.

“Dion siapa?”

“Anak mana”

“Teman sekolah kalian?”

Tanya Ayah, papah dan Mas Juna membuatku semakin mengkerut.

“Bukan!”

“Terus siapa?” kali ini Arya yang bertanya.

“Gak ada, aku kan tadi bilang kalau.”

“Sayang, bukannya kami melarangmu memiliki kekasih, tapi kamu ingatkan apa pesan Eyang sebelum meninggal?”

Aku terdiam kemudian mengangguk mengerti kemana arah perkataan Mamah, dan itu adalah soal perjodohanku dengan Mas Juna. Ku lihat Mas Juna juga kini terdiam sambil menunduk.

“Senja masih ingat kok tentang perjodohan dengan Mas Juna, tapi… kenapa harus Mas Juna?”

Para orangtua telihat saling memandang sebelum kembali memandangku.

“Memangnya Juna kenapa?” tanya Papah.

Aku menghela napas sebelum menjawabnya.

“Mas Junakan… tua,” jawabku membuat mereka terdiam beberapa saat kemudian tertawa.

“Aku tak setua itu!” Protes Mas Juna.

“Kenapa tidak sama Arya saja?” tanyaku tak menghiraukan Mas Juna.

“Gak mau! Kamu itu lebih tua dari aku.”

“Cuma beberapa jam doang, coba bayangin aku sama Mas Juna bedanya 7 tahun!”

“Aku gak mau nikah sama cewek yang lebih tua walaupun itu cuma beberapa jam.”

“Hahaha, Papah sama Mamah bedanya 5 tahun.”

“Masih banyakan Senja sama Mas Juna.”

“Masih banyak yang bedanya lebih jauh lagi umurnya dari kalian.”

“Tapi kan curang, Mas Juna pasti sudah sering pacaran masa Senja tidak boleh, lagian nih ya… tadikan Papah sama Ayah bilang tak penting siapa cinta pertama itu tapi yang penting adalah siapa yang menjadi cinta terakhir nanti, jadi tak penting siapa yang jadi pacar Senja sekarang kan nikahnya tetap saja sama Mas Juna.”

Para orangtua saling pandang membuatku tersenyum karena tahu mereka kini telah kalah, tapi yang namanya orangtua mana mau mengaku kalah sama anaknya.

“Pokoknya tetap gak boleh!” seru Ayah yang mendapat anggukan dari Papah sebelum tiba-tiba mereka menyuruh kami masuk dengan alasan sebentar lagi magrib.

Aaaah... curangkan!!!!

Setelah makan malam kami berempat ngantri minta ponsel dan langsung kembali keluar sibuk dengan ponsel masing-masing. Andra dan Arya sudah pasti langsung chatting dengan Nadia dan Sophi pacar mereka, begitu juga Mas Juna yang langsung menghubungi seseorang menggunakan bahasa inggris dan pergi menjauh dari kami bertiga, sedangkan aku, tentu saja aku menghubungi Dion yang ternyata sedang liburan ke Jepang bersama keluarganya.

Ini bukan pertama kalinya kami membicarakan perjodohan ku dengan Mas Juna, dan selalu seperti ini, aku tak pernah merasakan apapun. Seolah itu adalah pembicaraan biasa mungkin karena aku mengetahuinya dari kecil jadi aku sudah terbiasa dengan hal itu.

Awalnya perjodohan ini hanya karena ucapan iseng Ayah dan Bunda kepada Papah dan Mamah, mereka mengatakan kalau punya anak perempuan mereka akan menjodohkannya dengan Mas Juna dan ternyata aku lahir jadilah perjodohan itu menjadi kenyataan.

Dan sempat dibatalkan ketika Mas Juna mulai remaja tapi Eyang yang menyayangiku layaknya cucu sendiri dan paling menyayangi Mas Juna karena cucu pertama, dia menginginkan perjodohan itu terus terlaksana.

Saat Eyang sakit Mas Juna yang sedang kuliah di luar negri sampai pulang ke Indonesia untuk melihat kondisi Eyang, waktu itu aku masih SMP. Aku masih ingat Eyang menggenggam tangan kami sambil berkata.

“Jaga Senja dengan baik.” Mas Juna mengangguk membuat Eyang tersenyum.

“Eyang titip Arjuna.” kali ini aku yang mengangguk sambil menahan tangisku karena sedih melihat Eyang yang terlihat lemah.

“Eyang yakin Senja tercipta untuk Arjuna… Eyang akan selalu mendoakan kebahagian kalian berdua.”

Dan karena permintaan Eyang juga akhirnya Papah dan Ayah kembali setuju untuk menjodohkan kami berdua.

Untuk saat ini aku mungkin belum bisa memberikan hati dan perasaanku kepada ‘calon suamiku’ itu selain perasaan sebagai seorang kakak. Dan aku juga tahu kalau saat ini Mas Juna hanya menganggapku tak lebih dari seorang adik yang dia sayangi. Aku juga tahu kalau saat ini dia memiliki seseorang yang dia cintai, tapi kita tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan.

Mungkin saja perjodohan ini sudah tertulis di surga atau hanya sebatas awan dan akan tertiup angin kemudian menghilang, aku tak tahu… yang aku tahu saat ini aku hanya ingin menikmati masa mudaku seperti teman-temanku, aku tak ingin menyesalinya nanti.

Mungkin juga saat ini Mas Juna sedang menikmati masa-masa mudanya seperti aku, atau mungkin juga saat ini dia telah menemukan cinta dengan kadar orang utannya? Aku tak tahu, tapi yang ku tahu saat ini aku sedang menikmati cinta pertamaku.

****

Terpopuler

Comments

RR.Novia

RR.Novia

Felling kuat nih andra😁

2024-03-24

0

ohana

ohana

backstreet nja , ketauan paling dikurung, tp kan dah merasakan 😀🤣🤣

2022-06-24

0

Mammy Dee

Mammy Dee

🤣🤣

2022-06-09

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!