Bab 17

Ku tatap atap kamarku kemudian menggeram marah sambil menutup mata menggunakan bantal ketika mengingat pemandangan tadi di kantin. Setelah diam dalam posisi itu selama beberapa saat akhirnya aku duduk dengan tekad kuat.

Ku ambil box dan mulai memasukan barang-barang pemberian Dion, tapi ketika aku akan membuka cincin perak pemberiannya aku merasa berat dan akhirnya aku menjadikan cincin itu sebagai liontin. Ku tutup box itu memasukannya ke bawah tempat tidur, dan membuang napas dengan puas, dan bertekad kalau mulai hari ini aku memutuskan cinta pertamaku telah benar-benar berakhir!

Keesokan harinya aku memutuskan untuk bersikap biasa dan berusaha menerimanya sebagai teman seperti yang lainnya, toh selama ini tidak ada yang mengetahui tentang hubungan kami.

Tapi ternyata itu sangat sulit!

Aaahhh… aku masih akan sakit hati ketika melihatnya bersama dengan Tyas yang seolah mereka tak terpisahkan, apalagi dengan sifat Tyas yang berani seperti itu membuatku akan melihat mereka bersama-sama dimana saja termasuk di kelas, bahkan ketika kerja kelompok.

Yap! Gita dengan percaya dirinya memasukannya menjadi bagian dari kelompok belajar kami, seperti saat ini kami sedang mengerjakan tugas biologi di rumah Gita, dan Tyas ikut bergabung walaupun berbeda kelas.

Mereka semua tertawa menggoda Tyas dan Dion sedangkan aku… aku tetap fokus mengerjakan tugas berharap ini akan cepat selesai jadi bisa pulang lebih cepat.

“Dion mah dulu pura-pura jual mahal, eh tahu-tahu jadian juga,” ucap Gita membuat semua orang mengiyakan sambil tertawa.

“Tyas gitu lho.”

“Hahaha.”

“Lagi hangat-hangatnya tuh kaya martabak manis,” ujar Arya membuat yang lain tertawa.

“Maklum baru sebulan, nanti tunggu tiga-empat bulan.”

“Hahaha, mulai deh ribut-ribut,” ujar Gita yang membuat semua orang kembali tertawa.

“Iya benar, sekarang mah keman-mana serasa dunia milik berdua, nanti mah mulai deh rindu saat masih jomblo.”

“Engga dong, benarkan, Sayang,” ucap Tyas sambil merangkul Dion membuat semua orang kembali menggoda mereka dan aku dengan dada terbakar semakin giat mengerjakan tugas.

“Mau gantian?” tanya Dion setelah beberapa saat membuatku menatapnya.

“Gak usah!” jawabku dengan ketus, membuatnya kembali terdiam.

“Maaf,” bisiknya membuatku terdiam berhenti mengerjakan tugas.

“Maaf kenapa?”

“Karena dia ikut ke sini.”

“Itu hakmu, bukankah itu yang kamu mau? Memperlihatkan hubunganmu dengan kekasihmu kepada semua orang… seperti sekarang.”

Kami terdiam dan aku kembali mengerjakan tugas kami, aku memang telah bertekad akan memperlakukannya sebagai teman seperti yang lainnya, tapi itu terlalu sulit. Bagaimanapun hubungan kami berakhir bukan karena sudah tidak adannya rasa sayang di antara kami atau karena salah satu dari kami berkhianat, tidak! Semua berakhir karena kepengecutanku yang tidak berani untuk memberitahu kepada semua orang tentang hubungan kami.

“Tapi kalau boleh aku meminta tolong.” Kami saling tatap beberapa saat dan, ya Tuhan jantungku masih berdebar dengan melihatnya seperti ini, “tolong setidaknya jaga perasaanku.”

Dia terdiam menatapku, dan aku tak sanggup lagi untuk menatapnya lebih lama lagi ku palingkan wajahku kemudian memasukan buku ke dalam tas.

“Sudah selesai nih!” seruku membuat semua orang menatapku, “tinggal di print terus dijilid.”

“Waaah, Senja, hebat.”

Aku hanya tersenyum mendengar ucapan Fahmi.

“Ya, pulang yuk!” aku berdiri mengajak Arya pulang.

“Pulang sekarang?”

“Iya, sekarang!”

Arya menatapku dan menyadari ada yang salah denganku membuatnya tak berani membatah dan akhirnya kamipun pulang.

Sepanjang perjalanan aku hanya terdiam memeluk pinggang Arya dengan kepala direbahkan di punggungnya, hatiku masih terasa sakit mengingat kedekatan Dion dan kekasih barunya. Sesampainya di rumah aku langsung masuk ke kamar tak menghiraukan Andra yang duduk di teras depan.

Di dalam kamar aku langsung menangis sambil tengkurep di atas kasur. Ini adalah pengalaman pertamaku patah hati dan ini terlalu menyakitkan untukku.

Entah berapa lama aku menangis tapi kini dadaku menjadi sedikit ringan tak berat seperti tadi lagi. Terdengar ketukan dari pintu dan suara Andra yang memanggil namaku.

“Apa?” tanyaku ketika membuka pintu, Andra menatapku beberapa saat kemudian berkata.

“Ganti baju dulu, Arya nunggu kita di gazebo.”

“Aku lagi malas, kalian berdua saja.”

“Gak ada penolakan! Cepat ganti baju, aku tunggu.”

Dengan malas akhirnya aku ganti baju dengan celana pendek dan kaos, kemudian berdua Andra pergi ke rumah sebelah dimana Arya sudah menunggu kami di gazebo belakang dengan berbagai macam kue dan juga es krim.

“Kita pesta!” seru Arya, tapi aku hanya duduk dengan wajah cemberut tak semangat. Dengan malas aku mulai makan es krim, begitu juga Andra dan Arya.

“Aku sudah putus sama Nadia,” ucap Andra membuat kami menatapnya, sedangkan dia terlihat santai menyendok es krim dan memakannya.

“Kapan?” tanyaku.

“Minggu kemarin,” jawabnya santai tapi bisa ku lihat dia menghela napas berat.

“Aku juga sudah putus sama Sophi… hampir sebulan yang lalu.” Arya berkata sambil tersenyum dan memakan keripik singkong.

“Kenapa kalian putus?” tanyaku sambil menyendok es krim.

“Hmm… tidak ada alasan khusus,” jawab Andra yang mendapat anggukan dari Arya, “Untuk seumuran kita kadang alasan-alasan klise seperti ingin fokus belajar, gak boleh pacaran sama orangtua menjadi alasan standar.”

“Iya, kadang kita merasa jenuh dengan hubungan, jadi ya akhirnya mencari alasan untuk berpisah, bahkan yang tidak adapun kadang kita ada-adain”

“Hehehe… iya.”

“Kalian tidak sedih?” Aku bertanya sambil membuka plastik biskuit keju dan memakannya.

“Awal-awal pasti merasa sedih dan kecewa apalagi kalau kita masih sayang sama dia.”

Andra mengangguk setuju dengan ucapan Arya.

“Terus karena kita satu sekolahan kadang kita harus melihat mantan kita jalan atau jadian sama cowok lain.”

“Cowok barunya itu teman kita lagi.” Andra melanjutkan perkataan Arya yang mengangguk-anggukan kepala.

“Tapi kayanya semua anak seumuran kita pernah merasakannya.”

“Iya, putus nyambung untuk anak seumuran kita ini adalah hal yang biasa… jadi ya, nikmati saja anggap saja proses pendewasaan diri.”

“Hahaha… benar, Dra, belum pernah merasakan jatuh cinta atau patah hati saat SMA itu rugi.”

“Hahaha… benar.”

Kami terdiam beberapa saat sebelum akhirnya Andra berkata.

“Jadi… tenang saja, Ja, kamu pasti bisa melupakannya.”

Aku terbelalak menatap Andra dan Arya bergantian.

“Kalian tahu?”

Mereka mengangguk.

“Awalmya kita hanya curiga, tapi melihat reaksimu tadi di rumah Gita aku jadi yakin.”

Tiba-tiba saja aku merasa marah melihat keduanya.

“Seharusnya kalian bilang kalau kalian tahu, jadi setidaknya aku tak perlu sembunyi-sembunyi selama ini!”

“Kita hanya curiga, Ja.”

“Lagian selama ini kamu selalu menyangkal kalau cowok yang kamu suka itu Dion.”

“Iya, seharusnya kamu jujur saja sama kita berdua.”

“Bagaimana aku mau jujur kalau selama ini kalian seperti tidak menyukai aku dekat dengan siapapun, termasuk Dion.”

Mereka berdua terdiam.

“Kami memang tidak menyukainya, tapi kalau kamunya suka ya kita mau gimana lagi,” ucap Andra mendapat anggukan dari Arya.

Mendengar itu aku hanya bisa membuang napas berat, iya ini memang salahku juga seharusnya minimal aku memberitahu mereka karena aku yakin mereka akan selalu berada di sisiku.

“Jadi berapa lama kalian pacaran?” tanya Andra membuatku tersenyum.

“Lima bulan.”

“Lima bulan?” mereka menatapku dengan mata terbelalak tak percaya.

“Iya, lima bulan, hehehe…”

Andra dan Arya kini mentapku dengan curiga.

“Apa kalian pernah…”

“Pernah apa?”

“Kissing...”

“Apaan sih! Belumlah!”

“Alhamdulillah!” seru keduanya sambil mengelus dada, membuatku menatap mereka kesal.

“Apa kalian pernah?” kini aku yang bertanya penasaran membuat mereka tersenyum, “Kapan? Nadia sama Sophi first kiss kaliankan?”

“Hahaha… bukan dong.”

“Hah!”

Mereka berdua tertawa dan mulai menceritakan kisah kasih mereka termasuk kapan mereka pertama kali pacaran, sesekali kami akan tertawa, kemudian aku akan menjerit sambil bertawa ketika mendengar kisah cinta monyet mereka.

Mereka adalah saudaraku, ada kalanya kami bertengkar karena hal sepele, ada kalanya kami iri satu sama lain, tapi bagaimanapun mereka adalah saudara yang selalu ada di sampingku, melindungi dan menjagaku, membuatku tertawa ketika aku sedih dan membantuku berdiri ketika aku terjatuh.

Mereka adalah saudaraku, juga malaikat pelindungku yang Allah turunkan untuk menemani dan menjagaku.

*****

Terpopuler

Comments

Alea

Alea

Senja hebat,nggak nangis waktu ngomong gitu ke Dion

2023-10-13

0

De'Ran7

De'Ran7

kalo aku jadi senja mah..udah pindah aku.mau kos sendiri biar bebas dari beban😑

2022-10-19

0

ohana

ohana

enjoy aja .... ntar jadinkenangan n buatbcerita

2022-06-24

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!