Meskipun tadi sudah tidur, namun tak sulit bagiku untuk tidur lagi. Sudah dua malam tidur tidak nyenyak karna kedinginan. Aku bangun tidur Mak sudah memulai aktifitas didapur memasak menu makanan untuk berbuka puasa. Tak lupa membuat nutrijell pesananku, tak perlu menu sepesial. Keluargaku saat berbuka puasa yang paling penting ada es teh. Meskipun hari hujan pun es teh selalu tersedia, merasa ada yang kurang kalo tidak minum es teh, sekalipun diganti dengan es yang lain. Es campur atau es cendol misalnya, atau es yang lain.
"Mau masak apa mak?" Ku memasuki dapur untuk membantu memasak. Namanya perempuan bukankah harus pandai memasak? Harus belajar dari kecil.
"Mau gulai jengkol. Bapakmu tadi dari ladang bawa jengkol." Meniriskan jengkol yang sudah direbus dan siap digeprek sebelum dimasak.
"Mantab tu." kegirangan dan mengambil alih pekerjaan ibu untuk menggeprek jengkol. Biarkan ibu yang menyiapkan bumbu atau memarut kelapa. Karna kalo mau membutuhkan santan harus memetik sendiri, mengupas, bahkan memarutnya sebelum diambil santan.Semua dilakukan sendiri. Meskipun tersedia santan kemasan atau santan bubuk, tapi ibu tidak suka untuk memakainya. Selain harganya mahal juga rasanya lebih nikmat hasil perasan santan sendiri.
"Tapi tak apakah puasa-puasa makan jengkol? "Karna kalo makan jengkol pasti baunya tak enak bukan?
"Ora popo. Malah bikin semangat makan, selalu banyak makan kalo sama jengkol ni." Semua keluargaku memang suka dengan makanan satu itu.
"Kemaren tu Lisa ngabarin kalo suruh jemput. Tapi kakakmu suruh jemput masih bantuin orang bikin tenda, ditambah ada mobil yang rusak sedangkan disini tak tersedia bengkel mobil. Bengkel motor aja jarang." Cerita ibu yang menjelaskan kenapa tak langsung dijemput kemaren. Kirain karna Lisa lupa menyampaikan pesan.
"Trus siapa yang bantuin benerin tu mobil." Tak mungkin kan didorong sampai ada bengkel diluar desa? Mau berapa banyak orang yang berpartisipasi.
"Ya kak Adam . Alhamdulillah baru bentar ikut belajar dibengkek mobil sudah bisa benerin mobil mogok. Kan memang yang dia pelajari tentang mesin." Seorang ibu selalu bangga jika bercerita tentang keberhaailan anaknya. Begitu juga ibuku. Dia seakan ingin mengatakan kalo kak Adam meskipun tak sekolah tapi tetap bisa meraih impiannya. Aku hanya mengangguk takzim.
"Trus kenapa jadi semua baru jemput hari ini?"
"Ya kan pada bantuin bikin tenda."Alasan aja. Emang selama apa sih bikin tenda? Namanya bikin tenda dari terpal yang dibentangkan dengan kayu penyangga. Pastilah lama bukan? Bukan memakai tenda yang siap didirikan seperti para pekemah.
"Kenapa harus bikin tenda sih? toh rumahnya masih aman tanpa ada yang runtuh." Rumah disini rata-rata masih berbahan papan dan kayu jadi aman, meskipun ada gempa tak akan roboh. Dalam satu desa masih bisa dihitung dengan jari rumah yang sudah bermaterial semen dan bata.
"Eh rumah robohnya sih nggak. Tapi waktu ada gempa sore hari beberapa genteng jatuh, disusul gempa pagi hari hampir seperempat genteng jatuh sebagian masih bagus tapi lebih banyak yang pecah. Meskipun rumah tak roboh kalo tertimpa genteng lumayan juga lah." Sahut ibu dengan nada agak tinggi.
Aku melupakan tentang atap rumah yang berbahan genteng. Dulu membangun rumah memilih genteng daripada seng karna biar nggk panas saat terik matahari, tak masalah meskipun harus membutuhkan kayu yang lebih banyak. Dan mayoritas disini rata-rata atapnya sama.Tapi berbahaya juga ternyata kalo ada gempa.
"Iya sih. Tapi ini sudah lengkap lagi." Ku perhatikan atap rumah tak ada yang bolong.
" Sudah diganti sama bapak. Untung masih ada cadangan untuk mengganti yang pecah " Meskipun dapat musibah masih tetap ada untungnya bukan? Yah apapun yang terjadi harus bersyukur.
"La bapak belum pulang?" Dari tadi aku belum melihat bapak. Bahkan kak Adam juga setelah mengantarku pulang sudah tak nampak lagi batang hidungnya sampai sekarang. Pada nggk betah tinggal dirumah.
" Sudah pulang tadi. Sekarang bantuin narik mobil. Ada mobil terperosok dipertigaan jalan." Ya aku tahu dipertigaan yang dimaksud, ada sedikit turunan disisi jalan namun tidak curam.
"owh." Tanpa terasa tugasku mengurus jengkol sudah selesai. Dan ibu pun mengupas kelapa juga sudah selesai siap memarutnya. "Ini sudah selesai." Memperlihatkan tempat yang ku pakai sebagai wadah makanan berbau menyengat itu.
" Ya udah kamu gantiin ini. Mae tak bikin bumbu."Memindahkan tugasnya padaku dan mulai mengambil bumbu yang akan ditumbuk." Tu sudah asar." Ya aku dengar Adzan berkumandang dari mushola tak jauh dari rumah. Dan ibu meminta agar bergegas agar tidak kesorean.
"Mak ...." Panggil si kecil yang baru bangun tidur, selalu Mak yang pertama dicari. Ya itu sudah kebiasaan, bahkan berlaku juga untuk semua anak emak. Selalu Mak yang pertama dicari, mau baru bangun tidur ataupun saat baru pulang dari bepergian. Tapi bukan berarti kami tak sayang sama bapak ya!
"Sini, Nak. Mamak dibelakang." Jawab Mak saat Eli memanggil.
Setelah memarut kelapa aku melanjutkan membantu itu untuk menyapu sambil bermain dengan Eli, sedangkan mamak masih membuat beberapa camilan untuk berbuka nanti ,juga mencuci piring. Dan bapak juga sudah pulang setelah sholat asar dimushola dan istirahat dirumah sambil menunggu waktu berbuka yang masih lama dan bercerita tentang aksinya bersama para bapak-bapak yang lain menarik mobil yang salah jalan. Kalo kak Adam entah main kemana. Sampai sekarang belum juga pulang.
Waktu terus berlalu. kini aku menikmati berbuka puasa dirumah bersama keluarga lengkap. Menikmati masakan emak meskipun dengan menu seadanya tetap menjadi masakan terenak dilidahku. Masakan yang selalu kurindukan dimana pun aku berada.
Setelah berbuka dan makan bersama keluarga kami berangkat kemushola untuk sholat tarawih. Jamaah musholla jadi penuh karna ketambahan beberapa pengungsi. Katanya awal ada gempa lebih banyak lagi, dan sekarang sebagian besar sudah pulang kembali kekediamannya masing-masing. Karna sudah ada peringatan tak ada kemungkinan terjadi tsunami. Jadi tak perlu ada yang dikhawatirkan.
"Sil, baca duluan." Setelah selesai sholat tarawih berjamaah, kami terbiasa tadarusan atau membaca Qur'an bergilir dengan menggunakan pengeras suara Mushola. Namun yang mengikuti tadarusan hanya pemuda dan pemudi asli sini.
"Yang besar duluan lah." Protesku tak terima. Biasanya juga jadi rebutan untuk mendapat giliran membaca lebih dulu.
"Ya udah. Urutan dari sebelah kanan." Seseorang yang duduk diujung meja mengajukan diri. Mana lah sebelah kanan? Kami Lo duduk melingkar mengelilingi meja panjang sebagai tempat Al-Qurannya. Tapi biarlah apa katanya.
Namun tak ada yang protes dan memulai membaca Qur'an bergilir. Terserah sesuai keinginannya mau membaca berapa ayat atau berapa halaman.
Entah perasaanku aja dan aku yang kegeeran atau memang kenyataannya. Aku merasa pemuda yang duduk didepanku dari tadi memperhatikanku aja. Hingga aku melihat diriku sendiri dikaca jendela yang memantulkan bayanganku. Melihat apakah ada yang aneh? tapi aku tak mendapatkan keanehan apapun.
Kini aku mendapatkan giliran membaca. Dan aku merasa dia masih memperhatikan ku. Namun aku tetap fokus membaca. Apalah menariknya anak kecil seperti aku untuk diperhatikan? Mungkin dia lagi banyak masalah dan lagi melamun, kebetulan aja matanya melihatku.
"Gini Lo baca Qur'an tu. Nggk macet-macetan." Komentar orang yang disamping. Karna yang sekolah dipondok baru aku yang baca.
Sungguh meskipun aku masih kecil dan baru dua bulan sekolah dipesantren. Namun aku disana hanya berinteraksi dengan perempuan, dan sangat dibatasi untuk interaksi dengan lawan jenis. Membuatku rada grogi duduk bersebelahan dengan laki-laki, meskipun pemuda yang umurnya jauh diatasku.
"La dia tiap hari kerjaanya cuma pegang Al-Qur'an." Jawab orang yang didepanku. Aku mengabaikannya dan tetap membaca Alqur'an. Meskipun aku tak nyaman dengan tatapannya. Namun merasa enggan untuk menegur. Takut menyalahi aturan tatakrama pada yang lebih tua.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
😎 ȥҽɳƙαɱʂιԃҽɾ 😎
9 😄
2021-09-14
0