Bab 4

"Namanya sumur dipinggir sawah." Jawab ukhti Yanti santai. Tak merasa bersalah telah membawa kami pada air yang berwarna seperti ini. Warna coklat seperti air teh, mirip banget dengan air sumur diladang gambut.

"Mau mbk mandi dengan air berwarna begini?" Tanyaku ragu pada mbk Rahma dan mbk Ulfa yang masih santai meletakkan ember dan menata pakaian ganti ditempat yang lebih tinggi agar tak kena air.

"Dari pada nggk mandi." Jawab mbk Ulfa acuh. Meskipun aku sering mandi di sumur , tapi airnya tak seperti ini. Meskipun sumur tempat kami mandi menuruni turunan yang curam dan juga tak jauh dari sawah,Tapi airnya bersih layak untuk dimasak untuk minum.

"Nggk papa. Mandi aja, gosok giginya nanti disana."Timpal mbk Rahma malah sudah melepas baju siap mandi, dengan memakai rok yang tadi dipakai sebagai basahan untuk mandi. Dasar orang besar santai kali mandi pake air coklat begini.

"Nggak nggk kalo bikin tambah hitam, nggk tiap hari juga mandi disini." Goda ukh Yanti sambil sedikit mencibir.

"Tau lah disini aku yang paling hitam." Jawabku dengan senyum masam. Meskipun aku tahu itu cuma bercanda.

"Udah cepetan mandi. Keburu magrib Lo." Ucap Lisa , agar kami bergegas mandi. Waktu sudah mulai petang, padahal aku dari kemaren sudah dinasehati ibu. Agar nggk berat cuci bajunya, setelah mandi langsung cuci sekalian. Baru sehari dipondok sudah molor waktu mandinya, nth sempat atau tidak cuci baju ganti.

"Iya." Sungutku mulai bersiap untuk mandi. Aku bukan orang yang lama dalam urusan mandi, yang bikin lama itu main air saat mandi, sambil bercerita dengan kawan mandi atau sambil menghayal jika mandi sendiri.

Kini aku mandi cepat, dan ku sempatkan mencuci baju yang aku pakai, menggunakan tangan tanpa sikat. Tak peduli bersih atau tidak yang penting tak bau keringat aja, dan dikasih pewangi agar tak bau. Padahal jika pakai pewangi tak langsung kering malah tambah bau. Mana aku tau dan peduli?

Semua sudah selesai mandi dan ganti baju siap pulang. Matahari sudah hampir tenggelam, suasana sudah mulai temaram. Kami menaiki undakan tanah dengan cepat, tak berani menoleh kanan atau kiri.

"Kamu duluan." Dorong mbk Rahma badanku. Karna semua tahu aku bukan orang yang penakut. Rumahku pun terletak paling ujung perbatasan dengan pemakaman umum. Hanya terpisah dengan jalan. Tapi tetap beda melewati makam dengan melewati rumah tua terbengkalai dan tak terawat.

"Yang lebih besar seharusnya yang duluan." Protesku, tapi tak pindah tempat jalan, tetap jalan didepan dengan cepat. "Hati-hati yang belakang sendiri." Ucapku mencoba menakuti. Padahal sebenarnya bulu kudukku juga berdiri, namun ku coba terlihat tenang.

Karna ucapanku tadi, yang lain malah berlari saat melewati rumah kosong yang terlihat menyeramkan disore hari. Akhirnya aku yang jadi terakhir, segera ku berlari mengejar yang lain.

"Nggk ada apa-apa yo." Ucapku setelah sampai dipinggir jalan sambil ngos-ngosan setelah berlari.

"Gitu juga lari." Ledek mbk Rahma sambil tertawa, Yang lain masih menormalkan pernapasan setelah berlari.

Setelah sampai menyimpan peralatan mandi dan menjemur pakaian di tambang yang sudah terbentang memanjang. Aku bersiap untuk kemasjid sholat berjamaah.

Setelah magrib kami mengaji berkelompok lagi sesuai kelas, namun sudah tak seramai ba'da asar karna kini yang mengaji hanya santri. Santriwati dan santriwan yang kurang lebih berjumlah 50 orang, murid baru dan lama MA maupun MTs. Untuk madrasah yang baru berdiri setahun ,lumayan lah dengan murid segitu.

Dan ternyata kini kami tidak lagi mengaji dengan ustadz Daffa melainkan dengan ustdzah Ummi Sholeha. Salah satu ustdzah yang ada di asrama kami. Ya ustdzah gadis pengabdian orang menyebutnya. Yaitu santri yang baru lulus MA dan diwajibkan menjalankan praktek mengajar di pondok tertentu sebelum melanjutkan kuliah, mengamalkan ilmu selama belajar di pondok kepada adik-adik tingkatnya.Dan praktek mengajar tidak harus ditempat dulu sekolah. Bahkan banyak mengajar dipondok awal merintis seperti Al-iman ini.

Usai mengaji dan sholat isya waktunya makan malam.Padahal biasanya aku jarang makan malam, tapi makam sore sebelum magrib karna setelah magrib mengaji dan setelah isya kumpul-kumpul dan bercerita dengan para tetangga.

Rasanya perutku sudah lapar banget, santri yang lain ada yang masih mempunyai bekal makanan untuk makan malam. Sedangkan aku dan segeng Selagan Jaya ikut makan mengambil didapur pesantren.

"Bawa piring dan sendok sendiri ukh?" Tanya mbk Nur saat melihat ukhti Hanie yang membawa piring sendiri sambil menggandeng Lisya akrab. Setahuku mereka bukan berasal dari daerah yang sama, tapi kenapa akrab sekali? bahkan juga bukan saudara. Tapi apa peduliku? tak penting bukan?

"Kalo punya dibawa, kalo nggk punya didapur disediakan." Jelas ukhti Hanie ramah. " Tunggu dulu disini! Tu santriwan lagi ngambil nasi dulu." Pinta ukhti Hanie saat melihatku berjalan kearah rumah pimpinan yang tak jauh, namun dijarak oleh dua pohon rambutan yang sudah tinggi dan besar.

"Santri putra makan disini juga?" Tanyaku ingin tahu .

"Ya iyalah ambil makan disini. Tapi makannya dikamar masing-masing."

"Dimana sih ngambil makannya ? kok pada masuk rumah pak kiyai?" Tanya mbk Ulfa yang melihat santri putra masuk dan keluar rumah pimpinan pondok sambil membawa piring.

"Ya ngambil nasinya dirumah ustadz untuk sementara, sebelum dapurnya jadi."Jelasnya sambil menunggu antrian para santriwan selesai.

"Emang dimana rencana pembangunan dapur." Tanya Lisya yang bergandengan dengan ukhti Hanie.

"Disitu." Sambil menunjuk belakang rumah pak kiyai saat kami sudah mulai berjalan kerumahnya karna santri putra sudah selesai. Lagian jumlah santri belum banyak, jadi antripun tak terlalu panjang.

Sekarang giliran santriwati yang mengantri mengambil nasi, tak banyak juga yang antri. Karna beberapa orang masih punya bekal makanan dari rumah. Ternyata mengambil nasinya didapur pak kiyai. Sungguh aku lapar, melihat menu makan malam yang menggiurkan bagiku. Ikan nila.

Ikan adalah menu kesukaanku.Kalo ayam kami jarang makan, karna ternak ayam keluarga kami tak terlalu banyak. Namun jika ikan bapak sering sekali mencari ikan, kadang memancing atau memasang bubu disungai kecil diladang, atau irigasi dibelakang rumah.

Dan saat ini menunya ikan nila besar disayur, dengan kuah bening dan irisan rempah-rempah, dengan ikan tanpa digoreng terlebih dahulu. Sebenarnya aku tak biasa makan ikan yang disayur seperti ini. Biasanya kalo nggk digoreng digulai atau disambal. Tapi kurasa ini enak, segar.

Aku mengambil nasi yang lumayan banyak, tak jelek menu makan di pesantren. gumamku sambil tersenyum.

Setelah dapat jatah makanku aku menuju kamar, mbk Ulfa dan mbk Nur sudah berjalan didepan mendahuluiku. Aku tak tahu apa menu makan malamku.

Sampai asrama aku duduk lesehan untuk makan, melepas jilbab yang ku kenakan agar lebih leluasa memakan kepala nila yang aku ambil.

Saat suapan pertama masuk kemulut. Aku kecapkan untum merasai. Sungguh rasanya aneh dilidahku, bahkan tak ada rasa yang diterima Indra pengecapku. Hambar.

"Ini masakan apa sih?" Tanyaku sepontan sambil bingung dengan rasa yang kudapat. Padahal aku sudah senang mengambil nasi lumayan banyak.

Terpopuler

Comments

😎 ȥҽɳƙαɱʂιԃҽɾ 😎

😎 ȥҽɳƙαɱʂιԃҽɾ 😎

21

2021-09-14

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!