Bab 13

Malam semakin larut namun mata masih enggan untuk terpejam. Para ustadz masih terdengar bercerita agar tidak mengantuk, cahaya lampu tak memadai untuk tilawah Al-Qur'an jadi hanya bercerita. Sedangkan para santri yang lain sudah nyenyak dalam tidurnya.

Baru kini aku merasakan tidur beratapkan langit berbintang, beralaskan kasur busa tipis digelar diatas rerumputan. Belum lama mata terpejam aku sudah terbangun kembali karna merasakan dingin yang terasa hingga ke sum-sum tulang. Ah, ternyata tidurku sudah pindah diatas rumput yang basah karna embun malam, Selimut tipis yang ku pakai pun terasa dingin, begitupun dengan kasur itu.

Ustdz dan Ustdzah sudah pada bangun untuk sholat tahajud sebelum sahur,sedangkan santri masih tertidur dengan berbagai macam gaya. Namanya tidur tidak sadar bukan? bahkan ada yang mengigau dan ada juga yang mendengkur, ada juga yang berputar bagai jarum jam dan pindah tempat tidur seperti aku tadi.

Aku bangun tapi kamar mandi asrama nampak gelap, tak berani kesana sendirian. Akhirnya aku hanya duduk dan siap-siap makan sahur perdana dibulan Ramadhan tahun ini. Ternyata menu sahur masih sama dengan makan malam kemaren.

"Kok sama sambal ini lagi?" Tanya salah satu santri yang merasa malas makan dengan sambal dengan garam belum tercampur. Biasanya kalo sahur perdana dirumah selalu disediakan menu kesukaan

"Disykuri aja. Nggk ada yang mau masak lagi dalam kondisi begini. Semua panik sendiri." Yah meskipun hanya pake telor bulat sambal setengah matang dan pucuk ubi alot, tetap harus disyukuri masih bisa menikmati sahur dibulan Ramadhan.

Kenikmatan bulan Ramadhan bukankah menikmati puasa dan ibadah yang pahalanya berlipat ganda? Bukan pada menu makanan yang minuman yang biasanya selalu disepesialkan. Meskipun rasanya malas banget makan diwaktu yang biasanya masih lelap tertidur dengan menu yang tak enak dilidah.

"Sil, makan bareng ya." Seru mbk Rahma. Memang setelah makan malam kemaren tak ada yang mencuci peralatan makan pribadi, semua masih tergeletak dipinggir dapur pesantren, ditambah pengurus air yang tak mengalirkan air membuat krisis air bersih.

"Di dapur tu ada beberapa nampan. Makanya bareng-bareng aja berlima atau berenam satu nampan." Bu Kiyai memberi solusi. Kami meskipun anak pesantren memang dibiasakan makan dipiringnya sendiri-sendiri, untuk menjaga bila ada yang punya penyakit menular juga untuk melatih diri menjaga peralatan makan sendiri. Dan saat ini pengecualian karna darurat.

Setelah makan sahur kami sholat subuh masih disini. Menggulung kasur yang semalam untuk tidur menyisakan beberapa tikar tergelar. Karna lebih banyak kasurnya daripada tikarnya.

"Anak-anak airnya dibagi-bagi untuk wudhu. Begini cara wudhu nya." Kata ustdzah sambil memperagakan wudhu dengan menghemat air. Karna hanya tersedia air dua ember hitam sepuluh literan, dan harus dibagi untuk wudhu semua santriwati beserta ustdzah nya.

"Nggk apa-apa dzah wudhu begitu?" Tanyaku yang memperhatikan cara berwudhu hanya menggunakan satu gayung per orang. Karna jatahnya segitu.

"Iya sah-sah saja. Rosulullah itu kalo wudhu aja air bekas wudhunya ditampung, bisa dipake untuk yang lain, untuk istinja' atau untuk cuci piring juga bisa. Kalian aja tu yang terlalu biasa pemborosan air." Kalo sudah istri pak Kiyai yang jawab kita bisa apa? Hanya patuh dan nurut aja.

Setelah sholat kami baca dzikir alma'tsurot bareng-bareng, Banyak yang sudah hapal. Setelah selesai berdzikir tak boleh diizinkan tidur lagi. Saat gelap sudah lenyap,dan matahari sudah mulai menampakkan diri kami mulai mandi dan bak mandi juga sudah diisi air lagi.

"Ustdz, besok masih libur juga kan ?Nggk jadi ujiankan?" Tanya Hana pada wali kelas yang duduk dibawah pohon rambutan, saat aku sudah selesai mandi dan siap untuk jalan-jalan pagi melihat keadaan daerah sekitar.

"Kalo masih libur berarti nggk jadi ujian. Kalo sekolah berarti tetap ujian." Jawabnya santai sambil tersenyum kecil. Semua orang disini rata-rata murah senyum lah.

"La libur atau nggk ,Ustdz?" Tanya Hana lagi gregetan. Berarti masalahnya sekolah atau tidak bukan? Ujian disini super extra persiapan. Dulu saat aku masih SD ujian cukup dibaca sekali tau dua kali, anggap aja paham semua. Kalo disini ujian Al-Qur'an atau Hadist atau tafsir. Mana bisa jawab cuma dibaca doang? Pastinya dalilnya wajib dihapal, bahkan hafal, tulisannya ada yang salah nggk jadi dapat nilai.

"Tanya pimpinan kalo soal itu." Aku yang ikut mendengarkan ikut sebbel juga. Belum pasti kan libur atau tidak? Yang pasti hari ini libur dan aku serta mbk Rahma dan mbk Ulfa ingin jalan-jalan sebentar untuk olahraga pagi.

Padahal orangtua menyekolahkan dan membiayai kami disini untuk belajar. Bahkan rela berjauhan dengan anaknya demi masa depan yang lebih baik. Tapi,bagiku kata libur selalu membahagiakan, seakan memberikan banyak kesenangan.

Kami berjalan melewati jalanan batu kerikil yang sudah terlindas alat berat dan tertata rapi, tinggal menunggu penyiraman aspal akan menjadi jalan yang bagus. Jauh dari lubang yang akan menciptakan genangan air saat musim penghujan. Memang beberapa hari ini beberapa alat berat berseliweran membangun jalan.

"Bentar lagi jalan akan diaspal. kalo sudah diaspal jalan bagus, orang tua kita biar nggk malas menjenguk ." Kata mbk Rahma saat berjalan diatas kerikil-kerikil kecil.

"Emang aspalnya sampai kedesa kita?" Tanya mbk Ulfa.

"Nggk mungkin." Jawabku tak yakin. Dan juga tak tahu kebenarannya.

"Sampai ujung desa Tirta Makmur ini pengaspalannya. Tahun depan nyambung lagi katanya."Jawab mbk Rahma sok paham aja tentang proyek jalan.

Baru berjalan sampai didepan masjid Al-iman . Terulang lagi goyangan seperti sore kemaren. Bergoyang memutar dengan kekuatan yang setara atau bisa jadi malah lebih besar.

"Allahuakbar."

"Astaghfirullah. Astaghfirullah."

"Allahuakbar." Suara takbir dan istighfar bersahutan pelan diantara kami bertiga. Kami bertiga duduk ditengah jalan, tak peduli ada kendaraan yang akan lewat. Ku lihat pepohonan sawit disebrang jalan yang bergoyang-goyang bagai akan pindah dari tempatnya.

Tanganku dingin bergetar dan mata yang mulai membasah karna takut. Tangan mbk Rahma yang ku pegang juga terasa dingin berkeringat.

"Astaghfirullah .... Tengok tu anak putra keluar cuma pake celana pendek tok." Ya Allah. Sempat-sempatnya komentar pakaian orang disana. Tapi mau tak mau membuatku menyimpul senyum, meredakan sedikit rasa takut yang kurasakan. Sedangkan kami duduk bertiga saling berpegangan, dan aku tak melihat area depan masjid yang sudah dipenuhi santri putra.

"Sempat-sempatnya, Mbk." Kataku sambil menunduk tak penasaran dengan pemandangan dibelakangku. Lebih tepatnya menahan diri untuk tidak penasaran.

"La gimana lo? Aku punya mata , dan sudah terlanjur lihat. Kan kalo kalian lihat juga jadi dosa bareng-bareng, nggk cuma aku aja." Jawabnya santai tanpa dosa .

" Nggk usah ngajak berdosa. Lagian pandangan pertama itu rezeki, yang penting jangan langsung diplototin terus." Omel mbk Ulfa sewot. Padahal dia juga udah lihat tadi.

Kami masih duduk dijalan hingga getaran gempa berhenti bergoyang. Ku lihat tiang listrik diujung jalan sebelum belokan roboh bersandar di pohon pinggir jalan. Banyak juga ibu-ibu dan bapak-bapak disana menikmati goyangan pagi.

"Kalian tak apa-apa,Nak?" Ku dengar suara Ustdz Reyhan menghawatirkan kami. Aku menoleh melihat Ustdz yang menjadi wali kelasku mendekat. Sudah disini aja dia.

"Kami nggk apa-apa,Ustdz." Jawab mbk Rahma.

Terpopuler

Comments

😎 ȥҽɳƙαɱʂιԃҽɾ 😎

😎 ȥҽɳƙαɱʂιԃҽɾ 😎

9 😄

2021-09-14

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!