Setelah yang lain membuat grup nasyid kelas, aku terpilih menjadi salah satu anggota qosidah santriwati. Anggotanya terpilih tidak pandang kelas. Dan aku menjadi satu-satunya anggota paling kecil, karna kelas satu sendiri.
Jadi aku juga punya kesibukan sendiri di setiap hari. Latihan seminggu dua kali untuk persiapan pentas seni yang diadakan tiap akhir tahun di pergantian semester satu ke semester dua.
Meskipun aku hanya menjadi pemegang alat musik berbahan kulit itu , tanpa menyanyi aku tetap bahagia. Aku memiliki kesempatan tampil di acara pentas seni itu. Yang penting bisa tampil saat acara pensi, yang pasti akan dihadiri para wali murid termasuk orangtuaku.
Hari ini setelah latihan ,beberapa sekali santri ada yang izin pulang kerumah. Besok adalah awal Romadhon, banyak yang memilih mengawali bulan Ramadhan bersama keluarga.
"Sil, kamu nggk izin pulang?" Tanya mbk Rahma yang juga anggota qosidah.
"Nggk lah. Minggu kemaren aku baru pulang, lagian dua Minggu puasa juga libur kan? pulang juga." Jawabku sambil berjalan ke asrama. "Mbk mau pulang?"
"Nggk juga. Lagian lusa pagi harus masuk sekolah ada ujian juga, mending belajar untuk persiapan ujian harian."Jelasnya.
"Ya aku juga. Tapi ,nanti telpon rumah ya? Mbk yang telfon aku nggk hafal nomor rumah, aku deh yang bayar." Usulku merayu. Meskipun tak pulang, tapi berbicara dengan orang tua meskipun melalui telepon tetap bisa membuat hati lebih tenang.
"Gampang itu. Asar dulu udah adzan itu." Seru mbk Rahma sudah mengantri untuk wudhu dikamar mandi.
Setelah asar seperti biasa, kami mengaji dengan Ustdz Daffa dan sedikit bercerita setelah mengaji, membuat kami terakhir pulang bahkan beberapa anak yang berniat pulang jemputan sudah datang menunggu.
Kulihat Mbk Rahma , Mbk Ulfa, dan Mbk nur sudah mengobrol lewat HP. Aku langsung bergabung menelfon dibawah pohon rambutan yang sudah disediakan bangku panjang tanpa mengembalikan mukenah dulu kekamar. Tak ada pembahasan rahasia, karna bicaranya bareng-bareng.
Setelah selesai melepas rindu dengan orangtua lewat telpon aku mandi. Yang lain sudah mandi dan bersiap untuk membaca dzikir alma'tsurot petang. Sedangkan spesial bulan Ramadhan makan malam dilakukan setelah magrib, karna setelah Isya sholat tarawih.
Kini aku mandi didalam kamar mandi sendirian sambil bersenandung riang. Terdengar suara bacaan al-ma'tsurot dari pengeras suara masjid. Dikamar mandi sebelah juga terdengar masih ada yang mandi.
Saat selesai mandi, masih pakai baju diruangan. Tiba-tiba ada gerakan disekitar, seperti ada yang mengayun pelan tempatku berpijak. Aku terdiam menghentikan pergerakan pakai bajuku. Gerakan yang kurasakan semakin kuat, bahkan mengayun memutar. Aku kehilangan keseimbangan mencoba berpegangan pada tiang kayu kamar mandi.
Terdengar teriakan dari luar. "Gempa,,Gempa,,Gempa."
Dan juga ada yang berteriak "Lindu,, Lindu."
Pikiranku berkecamuk tak karuan. Entah aman atau tidak tetap berdiam diri dikamar mandi. Namun, aku masih belum selesai memakai baju sedangkan asrama kami dekat dengan rumah para Ustdz yang sudah berkeluarga. Yang tak memungkinkan ku keluar begitu saja. Meskipun panik kesadaran ku masih ada.
Aku memilih jongkok agar bisa memakai baju dan celana sebelum keluar. Aku teringat rumah Ustdz Zein yang bergandengan dengan kamar mandi yang ku tempati sekarang. Rumah tembok usang dan sudah ada retakan halus dindingnya. Yang membuatku semakin takut.
Akhirnya aku selesai memakai baju meskipun tak sempat memakai rok. Yang aku pikirkan saat ini lari, karna getaran belum juga mereda, masih kencang.
Ku lihat yang lain sudah terduduk ditepi jalan sudah memakai mukenah rapi siap kemasjid, bahkan mungkin sudah ada yang dimasjid.dan ada pak Kiyai beserta istrinya juga yang duduk ditempat duduk pinggir jalan. Namanya tempat banyak anak, jadi tempat duduk juga ada dibanyak tempat.
Aku masih mendengar teriakan Pak Kiyai, yang membaca surah Al-zalzalah.Yang membuat hatiku bergetar jika mengingat artinya.
Apabila bumi digunjacangkan dengan guncangan yang dahsyat.Dan bumi telah mengeluarkan beban-beban berat yang dikandungnya. Salah satu tanda kiamat.
Aku memaksakan kakiku yang gemetar untuk tetap berlari. Lupa tentang keadaanku yang tak memakai rok, hanya memakai celana tidur. Tak peduli. Yang penting sekarang berlari menjauh dari bangunan yang rawan runtuh.
Tepat setelah aku melewati asrama,dan sampai dekat sumur. Bangunan rumah bapak kepala sekolah dindingnya runtuh tepat dibelakangku. Badanku seketika lemas, kakiku sudah terlampau gemetar untuk kupaksa melangkah. Aku ambruk duduk memeluk lututku sendiri. Semua panik dengan keselamatannya masing-masing.
"Astaghfirullah. Allahuakbar." Sebutku. tak terasa air mata menetes. Setelah beberapa saat bumi mulai tenang kembali, dan berhenti bergerak. Namun badanku masih gemetar takut dan cemas.
"Udahkan ini? Udah nggk akan ada susulan lagikan?" Tanya orang yang duduk didepanku. Aku masih tak memperhatikan sekitar menenangkan jantungku sendiri yang berdetak keras.
"Kamu tanya aku trus aku mau tanya siapa?" Jawab yang lain masih dengan suara lesu.
"Anak-anak, kemungkinan tetap akan ada gempa susulan lagi, jadi Sholat diasrama aja." Titah pak Kiyai.
Tahu sendirikan bagaimana kalo para perempuan ada gempa? Berlari tak tentu arah dan yang nggk kalah heboh adalah teriakan histerisnya. Jadi lebih baik Sholat diarea khusus perempuan.
"Ya Allah, tanganku masih gemetar ini lo." Seru Lisa memperlihatkan tangannya.
"Alhamdulillah, Untung aku selamat dari reruntuhan rumah ini." Gumamku pelan sambil melihat dinding rumah yang tinggal setengah. Kakiku mulai bisa diajak berjalan kembali, yang lain banyak yang menagis histeris menyebut 'Ibu' .
"Aku sudah sampai masjid pulang lagi. Anak putra juga pada lari ada juga yang dari kamar mandi " Cerita mbk Rahma yang memang sudah mandi dari sore tadi.
"Aku juga." Ucap mbk Nur.
Semua kembali ke asrama untuk sholat jama'ah dikamar.
Saat sholat magrib ada lagi gempa susulan yang tidak sekencang tadi. Karna masih membekas kejadian petang tadi ada yang hendak berlari keluar, tak peduli waktu Sholat. Namun imamnya aman, masih khusyuk melanjutkan memimpin sholat.
Gimanapun juga kami tak bisa sholat sekhusyuk para sahabat. Para sahabat nabi meskipun digigit lipan saat sholat, meskipun tertembak panah saat Sholat tetap tidak gentar dan tidak terganggu. Tetap asyik melanjutkan Sholat, itulah para sahabat. Ini kami yang hidup diakhir zaman,digoyang gempa ringan sudah pada mau lari.
"Anak-anak makan malam diluar aja. Masih sering ada gempa susulan ini. " Perintah istri kepala sekolah yang merasa takut ,karna rumahnya yang hanya berjarak dua meter dari asrama kami sudah roboh sebagian. Kalo asrama kami hanya dari papan dan beratap seng, mungkin hanya geser sedikit tiang-tiangnya, tidak mungkin roboh.
"Iya, Dzah." Ucap kami setuju.
Setelah selesai sholat dan berdzikir sebentar ,dan doa kilat aku keluar membawa peralatan makan untuk mengambil nasi didapur dan mungkin makan disana.
Ternyata Pak Kiyai sudah menggelar tikar lebar didepan rumahnya yang memang memiliki penerangan yang memadai.
"Makan disini saja, Nak. Dirumah Ustdz sudah tambah retakan dindingnya.Kalo sampai ada gempa susulan yang lebih besar bahaya kan?" Ujarnya meminta kami untuk menempati tikar yang sudah disiapkan.
Para Ustdz bujang dan Ustdzah gadis yang berasal dari luar kota pada sibuk telpon keluarga, mengabarkan. Tak peduli sudah dipanggil Ustdz atau Ustdzah tetap menangis sesenggukan saat mengabarkan kejadian dengan keluarga yang jauh dari jangkauan. Karna ini juga menjadi pengalaman pertama bagi mereka merasakan gempa yang besar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
😎 ȥҽɳƙαɱʂιԃҽɾ 😎
9 😊
2021-09-14
0