Bab 6

Kami berkumpul dimasjid untuk mendengarkan banyak sekali arahan dan aturan, serta wejangan dan kata penyemangat, mendengarkan para ustadz muda itu menyanyikan lagu nasyid dengan suara merdunya. Sebelumnya aku tak kenal apa itu nasyid, karna memang aku tak suka dengan musik. Namun mendengar lantunan merdu lagu yang berjudul Nasehat Taqwa itu membuat aku menyukai aliran musik nasyid. Meskipun tak mengubah diriku menyukai bernyanyi, hanya sekedar penikmat aja.

Lagu yang penuh nasehat. Sesuai dengan judul lagunya, Nasehat Taqwa dari Hawari.

Derita sungguh derita

Bila kita tiada bertaqwa

Merugi sungguh merugi

Hidupmu didunia ini

Sifat taqwa bekalan utama

Untuk selamat di akhirat sana

Jangan terpedaya dengan dunia

Itu hanyalah sementara saja

Jikalau kita ingin bahagia

Semaikan taqwa didalam jiwa

Ingatlah Allah dimana saja

Agar jiwamu tetap terjaga

Rugilah kita nantinya

Bila ilmu amal tak sejiwa

Karena Allah tidaklah suka

Terhadap hamba yang banyak berkata

Itulah lagu pertama yang aku dengar. Dinyanyikan oleh empat ustadz muda, aku belum hapal semua namaynya. Yang aku tahu ada ustadz Daffa sebagai guru ngaji sore, dan ustadz Reyhan Shakeil sebagai ustadz yang dari tadi memandu acara, berbicara banyak hal yang hanya terdengar di telingaku namun tak masuk ke otak dan hatiku, hanya numpang lewat. Efek dari perut lapar kali ya,, haha. Hanya fokus saat bernyanyi, bahkan saat menyanyikan lagu mars oh pondok ku aja aku tak ikut bernyanyi.Bawa buku satu masih bersih tak ada poin penting yang aku catat. Lagian itu memang kelemahan ku, tak pandai menangkap poin penting dari penjelasan panjang lebar yang ku dengar. Begitu pula saat belajar sekolah.

Tak lama acara hari ini. Jam sebelas siang sudah selesai.Semua murid keluar untuk kembali ke kamar masing-masing atau pada duduk-duduk dibawah pohon depan asrama bagi santriwati.

"Ke warung yuk. Nggk doyan makan aku dari kemaren." Ajak Lisa yang memang dari kemaren tak mau makan.

"Iya besok suruh ngirim sambal lah." Tambah mbk Rahma yang paling dewasa di antara kami, kalo dilihat dari umur sih.

Kami masih kemana-mana bersama , belum memulai untuk bermain dengan kawan baru seangkatan. Masih nyaman dengan kawan lama. Mungkin butuh waktu untuk benar-benar berbaur dengan yang lain, terutama untuk diriku. Mbk Rahma adalah orang yang paling mudah bergaul diantara kami berlima, dan aku yang paling susah tentunya.

"Emang siapa besok yang mau kesini?" Enak banget buat rencana bukan? Emang orang rumah tahu apa yang kita butuhkan saat ini? Sedangkan disini tak diizinkan memegang HP atau alat elektronik lainnya, kalo mau telfon harus pinjam pada ustdzah nya. Aku mah nggk keberatan, karna aku memang tak pernah pegang benda pintar itu. Hanya kakak aku yang punya, dan mana aku hafal nomornya, jadi tak tahu gimana menghubunginya.

"Nanti telfon." Jawab mbk Rahma santai.

"Kalo ada yang kesini aku minta bawain kering tempe dan kentang." Semua yang dipesan khas makanan pedesaan dan yang pasti tahan lama.

"Aku minta makanan pada kalian aja nanti. Kalo minta kiriman aku minta uang aja, biar bisa jajan terus." Celetukku tanpa rasa berdosa. Semua menatapku, kemudian menggeleng dan tertawa pelan. Apa coba yang kami ini pikirkan selain jajan? Tak peduli susahnya orang tua mencari uang.

"Kalo makanannya minta kami. Gantian kalo jajan aku minta kamu." Jawab mbk Ulfa sambil tertawa.

Tak terasa kami sudah sampai warung yang Kami tuju. Pondok belum menyediakan kantin khusus sekolah, jadi kami jajan di warung sebrang jalan yang kami lewati saat mandi di sumur dekat rumah tua.

"Mbh persen lotek ma cendol mbh." Pesanku pada mbh penjaga warung yang didepannya dipajang wadah es cendol dan gula serta santan dengan tempat terpisah, serta beberapa macam sayuran dan lontong serta kacang yang sudah matang dan juga tersedia penggiling sambal. Tak perlu bertanya semua pasti tau apa yang tersedia.

"Makannya cuma ada lotek mbh?" Tanya mbk Rahma basa-basi, atau memang sedang berharap tersedia menu lain.

"Yo ndok, nanti sore ada soto. Setelah Dzuhur baru tersedia sotonya, sekarang lotek dulu." Jawab mbh dengan logat Jawa yang khas. Sambil memulai menuang kacang Sera cabe dan bawang membuat bumbu.

"Mau berapa porsi ini?" Tanyanya saat melihat yang lain malah mengambil camilan ringan untuk dimakan.

"Lima lah mbh. Kan semua ada lima orang mbh." Jawab mbk Rahma sambil membuka jajanan kripik.

"Kirain nggk semua mau makan. Esnya juga semua?"

"Iya mbh. Lapar kami, makanannya di pondok nggk enak, nggk ada rasa." Ini mbk Ulfa yang jawab, malah curhat sama penjaga warung. Hadduh.

"Yo sabar to?" Mbhnya menerima curhatan ternyata. "Ini mau dibungkus atau mau makan disini?" Lanjut si mbh.

"Nggk tahu aku mbh." Tanya mbk Rahma.

"Makan sini ae mbh. Boleh to?" Ucap ku sambil asik memakan roti Krispy. Apalah namanya, yang penting rotinya Krispy.

"Ya boleh lah! Sopo Leh ngelarang?" Masih asik mengulek sambel dan mulai mencampur dengan aneka sayur dan mie kuning serta beberapa potong lontong. Bukan porsi yang besar, pas lah untuk anak-anak seperti kami.

"Katany tukang masaknya besok sampai." Kata mbh memberi informasi. Aku tak perlu tanya dari mana dia tahu, yang penting aku berharap banyak masakannya enak.

"Beneran mbh? Kok mbh tahu?" Tanya Lisa antusias. Seakan dia yang paling bahagia mendengar kabar itu.

"Ya tahu lah. Mbh kok." Malah berbangga diri."Kemaren kan cari tukang masak, tapi katanya sekarang sudah dapat dari Arga Makmur gitu."Lanjutnya. Namanya penjaga warung ya, harus rela menjadi tempat curhat. Mungkin si mbh juga mendapat kabar karna ada yang curhat seperti kami ini. (Sok tahu Lo).

makanan sudah jadi, siap disantap. Rasanya perutku sudah meronta-ronta minta diisi oleh makanan yang menggugah selera. Kata orang makan enak itu saat makan dalam keadaan lapar.Namun bagi aku selapar apapun perutnya, kalo makanannya tak enak juga tak bisa dipaksa masuk.

setelah makan lotek kami masih bertahan diwarung sambil minum es cendol yang menyegarkan, apalagi diminum disiang hari yang terik seperti ini. Sebenarnya tak banyak yang kami beli diwarung, mulai belajar mengatur pengeluaran uang agar tak kehabisan sebelum kiriman datang. Kami hanya duduk mengobrol banyak hal, diselingi canda dan tawa.

Hingga Adzan Dzuhur memaksa kami kembali. Kami pulang ke asrama lewat belakang , nampak tanah kosong di sebelah kamar mandi, tepat dibelakang rumah ustazd Zein selaku kepala sekolah, mungkin hanya berjarak lima meter. Dan mulai disiram adukan pasir koral dan semen, mungkin mau dibangun asrama dadakan. Karna kamar kami saat ini benar-benar sempit.

Terpopuler

Comments

😎 ȥҽɳƙαɱʂιԃҽɾ 😎

😎 ȥҽɳƙαɱʂιԃҽɾ 😎

18

2021-09-14

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!