Bab 3

"Ustadz dulu yang perkenalan." Minta seorang yang berbadan lebih besar dan lebih tinggi dari pada kami, meskipun tak setinggi ustadz sih.

"Nama ustadz Daffa, Daffa Dzuhairi." Ucapnya memperkenalkan diri. " Ada yang ditanyakan ?"

"Ustadz asalnya dari mana?" Tanya yang lain. Aku hanya diam mendengarkan, tidak penasaran dan tidak minat bertanya.

" Dari Palembang." Jawabnya singkat. Toh kami juga banyak yang belum tahu mana itu Palembang, belum pernah singgah kesana.

"Ustad umur berapa?" Kenapa pake tanya umur segala? Dari wajahnya nampak sudah tua deh.

"19 tahun, baru lulus MA tahun ini dari salah satu pesantren modern di Palembang. Semua guru bujangnya dari Palembang." Jelas ustadz Daffa lagi.

"Pimpinannya juga dari Palembang." Kata salah satu dari kami.

"Dari Jawa." Ustadz nya tak setuju. Ah malah debat sendiri.

"Iya . tapi kan sudah lama tinggal di Palembang." Ngeyel tak mau disalahkan.

"Ya udah sekarang kalian ganti kenalan keburu sore . Dari kamu." Menunjuk Lisa yang duduk di sebelah kanannya.

"Namaku Lisa Eriza, asal dari Selagan Jaya." Perkenalan dimulai.

"panggilannya juga lah." Ucap ustadz memperingatkan. Bukankah yang paling penting nama panggilan?

"Panggil aja Lisa ustadz."

"Selanjutnya." Melihatku yang masih terdiam dari tadi.

"Namaku Silfia, panggilannya Silfia."

"Aku Wilda Nur Annisa. Panggilannya Nisa." Kenalan seorang yang duduk disisiku, berwajah bulat berbadan mungil kulit bersih dan dengan senyum malu-malu.

"Nama saya Mardhyah Alawiyah. Panggilan Dhyah." Lanjut anak yang duduk disebelah Nisa dengan suara besarnya sambil tersenyum yang memperlihatkan lesung Pipit nya, memberikan kesan cantik.

"Nama aku Sheila Nur Azizah. Panggilan Sheila." Lanjut anak yang berwajah oval dengan hidung mancung dan berkulit hitam manis.

"Selanjutnya!" Perintah ustadz . Karena setelahnya tak bersuara memperkenalkan diri, orang yang dari tadi banyak bicara. Yang pasti sudah kenal akrab sama ustadznya.

"Perkenalkan nama saya Hana Ashila. Panggilan Hana." Sambil tersenyum percaya diri, tanpa ada malu-malu atau sungkan.

"And the last. Saya Lisya, dan Lisya juga nama panggilannya." Dia adalah anak yang berpostur tubuh paling besar dari pada kami. Terutama aku, Nisa, Dhyah dan Sheila, kalo Hana dan Lisa juga lumayan besar badannya. Sebenarnya aku juga bukan orang yang kecil, karna badanku cukup gemuk hanya saja tinggi badan memang mini.

"Okey sudah kenalannya, sudah pada tahu nama teman-teman semua. Jadi mulai sekarang kalian ngaji sama ustadz." Jelas ustadz memberi informasi.

"Kenapa nggk sama ustdzah? yang lain sama ustdzah?" Tanyaku karna yang lain memang sama ustdzah.

"Ustdzah nya sudah punya jatah sendiri-sendiri, nggk ada yang kosong."

"Kita ngaji setiap setelah sholat ustadz?" Tanya Lisya.

"Nggk setiap sholat juga lah, hanya setelah asar, setelah magrib, dan setelah subuh." Jelasnya.

"Ya udah sekarang berdoa. " Lanjutnya.

Kami langsung berdoa setelah mengaji. Ku lihat tinggal sekelompok yang masih mengaji, yang lain sudah selesai dan bubar pulang kerumah masing-masing, atau pulang ke asrama.

Setelah mengaji aku langsung pulang keasrama, ingat Janti ukhti Yanti yang akan mengajak kami mandi di sumur belakang. Sebenarnya disebelah asrama kami juga ada sumur kerekan, namun terlalu dalam sedangkan listrik lagi jatah mati lampu untuk menghidupkan mesin air.

Setelah sampai asrama ku lihat mbk Ulfa dan lainnya sudah siap menenteng ember berisi peralatan mandi dan baju ganti serta handuk.

"Tunggu aku." Seruku saat mereka sudah siap berangkat, sedangkan aku baru pulang dari masjid masih mengenakan mukena, belum siap-siap samasekali.

"Cepetan keburu magrib." Teriak ukhti Yanti yang masih melihatku jalan.

Mendengar teriakannya aku langsung berlari meninggalkan yang lain, disusul Lisa dibelakangku. Dengan tergesa aku mengambil baju ganti yang masih tersimpan rapi ditas ransel beserta sabun mandi dan pasta gigi yang ku simpan dikardus, maklum belum punya lemari. Ember pun aku belum punya yang besar untuk nyuci baju, hanya ada ember kecil untuk tempat sabun.

Aku sudah terbiasa mandi kesumur jauh dari rumah, jadi aku sudah paham apa yang aku perlukan untuk dibawa. Tak membutuhkan waktu lama aku sudah keluar menyusul yang lain. Sebenarnya disini sudah disediakan tempat untuk mandi, tapi apa mau dikata karna air habis dan listrik belum nyala, diesel mungkin akan menyala menjelang magrib. Takutnya kalo telat sholat berjamaah dimarah nanti. Karna tadi sudah diumumkan sholat lima waktu wajib berjamaah.

Kini kami berjalan lewat belakang kamar mandi yang ada, melintasi jalan utama. Meskipun jalan utama tapi hanya berlapis batu kerikil tanpa aspal, mungkin pengaspalan belum sampai kesini. Lanjut masuk gang antara warung dan semak belukar, dan belok diantara bangunan tua tak terpakai memberikan kesan horor. Bangunan yang aku taksir adalah bekas gedung penggiling padi atau selepan, ditandai dengan lantai semen melengkung yang biasa untuk jemur gabah ada beberapa kotak didepannya. Tak tahu sudah berapa lama terbengkalai, karna disekitarnya sudah penuh ditumbuhi semak belukar, kami melewati jalan setapak kecil diantara gedung dan tempat jemuran padi.

"Ngeri ah kesini sore-sore." Suara Lisa yang merasa takut. Kalo aku mah biasa aja.

"Ya .Lain kali kalo kehabisan air dikamar mandi , kesininya jangan terlalu sore. Serem." Mbk Rahma menimpali, malah ikut menakut-nakuti. Baru sehari dipondok sudah berpetualang mencari air.

"Kalo malam sering terdengar suara-suara aneh Lo disitu." Ukhti Yanti yang asli penduduk sini malah ikut menakuti sambil menahan senyum geli, berusaha seserius mungkin agar yang lain percaya dan takut, menunjuk gedung yang atapnya sudah banyak lubang, dengan cat sudah memudar dan banyak ditumbuhi rumput ilalang disekitarnya. Mau bikin kami tak betah disini apa?

"Suara apa ,Yan?" Tanya mbk Ulfa ikut penasaran.

Kalo mbk Nur jangan tanya ya? Dia memang dari sini sudah rajin, jadi memilih mandi dikamar mandi pondok meskipun harus antri .

"Suara mbeklolek." Jawab ukhti Yanti masih dengan intonasi suara seseram mungkin. Nama apa itu? Aku baru ini dengar jenis hantu mbeklolek.

"Apa itu?" Aku ikut bertanya akhirnya. Ikut penasaran hantu baru itu.

"Hush. Nggk boleh bahas itu disini, nanti dia datang. Nanti malam aja ceritanya sebelum tidur." Jawabnya beralasan. Bilang aja kalo cerita malam biar lebih seram, ditambah mati lampu.

Yang lain langsung diam, takut beneran ada yang datang.

Aku terus melangkah mengikuti jalur setapak, menuruni undakan tanah yang dibentuk seperti tangga. Melewati ****** yang hanya ditutupi dinding tembok setengah badan, dan kanan kiri jalan ditanami batang sawit yang masih kecil tak terawat, banyak rumput liar disekitarnya. Namun semakin menuruni undakan tangga ditanah sekitar semakin bersih, nampak pohon durian besar dipinggir sawah.Dan disampingnya ada dinding berbentuk kotak tidak terlalu tinggi, namun ditambah dengan terpal yang mulai memudar warnanya agar tak nampak dari luar apa yang ada didalam, dan pintu juga dari terpal yang lebih rendah dari yang lainnya, dengan kayu sebagai penyangga.

"Itu sumurnya?" Tanya mbk Ulfa sambil menunjuk tempat tertutup itu.

"Iya. Tapi airnya nggk terlalu jernih." Jawab ukhti Yanti dengan tersenyum. Sudah tak ada keseriusan dan ketegangan saat membahas rumah tua.

Kami mulai masuk, ternyata tempatnya lumayan luas. Dengan adanya lantai untuk tempat mandi dan dinding sekeliling untuk melindungi, meskipun tanpa atap agar tak kehujanan dan kepanasan. Tapi tetap lebih bagus dari punyaku dirumah. Namun penilaian itu langsung hilang ketika melihat bentuk airnya.

"Kok airnya begini?" Protesku sambil cemberut melihat dalam sumur yang tidak dalam, bahkan bisa disentuh langsung dengan tangan.

Terpopuler

Comments

😎 ȥҽɳƙαɱʂιԃҽɾ 😎

😎 ȥҽɳƙαɱʂιԃҽɾ 😎

25

2021-09-14

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!