Bab 7

Setelah sholat Dzuhur aku memilih tidur siang. Perutku sudah kenyang makan diwarung depan jadi tak ambil jatah makan dari pondok dan tadi malam juga susah tidur membuat mataku berat minta dipejamkan. Tidak ada udara dingin yang menusuk, udara sangat hangat didalam ruangan beratap seng ini, tidak terlalu panas karna disekitar banyak pepohonan rindang. Ada dua pohon rambutan ada juga dua pohon melinjo, tepat dipinggir jalan ada dua pohon kelapa, dan didepan rumah ustadz Zein juga ada lagi pohon rambutan besar.

Suara tangisan membangunkan ku, mengganggu tidur siangku. Aku membuka mata lebar. Sebenarnya setiap saat ada aja yang menangis, itu sudah biasa dilakukan santri baru seperti kami. Namun kali ini menangis berjamaah, empat orang kawan sedaerah ku menangis sesenggukan, saling berpelukan terisak menahan rindu mungkin . Hanya kata ingin pulang yang aku dengar disela Isak tangis mereka. Baru juga dua hari belum genap. Bagaimana jika enam tahun?

Melihat kawan-kawan menangis netraku ikut membasah, tanpa tahu ada apa dan kenapa yang penting kawan sedih ikut bersedih. Begitu kan kata pepatah? Namanya berkawan itu susah senang bersama. Saat kawan sedih kita ada, saat senang juga ada. Bukan hanya saat senang aja menemani dan saat kawan sedih ditinggal pergi. Meskipun mungkin aku salah memaknai pepatah itu. Ikut menangis tanpa tau sebab dan alasannya. Yang penting hatiku juga sedih jauh dari orang tua, dan merasa kangen dengan omelan atau teriakannya. Jadi mudah saja air mataku keluar saat melihat yang lain menangis.

"Udah nggk usah nangis. Nanti hari ahad izin pulang biar bapak jemput." Hah. Aku terperanjat mendengar suara dari alat komunikasi yang dipegang mbk Rahma. Aku hapal itu suara ibunya mbk Ulfa.

Oh ternyata mereka menangis karna sedang telpon rumah. Rumah kami tetanggaan dan ibu-ibu kami juga sering kumpul bareng, jadi telpon pun tak susah jika bareng-bareng. Hanya rumah Lisa yang rada jauh, namun neneknya juga dekat dengan rumah kami.

Aku perhatikan sekitar. Pantas aja. Biasanya jika ada yang menangis yang lain sibuk menenangkan, la ini cuma jadi tontonan. Ternyata lagi ngobrol berjamaah dengan orang rumah, mungkin yang lain tak berani mengganggu. Aku merasa lucu sendiri, ingin tertawa tapi takut dosa. Tak tanya-tanya dulu, bangun tidur asal ikut menangis aja.Hahaha

"Yang sabar aja. Mau pulang juga nggk jauh, setiap minggu bisa pulang."Suara ibunya mbk Rahma terdengar.

"Iya . Dari pada nggk sekolah lagi. Kalo ingin sekolah harus betah disana." Ini suara ibuku, yang membuat Tangisku benar-benar pecah. Bukan karna ikut-ikutan, tapi karna benar-benar sedih dengan ucapan ibu, juga karna kangen meskipun sebenarnya ini bukan kali pertama aku pisah. Karna beberapa kali saat liburan ditempat bude jauh dari orangtua. Seserius itukah kata-kata ayah waktu itu? pilih sekolah di pesantren atau tidak sekolah sama sekali. Sama sekali tak diberi pilihan. Mau tak mau aku harus mau untuk bertahan ditempat ini.

"Kalo memang ingin pulang nanti biar Mas kesana." Mas adalah panggilan untuk anak budeku yang tak jauh dari sini. Tapi jujur, sebenarnya aku tak begitu ingin pulang. " Kakakmu sudah berangkat ke kota kabupaten nginap disana. Bapak lagi sibuk." Lanjut suara ibu.

Setelah beberapa percakapan setelahnya sambungan telpon ditutup. Namun tangis belum hilang semua, meskipun tinggal isakan tanpa meraung bahkan suara. Aku sudah normal, namun masih diam tanpa bicara.

Hari ini hidup lampu, jadi tak ada kekurangan air untuk mandi. Meskipun ada juga beberapa orang yang memilih mandi di sumur jauh dekat sawah dengan air seperti teh, bahkan ada beberapa katak air didalamnya. Sedangkan aku sendiri sedang kedatangan tamu bulanan, jadi memilih mandi saat yang lain sholat asar dimasjid. Malas jika mandi harus berebut air dan ramai sesak. Mending pilih mandi diwaktu sepi.

Ternyata ibu tidak berbohong atau main-main dengan kata-kata nya. Setelah asar beneran Mas anak budeku beserta istrinya datang menjengukku. Mereka pengantin baru dan belum ada tanda untuk punya momongan. Mereka hanya duduk diluar tak boleh masuk kedalam asrama,aku yang memilih keluar jongkok dibawah pohon melinjo dekat kamar. Aku bingung menjawab semua pertanyaan nya tentang keadaanku disini. Aku hanya diam mematung, malah mbak-mbak yang memang sudah kenal yang menjawab dan bercerita banyak hal. Namun aku hanya diam, dan akhirnya aku memilih tinggal, tak jadi dijemput untuk diantar pulang. Lagian disini ramai banyak kawan tidak ada kata kesepian, apa alasannya untuk tidak betah?

***

Sudah satu minggu kami menempati asrama kecil ini. Dan sekarang asrama dibelakang dekat kamar mandi sudah jadi. Asrama sederhana berdinding papan lebih dari cukup untuk ditempati 20 orang, sudah tidak perlu lagi tidur kedinginan didepan pintu, dan Alhamdulillah juga sudah bisa tidur dengan bantal dan kasur meskipun tipis. Dan tempat yang lama menjadi asrama khusus ustadzah gadis. Dan kamar Mandi juga ditambah dengan dua kloset dan ada bak merah yang lumayan besar ditiap ruangannya, dan ada tambahan kran dan gentong juga ditempat yang lama. Tempatnya masih sama hanya diperluas agar tidak terlalu sempit.

Selain kamar, dapur juga ada kemajuan. Koki dapur sudah datang, meskipun tidak terlalu nikmat tapi tak jauh beda dari masakan rumahan . Cukup enak untuk dimakan, dan bisa mengobati lapar. Dapur juga ada perubahan tempat, mengambil makan dan Mengantri sudah tidak lagi masuk rumah pak kiyai. Meskipun tak pindah tempat, masih didapur pak kiyai yang diperluas tempatnya, dan disediakan jendela lebar khusus untuk mengantri dari luar , agar nggk berebut masuk ke dalam dapur. Hanya orang tertentu yang boleh masuk kedalam dapur.

Sekolah juga sudah mulai masuk dan memulai kegiatan belajar mengajar. Murid kelas satu MTs atau kelasku berjumlah 20 siswa ,9 putri dan 11 putra. Seperti pada sekolah pada umumnya, awal pertemuan perkenalan dan maju untuk memperkenalkan diri pada setiap guru yang masuk. Dan aku paling tak suka sesi perkenalan, saat perkenalan menyebutkan nama panjang atau panggilan, asal sekolah dan asal daerah ,yang paling tak ku suka adalah menyebutkan peringkat kelas saat kelulusan SD. Rata-rata murid kelas satu juara kelas dari asal sekolahnya.Ada tujuh anak yang juara satu atau dua di ijazah kelulusan. Sedangkan aku? Biasanya aku berada di juara lima besar, namun saat kelulusan harus puas dengan peringkat ke 9 dari 25 siswa. Sekolah di desa tidak terlalu ramai, sesuailah dengan penduduk yang belum padat. Bahkan dibilang jarang.

Kami mendapat wali kelas yang baik. Ustadz Rayhan yang sering memandu acara orientasi kemaren, dan ustadz yang memiliki suara merdu. Dari ceritanya dia juga pandai dan menjadi juara kelas saat sekolah dulu, dan punya grup nasyid di pesantren tempat asalnya. Kebanggaan tersendiri bagi kami mendapat walikelas terbaik.

Kelas kami tepat disamping asrama putra. Dengan ruangan pas untuk dihuni 20 siswa ,dengan duduk dilantai dan belajar menggunakan bangku panjang sebagai tempat menulis. Jika tak suka duduk dilantai dipersilahkan menggunakan sajadah masing-masing.

Sekolah masih belum mempunyai seragam. Masih menggunakan baju bebas saat sekolah yang penting sopan dan menutup aurat lengkap. Beginilah jika belajar tanpa seragam, nampak sekali perbedaan sosial antara yang satu dan yang lainnya. Aku hanya bisa iri pada mereka yang bisa memakai baju berbeda setiap hari. Tak penting bagi kami apa brand dan berapa harganya, yang penting cantik dipandang mata. Tapi bisa apa? Hanya bisa protes dalam hati.

Terpopuler

Comments

😎 ȥҽɳƙαɱʂιԃҽɾ 😎

😎 ȥҽɳƙαɱʂιԃҽɾ 😎

18 😃

2021-09-14

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!