Aku mengantri didepan dapur.
"Maaf,nak. Telurnya belum dikupas semua." Kata penjaga dapur. Ya kulihat telornya macam-macam, ada yang sudah digoreng bulat, ada yang sudah dikupas tapi masih putih, ada juga yang belum dikupas tapi sudah matang.
" Ya, lagi goreng dan ngupas malah ada gempa, wajanne goleng minyak e utah, untung nggk kena aku." Jelasnya lagi dengan logat Jawa yang khas. Aku hanya manggut-manggut tak masalah, masih ada untungnya juga ternyata. Dan untung juga minyak panas tidak tumpah ke api tungku kayu, bisa kebakaran tu. Tapi agiku makan pake sambal telor itu tergantung rasa sambalnya.
Setelah mendapat jatah makan aku duduk ditikar yang sudah digelar. Sudah ada beberapa santriwati yang duduk disana sambil menyantap makanannya.
"Nggk asin sambalnya!Lupa ngasih garam apa." Komentar mbk Rahma yang sudah mulai makan.
"Bukanya lupa ngasih garam, tapi garamnya belum hancur."Kata yang lainnya menimpali.
"Aku gigit garam masih utuh." Kata yang lainnya lagi.
"Iya ,dinikmati aja. Belum selesai masak sudah digoyang kayak ayunan. Alhamdulillah masih bisa dimakan." Balas Ustdzah gadis yang ikut bantuin memasak. " Ustdzah lagi goreng empek-empek belum jadi selesai udah ditinggal lari." Lanjutnya.
Aku menikmati makanan yang serba nanggung. Sambal yang belum matang dengan garam masih utuh, telur cuma direbus aja,dan daun singkong rebus masih alot. Alhamdulillah. Harus tetap disyukuri apapun menunya.
Setelah makan nasi disediakan empek-empek khas Palembang. Karna yang bikin asli orang Palembang. Aku ikut menikmati empek-empek dengan kuah cuka yang diletak dimangkok besar, makan bersama. Selalu nikmat makan bareng-bareng dengan sedikit berebut. Hal seperti inilah yang nantinya akan selalu dirindukan. Makan dalam nampan besar bersama-sama.
"Ustdz kita mau sholat jama'ah tarawih dimana?" Tanya Ustdz Daffa pada pak Kiyai yang duduk makan diantara kami. Hanya santriwati. Sedangkan santriwan mungkin makan diasrama masing-masing.
"La masjidnya kenapa? Memungkinkan nggk untuk dipake?" Tanya pak Kiyai.
"Bagian depan masjid ada yang runtuh , Ustdz. Lagian dari tadi sudah lima kalian ada gempa susulan." Jelasnya tak setuju jika Sholat berjamaah dimasjid.
Ya, memang setelah gempa besar disore tadi sudah beberapa kali ada gempa susulan, meskipun tidak kencang. tapi tetap membuat kami khawatir dan waspada.
Pertanda apakah ini? Bukankah bulan Ramadhan adalah bulan penuh ampunan? bulan penuh berkah dan kasih sayang? Tapi kenapa harus disambut dengan musibah gempa? Diawal bulan Ramadhan diawali dengan tangis air mata.
"Banyakkah rumah sekitar yang roboh?" Tanya pak Kiyai. Ustdz Daffa ikut duduk disamping pak Kiyai, ikut menikmati empek-empek yang meskipun tidak sempat digoreng tapi tetap enak. Dari pada nggk ada kan?? hehe
"Nggk tahu , Ustdz. Tapi dari kabar yang sudah beredar tidak ada korban meninggal ,Ustdz. Cuma sedikit korban luka-luka." Jelasnya. Mungkin berita tentang gempa bumi sudah turun. Tapi manalah kami tahu? Disini tak disediakan akses untuk kami mendapatkan berita. Hanya para Ustdz yang mengikuti kabar terbaru.
"Berapa kekuatan gempa nya ,Ustdz?"Tanya salah satu santriwati. Sedangkan aku hanya mendengarkan Ustdz dengan pembahasannya sambil memakan makanan yang tersedia. Dan beberapa santriwati juga makan sambil bercerita, mengisahkan tentang keberadaannya saat ada gempa. Ada yang masih dikamar, ada yang sudah dijalan akan kemasjid, ada juga yang sudah sampai dimasjid. Sedangkan beberapa orang sudah pulang kerumah dari sebelum ada gempa.Bahkan ada Ustdzah yang bercerita tentang tetangga pesantren yang sedang mandi, masih penuh busa langsung lari keluar mementingkan keselamatan diri, tak peduli badan penuh busa,bahkan ada yang tanpa mengenakan handuk langsung berlari.
"Kalo nggk salah tadi 7,8 magnetudo.Tapi Alhamdulillah katanya tidak berpotensi sunami." Itu adalah hal yang patut disyukuri, mengingat tempat kami yang tak jauh dari pantai. Tapi tak tahu pasti dimana titik terjadinya gempa bumi.
"Nanti sholat tarawih dihalaman sini aja. Yang punya karpet dikamar silahkan dibawa." Kata pak Kiyai memutuskan. Dari pada nggk sholat tarawih kan? Mau sholat dimasjid pasti banyak anak-anak yang tak khusyuk, bahkan pada takut.
Halaman yang cukup luas untuk dipake sholat berjamaah seluruh santri, dan beberapa pohon dipinggir jalan dan asrama, tak mungkin mengenai kami kalolah roboh. Lagian Satri belum banyak dan beberapa sudah pulang.
Memang tadi sore aku sudah menelepon ibu dirumah. Namun dengan adanya gempa besar yang pertama kali aku rasakan, rasanya aku ingin mendengar suaranya lagi. Mengetahui keadaannya. Apakah mereka semua baik-baik saja? ataukah ada yang terluka? Mengingat atap rumah kami adalah genteng. Sangat rawan jatuh jika ada goncangan.
Namun aku bisa apa? hanya bisa meneteskan air mata dan berdoa. Hp Ustdzah yang biasanya kami pinjam selalu sibuk dipake sendiri.
Setelah selesai menikmati empek-empek, waktu sholat isya sudah tiba. Biasanya saat-saat seperti ini aku berjalan bersama kawan-kawan menuju Mushola dengan canda dan tertawa. Bercerita banyak hal dan target khatam membaca Alqur'an.Namun kini, Hari pertama menyambut Ramadhan jauh dari orangtua, Dan ada gempa.
Tiga tahun yang lalu juga ada gempa besar yang menggoyang bumi Pertiwi. Yang berpusat diprofinsi tetangga dan menyebabkan adanya sunami besar yang menghilangkan nyawa banyak manusia. Hanya beda 0,2 magnitudo dengan yang terjadi disini. Namun, waktu itu terasa lebih kecil karna adanya jarak tempuh yang lumayan jauh.
Kami bersiap-siap untuk sholat berjamaah, dan mengambil karpet asrama agar cukup untuk dijadikan shof sholat. Santri putra berbaris didepan, dan santriwati dibelakang agak berjarak. Karna tidak ada papan satir atau penghalang seperti yang biasanya dipake dimasjid. Dan pak Kiyai sebagai imamnya.
Aku mencoba sholat dengan khusyuk, meskipun pikiran dan perasaan sedang kacau tak karuan, ada rasa takut, kangen orangtuaku, dan khawatir, serta rasa sedih harus mengawali hari penuh berkah dengan air mata. Aku mencoba untuk rilex dalam melakukan gerakan sholat, meskipun sesekali gempa susulan ringan masih mengguncang. Aku pun mencoba menghilangkan rasa khawatir dan juga rasa takut.
Usai sholat aku berdoa sambil meneteskan air mata. Berdoa untuk keselamatan keluarga yang dirumah, dan juga untuk keselamatan kakak yang sedang merantau, serta berdoa untuk keselamatan semua santri dan para Asatidz.
"Anak putri tidur disini aja ya!" Perintah pak Kiyai kepada kami setelah selesai sholat berjamaah.
"Kami Ustdz?" Tanya salah satu santri putra yang masih tinggal.
"Kalian tanya sama Ustdz bujang. Atau mau ikut tidur disini?" Jawab pak Kiyai.
"Nggk boleh ... Nggk." Jawab kami para santriwati dan santriwan serempak. Tak setuju jika tidur ditempat yang sama. Namanya tidur itu tidak sadar bukan? Mungkin ada yang mengigau atau bertingkah tidak jelas. Kan malu kalao sampai dilihat oleh lawan jenis. Bisa jadi bahan olok-olok nanti.
"Ya. Kalian santriwan tidur dijaga Ustdz Reyhan dan Ustdz Daffa serta Ustdz yang lainnya." Tegas pak Kiyai memutuskan."Yang sini santriwati Ustdz berkeluarga yang menjaga. Bahaya kalian kalo sampai tidak dijaga." Lanjut pak Kiyai.
Siap-siap para Asatidz untuk berjaga malam, melakukan ronda. Berjaga-jaga untuk menghindari sesuatu yang tak diinginkan terjadi. Karna pak Kiyai sudah mutuskan untuk tidur diluar asrama. Tidur dihalaman rumah pak Kiyai dan beratapkan langit penuh bintang, dan yang pasti tanpa rembulan ya? Karna belum waktunya bulan keluar. Alhamdulillah cuaca terang tanpa mendung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
😎 ȥҽɳƙαɱʂιԃҽɾ 😎
9 😊😃
2021-09-14
0