Aku bergegas berlari mendekat pada kakakku yang sudah dirubungi kedua kawannya. Aku sudah siap pulang karna tadi sudah bersiap, bahkan sudah menggendong tas ransel kecil yang hanya berisi macam-macam barang.
"Kenapa lama sekali jemputnya? Hampir mati karna bosan aku menunggu." Cecarku saat sudah dekat dengan kakak. Sebenarnya aku juga sudah super bahagia sekarang,akhirnya penantian ku berakhir sudah, sedangkan yang lain masih ada yang belum dapat kabar kapan jemputan akan datang. Dianya hanya cuek tanpa banyak menjawab. Menaiki motor lagi siap jalan pulang saat melihatku datang sudah memakai tas.
"Lebay." Cibir mbk Ulfa menanggapiku.
"Kenapa nggak beneran aja mati. Nantikan jadi hot news. Pertama dan satu-satunya seorang santri mati karna bosan." Tambah mbk Rahma dengan lagak reporter berita tivi nasional. Meledek.
"Berharap banget ya?" Cemberut ku, dan memukul lengannya sedikit keras tanda protes.
"Ayok cepat naik." Perintah kakak yang sudah duduk diatas motor yang sudah menyala. Yang mau bonceng masih sibuk debat.
"Udah datang jemputannya, nggk jadi mati lah. " Jawab mbk Rahma lagi.
"Nanti hantunya jadi apa ya? Seringnya kan hantu penasaran. Masa ini hantu bosan? kan nggk lucu." Kata mbk Ulfa sambil berpikir menerawang.
"Beneran kan Bapakku sudah berangkat jemput tadi?" Tanya mbk Nur meyakinkan kalo dia akan cepat pulang juga. Sudah malas lama-lama dipesantren dalam suasana sunyi tanpa penghuni, tanpa kegiatan, dan tidur tanpa tenda sedangkan masih takut untuk tidur diasrama.
"Kenapa? Takut jadi hantu bosan kayak yang dibilang mbk Ulfa?" Kunaiki boncengan motor sebelum sang sopir marah malah ditinggal nanti.
"Apa sih?" Memelotot tak suka dengan kata-kataku. Ah aku mah hanya cerewet dan asal ngomong cuma sama orang yang sudah kenal akrab. Kalo sama orang baru dipikir dulu sebelum ngomong takut memberikan kesan buruk. Bukankah kesan pertama itu penting?
"Iyo." Jawab kakaku tak jelas karna terhalang helm yang sudah dipake." Mangkate mau bareng kok." Lanjutnya.
" Dada. duluan ya." Melambaikan tangan pada yang ditinggal saat motor sudah mulai melaju.
"Pulanglah! Jangan nangis lagi." Teriak Ukhti Yanti yang melihatku naik motor melewatinya untuk memutar motor. Aku hanya tertawa malu mendengarnya.
Tepat saat aku keluar area pesantren bapak mbk Ulfa ,mbk Rahma ,dan mbk Nur gantian masuk pesantren. Berangkatnya tadi bareng dari rumah, bapak-bapak pun datangnya juga bareng cuma yang bujang yang duluan ngebut dijalan koral desa , meninggalkan bapak-bapak dibelakang yang berjalan hati-hati mengutamakan keselamatan.
Hampir satu jam aku diperjalanan. Kini aku sudah datang kembali kerumah kami. Pintu tampak tertutup rapat dan tanpa suara dari dalam.
"Assalamualaikum." Membuka pintu sendiri karna tak ada yang menyambutku pulang. Nelangsa sekali aku ini. Disana ngebet banget pengen pulang, sampai rumah tak ada sambutan. Seakan memang kehadiranku tak diharapkan.
"Kak. Mamak kemana?" Teriakku saat mendengar suara motor kak Adam sudah teriak kencang siap pergi lagi. Dan tanpa jawaban motor sudah pergi, atau memang menjawab tapi aku tak dengar karna kalah dengan bisingnya suara motor king nya.
Aku lempar tas yang penuh isi karna emosi, dan membaringkan badan didipan yang sudah ku rindukan, tanpa mandi atau bersih-bersih dulu. Ingin segera tidur meskipun badan sudah mulai lengket tak nyaman karna dari pagi belum mandi. Bahkan tanpa cuci muka meskipun sudah terasa berminyak dan terpapar debu jalanan. Tanpa butuh waktu lama aku sudah terlelap dalam tidur.
"Mbk bangun." Suara teriakan anak kecil membangunkan ku. Aku mengerjapkan mata untuk bisa melihat dengan jelas. Adekku bernama Eli yang baru berusia tiga tahun sudah ada diatas tubuhku untuk membangunkan, menarik-narik jilbab yang masih aku kenakan. Ah aku tak sempat melepasnya, bahkan kaos kaki saja masih terpakai.
"Mbk bangun. Kata mamak culuh bangun, cholat." Teriaknya lagi tepat ditelingaku dengan lafadz cadelnya, sedangkan aku hanya mendengus kesal dan mengambil bantal untuk menutup telinga tak suka tidurku diganggu. Sedangkan anak kecil itu tak akan berhenti mengusikku kalo aku belum bangun.
"Mamak mana? Kalian dari mana?" Tanyaku masih dengan muka dan telinga tertutup bantal. Namun teriakan nyaringnya tetap saja memekakkan telinga, karna dia teriak tepat didekat telingaku.
"Mamak cholat." Jawabnya dan turun dari tempat tidurku. "Mak, mbk nggk mau bangun." Teriaknya melapor pada emaknya. Padahal bicara biasa juga dengar lo, tapi pastinya tak ada jawaban karna dia sendiri yang bilang kalo emak lagi sholat bukan? Dasar anak kecil.
Aku pun bangun dan mengambil baju untuk ganti karna sudah tak tahan dengan gerah, meskipun tak mandi tak apalah. Ku lihat mamak masih diruang sholat ditungguin Eli yang asik cerita sendirian, tanya sendiri jawab sendiri seakan jadi dalang wayang kulit aja. Aku hanya geleng kepala melihatnya dan berlalu kebelakang untuk mengambil air wudhu digentong belakang.
"Mamak tadi dari mana lo? Aku pulang nggk ada orang dirumah." Sebal ya, saat kita semangat bahkan sampai menangis karna ingin pulang jumpa dengan keluarga, terutama ayah dan ibu. Setelah sampai rumah ternyata tak ada orang yang menyambut kedatangan kita.
"Tadi ketempat bude. Ada pengungsi dari pesisir yang jatuh sakit." Jawab emak sambil melepas mukenah tanda sudah selesai dengan urusan sembahyang.
"Owh. Banyak yang ngungsi?"
"Lumayan. Adekmu aja kalo malam nggk mau tidur dirumah, jadi ikut keatas untuk tidur ditenda." Menggantung mukenah kemudian keluar ruang sholat. "Cepetan sholat sebelum waktunya habis." Lanjut ibu sebelum bener-bener keluar.
Aku melakukan sholat ,setelah itu ikut ikut bergabung dengan emak dan adek yang tiduran diruang tamu dengan menggelar tikar.
"Bapak kemana, Mak?" Tanyaku duduk disamping emak yang meninabobokan si kecil.
"Bapak keladang. Mau kemana lagi lo? kerjaan bapak libur dulu karna gempa." Jawab ibu pelan tak ingin membangunkan Eli yang belum benar-benar tidur.
Aku bercerita banyak hal pada ibu. Tentang kegiatan sekolah yang aku ikut grup qosidah, hingga pusingnya menghafal banyak ayat Al-Quran dan hadist, serta peraturan yang ketat harus ditaati.
Begitupun mamak. Dia bercerita tentang kejadian gempa, serta Eli yang tak mau tidur dikamar karna selalu teriak histeris kalo merasa ada goyangan sekecil apapun. Padahal namanya tidur didipan papan yang dibikin sendiri dengan paku seadanya, sehingga selalu bergoyang jika salah satu yang menempatinya bergerak. Makanya meskipun siang hari tidurnya ditanah dengan menggelar tikar meskipun didalam rumah. Maklum rumah kami belum dilantai, masih tanah.
"Ya udah istirahatlah, sambil temani adek! Pasti kamu capek. Mae mau kewarung ." Perintahnya setelah beberapa menit bercerita melepas kangen. Dan bangkit kekamar untuk mengambil uang. "Mau bikin apa nanti?" Tanyanya sebelum benar-benar keluar untuk kewarung.
"Nth." Jawabku sambil berpikir sebelum menjawab.
"Bikin nutrijell Mak." Ah itu makanan favorit ku. Dan sudah lama aku tak memakannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
😎 ȥҽɳƙαɱʂιԃҽɾ 😎
10 👍👍
2021-09-14
0