“Ada yang ingin bertemu denganmu, Dave.” Leo masuk ke dalam ruang kerja pria itu, lalu mendudukan bokongnya di atas sofa di hadapan Dave.
“Siapa lagi, Leo? Katakan padanya aku tidak punya banyak waktu untuk melayani mereka. Dan katakan padanya, bahwa aku tidak menerima tamu di rumahku ini.” Dave masih fokus dengan laptop di hadapannya, ia mengecek setiap perkembangan usahanya yang ada di Luar Negeri.
“Seorang wanita ingin bertemu denganmu,” ujar Leo menatap ke arah Dave.
“Perintahkan agar dia temui aku sekarang di sini, aku tak banyak waktu untuk membahas hal yang tidak penting.” ketus Dave kesal, siapa lagi yang mencoba ingin bertemu dengannya?
Akankah mamanya menemuinya kemari untuk membujuknya agar menyetujui pernikahan politik tersebut? Ah, yang benar saja. Pikir Dave.
Ia benci dijodohkan.
Leo melenggang pergi meninggalkan ruang kerja Dave, pria itu menatap punggung Asisten pribadinya sampai menghilang.
Ia menarik nafas dalam, mengembuskannya perlahan-lahan, pintu ruang kerjanya terbuka.
Terlihat seorang wanita dengan memakai stelan rok mini yang begitu ketat sepaha, dan baju kemeja tak berkancing di atasnya. Membuat Dave memincingkan mata, sepertinya ia pernah melihat wanita ini, tapi di mana?
Otaknya kembali berpikir keras, siapa wanita ini? Wajahnya tak asing lagi, seperti pernah berjumpa padanya.
“Siapa kau?” Dave memicingkan mata menatap tajam ke arah wanita yang kini berjalan mendekat ke arahnya.
“Kau bertanya kepadaku? Aku adalah Arzu, wanita yang akan menikah denganmu.” jawabnya sambil tersenyum sinis menatap Dave. Ia mendekat ke arah Dave, dan berdiri di samping pria itu.
“Aku sudah pernah mengatakan bahwa aku tidak akan pernah menikah karena perjodohan! Pergi kau dari rumah ini, atau kau—”
“Atau kau akan apa, Dear?” wanita itu mencelah masuk memotong pembicaraan Dave. Ia membungkan bibir Dave dengan jemari tangannya.
“Beraninya kau!” Dave menggertakan giginya marah.
“Menggodamu jauh lebih asik, Sayang. Ah, rasanya aku sangat ingin segera menikah denganmu,” desahnya pelan sambil tertawa, membuat Dave semakin emosi.
“Bermimpilah setinggi mungkin, aku tidak akan pernah menikahimu dengan apapun alasannya.” Dave tersenyum sinis, ia kembali fokus dengan laptop di hadapannya.
Gadis itu tampak menggeram karena Dave mengabaikan kedatangannya. Laki-laki ini sangat membuatnya tertarik, dari segi penampilan, fisik, dan kekayaan. Sungguh laki-laki idaman setiap wanita. Sudah tampan, tajir lagi. Wanita mana yang akan menolak laki-laki seperti itu?
“Leo!” teriak Dave kencang, membuat Leo yang tadinya berdiri di depan pintu ruang kerja, langsung masuk ke dalam ruangan.
“Ada apa?!” Leo panik, ia melontarkan tatapan ke arah Arzu dan Dave.
“Seret dia keluar dari mansion ini secepatnya, dan jangan pernah biarkan dia menginjakkan kedua kakinya ke sini! Jika perlu, patahkan kedua kakinya agar tidak dapat lagi datang kemari!” perintah Dave pada Leo.
Arzu menatap tak percaya bahwa pria tampan itu sangat kejam, ia bergidik ngeri. Ternyata, meluluhkan Dave bukanlah suatu hal yang mudah.
Wanita itu dengan susah payah menelan salivanya, ia menutupi rasa takutnya di hadapan Dave.
Leo membawa paksa Arzu keluar dari ruang kerja Dave.
Mau tidak mau, wanita itu harus keluar dari mansion milik Dave. Ia harus bisa meluluhkan hati Dave, berbagai cara apapun akan ia lakukan untuk mendapatkan hati pria itu.
Tunggu saja permainannya, gumam Arzu.
Dave meraih ponselnya, lalu ia mencoba menghubungi Andra—papanya.
Sambungan telefon terhubung.
“Apakah kau yang mengirimkannya kemari?” tanya Dave geram.
“Kau menyukainya, Putraku?” suara dari dalam ponsel itu terdengar jelas di kedua telinga Dave.
“Apakah kau ingin aku mematahkan kedua kakinya?” tanya Dave lagi, tangannya tampak mengepal, menahan amarah.
“Silakan saja, atau kau akan melihat akibat perbuatanmu,” ancamnya.
“Kau mengancamku?” tanya Dave lagi.
“Tidak, mana mungkin aku mengancam anakku sediri,” cibirnya.
“Jika kau berani mengirimkannya kemari, aku tak akan segan-segan untuk mematahan kakinya agar dia tak dapat lagi berjalan ke sini.” ancam Dave kesal.
Pria itu segera memutuskan panggilan, ia menggertakan giginya marah, wajahnya memerah padam. Andra sungguh membuatnya naik darah kali ini, emosi menyelimuti hatinya.
“Orang tua macam apa kau mengancam putramu sendiri, Andra?!” Dave menghempaskan bingkai foto keluarganya, terlihat Dave sedang digendong oleh Asa—ibunya. “Bukankah orang tua selalu memberikan yang terbaik demi kebahagiaan anaknya? Tetapi mengapa kalian tidak?!”
Wajahnya tampak gusar, pikirannya berkecamuk, ia mengusap kasar wajahnya.
“Arkghhh!”
Dave meremas rambutnya kasar.
“Leo!” pekiknya kuat.
“Ada apa, Dave?” Leo berlari segera masuk ke dalam ruang kerjanya, sehabis mengusir Arzu.
“Siapkan mobil, antarkan aku ke rumahnya. Aku tidak akan tinggal di mansion ini untuk beberapa waktu,” pintanya menatap Leo dengan tatapan sayu.
“Baik, aku menunggumu di bawah.” Leo pergi meninggalkan ruangan.
Dave menatap kepergian Leo, ia menarik nafas dalam, lalu mengembuskannya perlahan-lahan, men-netralkan kondisi tubuhnya.
Setelah itu, Dave berjalan menelusuri anak tangga, ia pergi keluar mansion, mobil telah dipersiapkan, anak buahnya membukakan pintu mobil, mempersilakan Dave untuk masuk.
“Mari, Bos.”
Dave masuk ke dalam mobil, lalu anak buahnya ikut menyusul Dave ke dalamnya. Mobil yang membawa Dave melaju pelan meninggalkan mansion, ia berniat untuk tinggal bersama Cerin dalam beberapa waktu.
Ia yakin, Andra akan terus mengirimkan wanita itu agar selalu datang ke mansion, ia benci hidup dalam aturan orang tuanya. Andra dan Asa tidak pernah memikirkan kebahagiaan anaknya sendiri, mereka terlalu egois untuk hal itu.
Dave benci sikap orang tuanya yang begitu berambisi untuk mengejar ketenaran nama di hadapan banyak orang, percuma jika memiliki harta banyak, dan jabatan tinggi, jika kebahagiaan tak pernah didapatkan.
Uang tak bisa membeli kebahagiaan.
Itulah mengapa, Dave selalu membuang-buang uangnya untuk kesenangan sesaat, namun kebahagiaan tak pernah sekalipun ia rasakan. Terkecuali saat-saat bersama dengan Anha.
Uang memang segalanya, tapi kebahagiaan tak bisa dibeli dengan uang, begitupula dengan waktu.
Semua orang punya uang, tetapi tak semua orang punya waktu.
Pandangannya kosong menatap ke jalan raya, entah apa yang kini ada di benaknya.
Leo memperhatikan Bosnya itu, seperti sedang banyak pikiran.
Bagaimana tidak, orang tuanya selalu memaksakan kehendak mereka, tanpa peduli tentang kebahagiaan Dave.
Hidup dalam bayangan membuatnya muak.
“Dave, kita sudah sampai.” ujar Leo, seraya mengibas-ngibaskan tangannya ke hadapan Dave.
Dave tersadar dari lamunannya, entah sudah berapa lama ia bergulat dengan pikirannya sendiri.
Anak buahnya telah membukakan pintu mobil, mempersilakan Dave untuk keluar.
Dave keluar dari dalam mobil, “Kembalilah ke mansion, Leo. Jika Andra bertanya padamu tentangku, katakan saja bahwa aku sedang ke Luar Negeri untuk beberapa saat.”
Leo mengangguk mengerti, membuat Dave menghela nafas, ia segera masuk ke dalam rumah mewah yang ada di hadapannya, karena mereka berada di halaman rumah yang ia beli.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
nu nu
iyaaaa
uang bukan segalanya
tapi segalanya butuh uang🤭🤭
2021-10-22
1
Rosmawati Intan
tingga kan semua nya.. jauh dri tempat yg mengenali
2021-07-13
1
Hany Hutagalung
yah...
tinggallah bersama cerin
2021-07-09
1