“Dave, kau mendapatkan undangan makan malam di rumah orang tuamu.” Leo mendudukan dirinya di hadapan Dave yang masih sibuk mengotak-atikkan laptop di hadapannya.
“Bilang ke mereka bahwa aku sibuk, aku tidak bisa menghadirkan acara makan malam itu.” ketus Dave, ia sama sekali tidak berniat untuk hadir dalam undangan orang tuanya.
Sudah bisa ditebak oleh Dave, bahwa mereka pasti akan meminta Dave ikut dalam pernikahan politik demi sebuah ketenaran nama di hadapan publik.
“Tapi, Dave. Tuan besar memintamu untuk hadir di sana, kalau tidak, mereka akan membuat usahamu hancur dalam sekejap,” tutur Leo membuat Dave menggeram marah.
“Baik, aku akan datang menemui mereka malam ini.” Dave memasang wajah datarnya, mau tidak mau, ia harus menghadiri undangan makan malam itu.
Ia tahu siapa orang tuanya dan watak orang tuanya. Ia benci hidup dalam larangan, ia ingin kebebasan tanpa aturan.
Laki-laki keras kepala, dan selalu ingin hidup tanpa adanya kekangan yang harus ia penuhi.
Dave mengusap wajahnya kasar, menutup laptop yang ada di hadapannya, rasanya ia tidak berminat untuk menghadiri undangan itu, namun apalah daya, karena ancaman itu ia harus merelakan dirinya pergi ke sana.
***
Pria itu tengah berdiri di depan cermin di dalam kamarnya, terlihat sangat gagah dengan stelan texudo-nya, ia melihat wajahnya dari cermin.
“Ternyata setampan ini diriku.” Dave bermonolog memuji dirinya sendiri.
Ia melingkarkan jam kecil di tangannya, lalu berjalan keluar dari dalam kamar. Ia menelusuri anak tangga, hendak berjalan menuju keluar rumah.
“Antarkan aku ke rumah orang tuaku!” perintah Dave kepada anak buahnya.
Anak buah Dave membuka pintu mobil mempersilakan Dave untuk masuk ke dalamnya.
Dave masuk ke dalam mobil, dua anak buahnya menyusul masuk.
Mobil yang membawa Dave melaju pelan, membelah jalan raya perkotaan menuju rumah orang tuanya.
Dave meraih ponsel yang ada di saku celanya, ia menatap layar ponsel, melihat mata-matanya mematai Cerin. Terlihat, wanita itu sedang asik memakan cemilan di tangannya.
“Ternyata dirimu juga sangat cantik, sama cantiknya dengan Anha.” gumamnya pelan, ia tersenyum menatap foto Cerin yang ada di ponselnya.
Dave mengembuskan nafasnya pelan, menatap jalan raya, tak lama kemudian, mobil yang membawanya telah sampai di kediaman orang tuanya.
Anak buah Dave turun lebih dulu, membukakan pintu mobil mempersilakan Bosnya untuk turun.
Dengan gaya khasnya pria itu turun dan berjalan masuk ke mansion mewah milik orang tuanya, beberapa penjaga di depan pintu masuk memberikan hormat padanya.
“Selamat datang, Tuan Muda.”
Semua orang memberi hormat, hanya dibalas Dave dengan senyuman kaku, sebenarnya ia tak ingin menginjakkan kakinya ke rumah ini. Hanya karena ancaman dari papanya ia terpaksa harus kemari.
Dave masuk ke dalam mansion, ia langsung menuju meja makan. Kedua matanya tertuju pada wanita yang ada di dekat mamanya.
Akankah wanita itu akan dijodohkan padanya?
“Selamat datang, Putraku,” Andra menyambut kedatangan putranya.
“Putramu? Apakah kau memerankan peranmu sebagai orang tua?” Dave menaikan alisnya, ia malas untuk bicara pada Andra—papanya.
“Dave!” teriak Andra mulai emosi. “Jangan membuatku marah!”
“Cih, kau yang mengundangku tetapi kau yang ingin marah-marah di sini? Apakah itu memerankan peranmu sebagai orang tuaku?" cibir Dave sinis.
“Dave, besikaplah yang baik!” tegasnya dengan nada sedikit tinggi.
Dave memicingkan mata, seakan meremehkan orang tuanya sendiri. Bagaimana tidak, papanya selalu meminta Dave menyetujui pernikahan politik agar namanya tenar di hadapan publik.
Pria itu tampak geram, namun ia mencoba tetap menjaga suasana agar mansion ini tidak ada kekacauan.
Dave menarik kursi meja makan, lalu duduk di samping mamanya. Wanita sosialita yang begitu menyandang statusnya dari keluarga terpandang.
“Kau ingin makan apa, Dave?” wanita tua itu mencoba bertanya pada putranya yang keras kepala.
“Aku ingin memakan daging manusia saat ini, dan mencabik-cabiknya hingga tidak ada lagi yang tersisa,” jawab Dave menggertakan giginya, menatap Andra yang ada di hadapannya.
Tatapan tajam itu seakan membunuh Andra dalam sekejap.
“Dave!” bentak Asa.
“Aku ingin memakan daging manusia, aku tidak berminat untuk makan malam di sini, ada yang perlu aku jelaskan lagi?” Dave menekankan setiap kalimatnya. “Aku tahu betul, undangan kalian malam ini pasti akan membahas pernikahan politik lagi bukan?”
Pria itu melontarkan tatapan tidak suka, kepada seluruh orang yang ada di meja makan. Ia pergi meninggalkan meja makan, emosi menyelimuti hatinya.
“Berhenti!” teriak Andra marah, perilaku putranya sangat membuatnya murka.
Dave memutar badannya menatap tajam ke arah Andra, “Apa yang ingin kalian katakan kepadaku? Katakanlah! Aku tidak punya banyak waktu untuk meladeni orang-orang egois seperti kalian.”
“Dasar anak kurang ajar!” bentak Andra dengan murka, tatapannya menatap Dave tatapan tajam.
“Anak kurang ajar? Haruskah aku patuh dengan orang tua yang egois seperti kalian? Yang hanya mementingkan kebahagiaan sendiri untuk mencari nama di hadapan publik?” cibir Dave sinis.
“Beraninya kau berkata seperti itu, Dave!” teriak Andra dengan nada tinggi, pria tua itu ikut terselimuti oleh emosi yang menggebu-gebu.
“Jelas, karena kalian tidak pernah mementingkan kebahagiaanku, maka aku tak akan pernah memikirkan kebahagiaan kalian semua. Aku tidak ingin hidup dalam bayangan aturan kalian, aku punya duniaku sendiri. Dan untukmu yang selalu kupanggil dengan sebutan Mama, akankah kau bersikap layaknya seorang ibu pada anaknya?” Dave melontarkan tatapan tajam ke arah Asa—Ibunya.
Wanita tua itu terdiam mendengar perkataan yang keluar dari sudut bibir putranya—Dave. Baru kali ini, Dave berbicara lancang padanya.
“Peranmu hanya sebagai ibu yang melahirkanku, tapi kasih sayangmu hanya sebatas untuk menjadikanku hanya sebagai ahli waris yang kuat, karena kalian terlalu mementingkan harta, dan tahta, sedangkan anakmu yang sekarang ada di hadapanmu, adalah anak yang haus dengan kasih sayang tulus darimu, Maa!” Dave tak lagi menahan semua rasa yang telah lama ia pendam.
Ambisi orang tuanya yang kuat untuk menjadikan Dave sebagai pemimpin di perusahaan, sangat membuat Dave merasa tertekan. Mangkanya dari itu, Dave memilih untuk hidup sendiri tanpa adanya orang tua di sisinya.
Hatinya telah mati, kasih sayang tak pernah ia rasakan selain bersama dengan Anha.
Hanya Anha yang memberikannya kasih sayang yang tulus. Kepergian Anha sangat membuatnya terpukul.
Dave menahan air mata di sudut matanya, ia tak boleh menunjukan kelemahannya di hadapan Andra dan Asa. Ia adalah pria kuat yang bisa memendam semua rasa sakit sendirian, tanpa harus berbagi kepada siapapun.
“Sudah cukup rasanya aku hidup dalam tekanan dan paksaan, biarkan aku hidup damai dengan caraku sendiri. Jika kalian ingin aku hormati layaknya orang tua, bersikaplah layaknya sebagai orang tua untukku, aku tidak pernah membenci kalian, dan aku tidak pernah menyalahkan takdir yang telah tergaris untukku. Tapi satu hal yang harus kalian ketahui, bahwa aku, sebagai anakmu, aku kecewa!” teriak Dave dengan nada tinggi, urat lehernya naik, matanya memerah, wajahnya memerah padam, menahan segala kekesalan.
Ia telah meluapkan segalanya, rasa sakit yang selalu ia pendam, sekarang telah ia luapkan di hadapan orang tuanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
Indah Yuli
lanjut......seru" nich
2021-08-28
1
Lely😊
seru..seru..seru...
2021-07-25
1
istripakamiin
dri kecil dia sudah terdidik menjadi pola yg keras dri kkuarganya,, pantas saja dia menjadi arogan dn keras kepala Krn kehidupannya
2021-07-23
1