Satu langkah Jay berderap keluar, menatap ruang luas tanpa penghalang, menghirup dalam-dalam aroma udara luar yang selama ini dirindukannya. Melihat kembali riuhnya jalanan yang di padati lalu lalang kendaraan dengan tujuan masing-masing.
Sedikit menoleh ke kanan juga ke kiri, nampak bayangan Kinara melambaikan tangan dengan senyum merekah indah penuh rona bahagia. Namun sekejap hilang, hanya halusinasi. Jika saja, kejadian itu tak menimpa Kinar, itu pasti penglihatan nyata. Kinar akan setia menunggu Jay.
Membawa beban kecewanya, menyusuri jalanan panjang. mencoba menikmati pemandangan kota yang selalu menyuguhkan kemajuan baru di tiap waktunya. Sembari menuju tempat pulang, keluarga yang masih menunggunya.
"Maaf...aku nggak sempet jemput Abang," sapa Anin dengan sikap dinginnya.
"Bagaimana kondisi Ibu?"
"Ada di kamar?" tunjuk Anin hanya dengan dagunya.
Jay segera masuk menemui sang Ibu, "aku sudah kali Bu..." lirih Jay sembari meraih tangan sang ibu, duduk di sisinya, menatap tubuh kurus tergelatak tak berdaya di atas kasur usangnya.
"Jay...kamu pulang?" sahut sang Ibu lirih, tanpa tenaga.
"Maaf...maafkan aku Bu..." Air mata Jay luruh, tak mampu di bendungnya.
Sang Ibu hanya menggeleng, "ibu senang bisa lihat kamu lagi," jawabnya lagi.
"Keadaan Ibu makin mburuk sejak Abang masuk penjara," sela Anin dari ambang pintu.
"Aniiiin..." kata sang Ibu, melarang Anin untuk tak berkata demikian lagi.
"Kita bicara di luar Bang!" pinta Anin. Yang segera diikiti Jay, beranjak mengikuti langkah kaki adiknya itu.
"Abang udah lihat sendiri gimana keadaan Ibu kan? Itu semua gara-gara Kinar. Bahkan dia menghilang entah kemana, mungkin hidup bahagia dengan suami kayanya. Dasar murahan..." terlihat sekali kebencian di mata Anin.
"Cukup...jangan bahas hal itu lagi," sergah Jay.
"Kenapa? Abang masih mau nyari dia,masih ngarepin cinta dia hah?" Anin meninggikan nada bicaranya.
"Bukan urusanmu," jawab Jay yang memilih masuk menemani sang Ibu.
_____________________________
Dengan cekatan Kinar menyelesaikan pekerjaannya, pulang lebih awal dari biasanya membuatnya tersenyu sumringah. Bisa cepat bertemu dengan Evan, mengajaknya bermain sore ini.
Baru beberapa langkah meninggalkan gedung menjulang tinggi tempatnya bekerja, dua orang bertubuh kekar menghadang dengan wajah sangarnya. Membuat Kinar terkesiap, satu diantaranya tidak asing. Mencoba berbalik lalu kabur adalah pilihannya, namun dengan mudahnya dua orang itu mencegat langkahnya. Memaksanya tertahan diam penuh kecemasan.
"Lu kira bisa kabur gitu aja?" gertak salah seorang dengan gahar.
"Kalian mau apa lagi?"
Seorang yang wajahnya tak asing menyodorkan selembar kertas berisi rentetan nominal uang dari bulan ke bulan, "ini hutang ayah lu!" gertaknya lagi.
Enam puluh lima juta tujuh ratus lima puluh lima ribu rupiah.
Kinar melemparnya setelah melihat sepintas nominal angka terakhir, "ini sudah tidak ada urusannya dengan saya," katanya tegas.
Mengembara hal tersebut, sontak membuat kedua orang itu tergelak, "hahaha...maksud lu, kita harus nagih ke kuburan gitu?"
"Terserah..."
"Kamu yang harus lunasin semuanya," gertaknya.
"Aku nggak punya uang. Jika pun ada, nggak bakal aku kasih. Bukan tanggungjawab ku lagi," Kinar tak mau pasrah begitu saja.
"Lu nggak punya pilihan," jawab lelaki itu dengan sinis, sembari menarik paksa tangan Kinar masuk ke dalam sebuah mobil.
"Apa yang kalian lakukan?" Kinar mendelik, meronta mencoba melepaskan diri. Bisa diprediksi tenaganya nggak sebanding, terseret pasrah.
"Lu bisa diem nggak?" gertak lelaki itu, menyumpal mulut Kinar, saat Kinar berteriak meminta tolong.
Selang satu setengah jam kemudian, mobil telah terparkir di sebuah halaman luas tempat hiburan malam. Kedua orang tadi menyeret Kinar keluar. Kali ini Kinar menurut pasrah, energinya meluap habis.
Apa kali ini, aku harus kembali kehilangan harga diriku lagi? cebiknya dalam hati.
"Ini Bos...terserah mau bos apakan?" sbilemdorong tubuh Kinar, terjerembab di atas sofa.
"Kerja Bagus kalian," puji pria bertubuh sedikit gempal itu menyeringai.
"Kamu mang cantik. Tapi gue udah nggak nafsu, nggak sudi gue dapet bekasnya Jay," rupanya pria itu masih mengingat kejadian itu, mempercayai itu benar-benar terjadi.
"Surub dia melayani tamu. Ganti dengan pakaian seksi," titah sang Bos.
"Tunggu...aku akan membayarnya. Tapi aku mohon jangan jual tubuhku," Kinaremciba bernegosiasi.
"Lalu dengan apa?"
"Aku akan kerja di sini sampai hutangnya lunas," tawar Kinar.
"Hahahaha... mau berapa lama? Ok..aku terima tawaran kamu, tapi ingat kamu tidak bisa berhenti sebelum aku minta berhenti," balasnya dengan syarat juga.
"Baik...tapi setidaknya ada kalkulasi perhitungannya, dan saat impas aku bisa keluar," Kinar tak bodoh.
"Ternyata kamu anggap jeli cantik...baiklah kali ini aku berbalik hati meloloskan permintaanku. Ya... setidaknya itu karena kamu wanitanya Jay," sorotnya menajam penuh maksud.
Akhirnya dengan hati juga langkah yang berat, malam ini Kinar mulai bekerja di tempat yang tak pernah dia bayangkan sebelumnya, di tengah kehidupanya yang mulai lebih baik.
Beberapa hari pulang larut dengan alasan lembur. Memilih tidak berterus terang pada Bu Ira, tak ingin membuatnya khawatir. Yang paling membuatnya berat adalah waktu untuk Evan termpaa begitu saja.
Wajah memucat dengan lingkar mata menghitam tak menyurutkan niatnya untuk segeraelunaai hutang, terbebas dari tempat terkutuk itu. Tempat yang di sana sini hanya ada pemandangan yang membuatnya ingin menutup mata, risih.
Dengan raga perihnya, dia paksakan melayani pesanan tamu yang makin malam makin ramai. Pontang-panting kesana kesini, melewati pria-pria bermata mesum yang siap menerkamnya di tempat. Membuatnya ekstra berjaga diri, meski berat.
Hingga saking lelah dan gugupnya, dia menabrak seseorang. Bir yang dia bawa tertumpah di baju pria tersebut.
"Maaf...saya tidak sengaja," seraya menunduk, dengan wajah panik.
"Maaf kami bilang? semudah itu? kamu harus ganti kemeja mahalku ini," gertaknya yang setengah mabuk.
"Sekali lagi aku minta maaf!" kembali Kinar menundukan kepalanya.
"Aku bilang kamu harus membayarnya," ucapnya parau seraya menarik tubuh Kinar ke dekapannya. "Bayar aku malam ini," mulai menggerayangi tubuh Kinar. Kinar sontak menjauh, meronta melepaskan diri.
"Coba saja kalau kamu bisa," gumam pria itu seraya maju, mendesak tubuh Kinar. Mengungkung tubuhnya yang tersudut dinding. Kinar masih berusahaendorong tubuh itu, namun sia-sia. Pria itu makin menghimpitnya. Berusaha meraih bibir Kinar yang membuat darahnya berdesir, penuh hasrat.
"Jangan tuan...jangan..." Dengan air mata yang telah jatuh membasah, Kinar memalingkan wajahnya menghindari cumbuan itu. Cumbuan yang mengingatkannya pada kejadian itu, kejadian yang merenggut harga diri dan kehormatanya sebagai seorang perempuan. Kini matanya terpejam diantara ketakutan yang menderanya. Tubuhnya merosot ke bawah, kala tubuh pria yang mengungkungnya tiba-tiba menjauh. Ditarik paksa, dihujani hantaman keras bertubi-tubi yang membuatnya terhuyung, terkulai penuh darah dari sudut bibirnya.
"Kita pergi dari sini," seorang pria menarik lembut tangan Kinar, menuntunnya keluar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
Risma Wati
kak kok belum up jg, jgn lama2 ya kak up nya..👌💪
2021-03-09
0
AM
Semangat kak, aku mampir nih udah like, komen dan rate, bacanya nyicil ya 🥰
Baca juga cerita yang baru, Choice Of Love 🥰
2021-03-09
0
Ferly Ina
hadir lagi thot bawa like jangan lupa feedback 🤗
2021-03-09
0