Kinar berlari tanpa memperdulikan diri maupun sekitar, menubruk beberapa temanya yang malah makin mentertawakannya. Secepatnya menjauh, tak tahan lagi dengan kata-kata tajam yang menghakiminya tanpa peradilan.
Tenaga yang sudah tak mampu lagi menggerakkan langkah kakinya, membuat Kinar ambruk. Menggelangsar di tengah jembatan sungai yang sepi. Memukuli perut yang kini telah berubah ukuran, tak rata seperti bebarapa bulan lalu.
Kenapa...kenapa kamu hadir di saat seperti ini. Aku membencinya, sangat...isaknya, belum berhenti memukuli perutnya.
Di suasana yang sepi, hanya terdengar gemericik air sungai di bawah sana yang mendominasi. Saat seperti itu, setan mulai tampil cantik dengan rayuanya, berbisik manis di telinga. Hingga Kinar pun bangkit, berdiri di tepi pembatas jembatan. Melihat tingginya air di bawah sana. Jika dia jatuh, mati pastinya, pikirnya. Selangkah demi selangkah, kakinya meniti pembatas tersebut hingga berada di baliknya. Siap terjun bebas ke dasar sana.
Setalah kamu terjun, semua rasa sakit kamu akan terhempas jauh. Kamu akan bahagia...rayuan itu makin memenuhi telinga kirinya.
Ini adalah ujian hidup, setiap kesusahan pasti ada rusnusan masalahnya. Bersabarlah... ingat, masih ada orang yang sangat peduli dan menyayangi kamu...bisikan itu terdengar lembut menenangkan di telinga kanannya.
Sementara di telinga kirinya masih tak mau kalah, terus berbisik menyuruhnya segera melepas cekalan tanganya. Terjun ke bawah.
Kinar akhirnya memejamkan mata, bersiap melempar dirinya ke bawah sana. Namun di saat bersamaan, terdengar suara Bu Ira memanggilnya dengan lembut.
Bu de akan terus berada di samping mu. Jangan kalah dengan keadaan... Bayangan senyuman Bu Ira membuatnya kembali tersadar. perlahan mundur mengurungkan niatnya.
Menjauh pergi dari tempat itu, sambil mengusap dan memandang ke arah perutnya dengan rasa bersalah.
Maaf...maafkan ibu udah memukuli kamu. Ibu nggak akan lagi melakukan itu...ibu janji... ucapnya dengan linangan air mata yang meleleh membasahi pipinya.
______________________
"Kamu kemana saja, kenapa baru pulang?" seru Bu Ira yang nampak panik.
Dengan berkaca-kaca Kinar langsung membenamkan wajahnya dalam pelukan Bu Ira.
Sontak membuat Bu Ira terdiam, dengan terkaanya di kepalanya. "Sesuatu terjadi sama kamu?"
Kinar mengangguk, "aku lelah...sangat lelah Bu De..." eluhnya terdengar sendu.
Bu Ira pun merangkulnya, memapahnya untuk duduk. Dia paham, ini terlalu berat untuk Kinara.
"Besok Bu De akan ke sekolah kamu. Setelah itu kita langsung pindah," kata Bu De sembari mengusap lembut puncak kepala Kinar yang kini telah berada di pangkuannya. Bisa menebak sebab Kinar menjadi serapuh ini.
"Terimakasih Bu De.."
"Kita mulai hidup baru di sana, kamu berhak bahagia. Bunga itu, dia pernah mekar indah, di petik, layu, lalu kering. Dengan sedikit sentuhan dia kini malah terlihat indah dengan nilai seni tinggi. Tidak terbuang sia-sia. Jangan putus asa meski kamu setangkai layu," kata Bu Ira yang begitu dalam, menunjuk hiasan bunga kering yang eksotis.
Kinar kembali menitikkan air matanya, tapi kali ini adalah air mata haru. Air mata yang akan menjadi awal kehidupan barunya, demi anak yang sedang dia kandung dan tentunya demi sang Bu De yang rasanya lebih dari Ibu kandungnya sendiri.
"Aku nggak bisa mengatakan apapun lagi...terimakasih Bu..." sebutnya. Menghangatkan kata De yang menempel. Kini ingin memanggilnya Ibu.
Bu Ira pun tak kalah terharu, panggilan Bu...membuatnya merasa menjadi seorang perempuan sempurna.
_________________________
"Maaf, sebelumnya perkenalkan. Saya Ira, wali dari Kinara Anggraini," kata Bu Ira dengan lugas menemui Waka kesiswaan di sekolah Kinar.
"Kedatangan saya kesini, perihal kejadian yang menimpa Kinar anak saya. Saya rasa Bapak juga sudah mendengar kabar tersebut, bahwa dia tengah hamil. Itu memang benar, tapi Bapak dan pihak sekolah perlu tau. Beberapa bulan yang lalu Kinar telah terenggut paksa kehormatannya," tanpa jeda Bu Ira menjelaskan.
"Kenapa kejadian seperti itu tidak ibu laporkan pada yang berwajib?"
"Karena Kinar sendiri tidak tau siapa orangnya, dan yang saksi yang mungkin berkaitan juga menghilang. Namun kedatangan saya ke sini, bukan untuk mengiba. Saya bermaksud meminta surat pindah untuk anak saya. Saya tidak mau, anak saya makin tertekan psikisnya selama berada di sini. Dengan gunjingan-gunjingan seluruh warga yang ada di sini," ucap Bu Ira tanpa mengurangi rasa hormatnya.
"Baiklah Bu Ira, saya bisa mengerti kondisi Kinar. Hanya saja, kami minta maaf tak bisa meredam kabar yang sudah terlanjur bergulir. Kami akan penuhi permintaan Ibu, meski sebenarnya kami menyayangkan, karena Kinar siswa yang berprestasi."
"Terimakasih atas pengertian Bapak, ini demi kebaikan anak saya."
Bu Ira melenggang anggun, melewati kerumunan siswa yang berbisik sinis saat melihatnya. Berkas kepindahan Kinar sudah ada di tangannya. Untuk merampungkan pendidikan Kinar yang hanya tinggal hitungan Minggu.
"Kita akan pindah kemana Bu?" tanya Kinar sembari mengemasi barang-barang yang akan mereka bawa.
"Kita akan ke Jakarta, sementara kita akan tinggal di rumah teman Ibu," kata Bu Ira menyebut dirinya Ibu.
"Aku ingin pergi sebentar, bolehkan Bu?"
"Mau menemui dia?" tebakan Bu Ira tertuju pada Jay.
Kinar mengangguk pelan, "Iya Bu," jawabnya lirih.
"Temuilah dia, kamu lebih tau apa yang terbaik."
"Baik Bu.."
Kinar langsung beranjak pergi menemui Jay. Langkahnya makin gamang, saat menapaki bangunan tersebut.
Keringat dingin mengucur, dadanya bergemuruh, hatinya terasa ngilu saat harus menemui seseorang yang tengah menggantikan dirinya menjalani hukuman. Seseorang yang perlahan menyelinap masuk memenuhi relung hatinya. Namun keadaan memaksa untuk meninggalkannya, sebelum memberikan apapun sebagian balasan untuk semuanya.
"Aku pikir kamu sudah lupa," kata Jay enggan menatapnya.
"Aku ke sini mau pamit Mas...aku ikut pergi dengan Bu de," ucapnya lirih menahan dirinya untuk tidak menitikkan air mata. Sembari menyodorkan satu wadah rendang ayam kesukaanya.
"Kemana?"
"Jakarta," Kinar menunduk, tak sanggup menatap balik sorot mata Jay yang tengah menatapnya tajam.
"Aku akan menyusulmu setelah keluar."
"Tidak usah Mas..."
"Kenapa?"
"A... aku akan menikah setelah ini," jawabnya cepat.
Mendengar itu Jay terhenyak, rautnya begitu pilu. "Baguslah...semoga kamu bahagia," ucapnya yang langsung bangkit, meninggalkan bungkusan yang masih tergeletak begitu saja. Tanpa manatap wajah perempuan penghuni hatinya lagi.
Kinar masih menunduk, dia sadar telah melukai hati Jay begitu dalam.
Maaf...maaf...suatu saat nanti, aku akan berusaha menebusnya dengan cara lain...terimakasih menjadikanku perempuan di hatimu.
Kinar pun berderap keluar, memejamkan mata. Mengenang bayang-bayang indah yang menemoel di tempat itu. Mengenang untuk melupakannya.
Sementara Jay, kembali masuk dengan hati yang remuk. Meski tak pernah memaksa Kinar untuk membayar dengan cintanya. Tapi kehilangan di saat sayang-sayangnya, sangat menyakitinya.
Jika saja Jay tau keadaan sebenarnya, mungkin dia akan meminta ijin keluar untuk segera menikahi Kinar. Hal itulah yang menyebabkan Anin tak pernah memberi tau kehamilan Kinar pada Jay. Karena dia sangat tau tentang kakaknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
triana 13
nyicil dulu ya kak dan tetap semangat
2022-01-30
0
Neti Jalia
10 like untukmu salam kenal dari
*hujan dibalik punggung
*suamiku ceo ganas
2021-05-29
0
purwahyu ningsih
ceritanya gk kalah seru sama cerita Cila dan Agam.... lanjut y thor jgn lama2 up nya y....
2021-02-26
0