Derasnya hujan yang mengguyur, disertai terpaan angin menggoyang dedaunan menambah dinginya pagi itu. Menjadi alasan bagi sebagian orang untuk bermanja-manja di balik selimut, bermalas-malasan, meliburkan diri dari rutinitas biasa. Tapi tidak untuk Kinar, demi sebuah pekerjaan yang membuatnya bertahan selama ini dia tetap melangkah, menerjang hujan yang tak kunjung mereda, menuju bangunan megah tempatnya mengais rupiah.
Suara ketukan langkah kaki beberapa orang yang nampaknya tergopoh-gopoh mengalihkan pandangannya. Menoleh ke arah mereka yang tengah masuki lift. Satu wajah membuat matanya membelalak kaget, wajah tegas milik seorang yang lebih dari sekedar kenal. Namun hanya sekian detik, wajah itu telah menghilang, terhalangi pintu lift yang menutup.
Mas Jay... sebutnya lirih, tak yakin akan penglihatannya sendiri.
Tidak, mungkin hanya mirip...atau aku yang halusinasi..mencoba mengikis bayangan wajah tersebut. Melanjutkan langkahnya lagi, berkutat dengan tumpukan berpuluh-puluh box bahan makanan yang siap berkolaborasi dalam wajan, oven atau alat masak lainya.
Sementara di ballroom sana segala persiapan tengah digarap dengan cekatan, menyempurnakan tatanan ruangan dengan megah nan elegan.
Di salah satu ruangan beberapa orang dengan wajah serius medengarkan tugas yang Angga perintahkan. Menjaga keamanan selama acara berlangsung. Membebankan pada Jay tanggungjawab keamanan tersebut, pekerjaan besar di hari pertamanya bekerja.
Berbagai macam hidangan telah berderet cantik, menggiurkan mata turun menggugah lidah untuk segera mencicipi nikmatnya. Menjadi bagian terpenting yang tak boleh dikesampingkan, yang tentunya mempunyai nilai tersendiri bagi para tamu undangan.
Kinar tampil cantik meski hanya mengenakan rok hitam sebatas lutut, kemeja putih pendek dengan aksen pita terlilit di bagian krah menjuntai indah, juga dengan tatanan rambut yang digelung rapi. Seragam pelayan untuk acara tersebut. Sejak tadi sibuk mempersiapkan semuanya.
Satu persatu tamu undangan pun hadir. Kerabat, kolega, rekan bisnis dan banyak lainya yang hampir semua dari kalangan eksekutif yang tentunya berpanampilan mahal nan mewah. Menjadi ajang bagi para perempuan sosialita untuk saling pamer perhiasan mahal, gaun, tas, sepatu rancangan designer kelas dunia.
Jay yang mengenakan kemeja putih, jas hitam yang terkancing rapi membuat penampilannya terlihat sangat gagah, tak semrawut seperti biasanya. Berdiri mengamati sekeliling, lengkap dengan alat komunikasi yang terpasang di badannya, jika sesuatu darurat.
Roman dengan menggandeng Hana sang adik, melenggang masuk menyapa Jay tengah berdiri mematung dengan wajah datarnya.
"Akhirnya...gue pasti butuh batuan lu kedepannya," sapa Roman menepuk bahu Jay, turut lega melihatnya telah bebas.
"Ya. akhirnya gue bisa menghirup udara luar dengan lega," jawab Jay.
"Kenapa lu baru dateng hah?" seru Angga dari arah dalam menyela pembicaraan mereka.
"Jalanan kan macet Mas," sahut Hana yang membuat Angga menoleh ke arahnya. Terkesima melihat penampilannya yang beda dari biasanya.
"Kenapa lu dandan kaya gini?" tanyanya menatap tajam, seolah tak rela melihat kecantikanya di nikmati mata orang banyak. Yang mungkin saja menginginkannya.
"Terus gue kesini musti pake daster gitu," sahut Hana cemberut.
"Serah kalian mau berantem kek, apa mau ngacak-ngacak ni tempat. Gue mau makan," sela Roman ngeloyor pergi.
Hana pun turut melangkah, bergelayut manja pada lengan sang kakak, "tapi gue juga nggak pengin berantem," cicitnya sembari tersenyum meledek Angga yang kepanasan.
"Dia milik gue, jangan tertarik," ucapnya kesal pada Jay, seolah Jay juga terpesona melihatnya. Memang sebagai lelaki, diakuinya Hana cantik sangat cantik.
Kemudian Angga menarik paksa tangan Hana, menyeret bersamanya.
"Apaan sih Mas?" keluh Hana.
"Ayah udah nungguin kamu," jawabnya beralasan.
Sementara Roman menuju deretan menu hidangan yang sedari tadi melambai, menggoda. Dilaluinya satu persatu hingga menemukan yang sesuai keinginannya, padahal acara belum dimulai. Namun seketika terdiam, memandangi sesuatu yang membuatnya tercengang. Sosok gadis yang tengah fokus melayani tamu undangan, tersenyum simpul menyejukkan.
Perlahan dia pun melangkah menghampiri gadis itu, di balas sebutan ramah meski tanpa kesan mendalam.
"Silahkan Tuan?" ucap Kinar dengan ramah.
"Kamu kerja disini?"
Kinar mengangguk, "iya Tuan.." singkatnya.
"Ambilkan aku yang itu," tunjuk Roman pada menu ice Cream yang belum tertata dalam gelas.
"Sebentar.." jawab Kinar, segera menyiapkannya.
Setelah mendapatkan segelas ice Cream yang sebenarnya menu yang disukainya, Roman pun berlalu. Namun matanya tak lepas dari tempat dimana Kinar berdiri. Hingga acara di mulai, dia tak beranjak dari tempatnya sekarang. Seolah tak ingin kehilangan pandanganya dari gadis itu.
Seharusnya senyum itu milikku...batinnya merasa cemburu, apalagi banyak pria mapan yang sepertinya sengaja menuju tempat tersebut buka karena menunya.
"Kenapa lu di sini saja?" Angga mendekat, nampak curiga.
"Rupanya dia kerja di sini," ucapnya tak jelas.
"Siapa?"
"Dia.." tunjuknya pada Kinar.
"Gadis itu..? Haaaah.. rupanya dunia sempit, ini kesempatan lu buat pertanggungjawabin perbuatan lu. Tapi gue juga turut andil di dalamnya. Gua bakalan minta maaf sama dia," cerocos Angga.
"Dia ngenalin lu?" tanya Angga lagi.
Roman menggeleng, "sama sekali nggak."
"Lalu rencana lu? Lu mau akui perbuatan lu, terus nikahin dia?"
"Menikah? Sama sekali nggak terbesit di kepala gue buat nikahin dia."
"Kenapa?" raut Angga mulai tak biasa.
Roman terdiam, ada keraguan dalam dirinya.
"Setidaknya akui perbuatan lu, lu udah merusaknya," Angga menahan geramnya, melihat sikap sahabatnya yang tak pernah tegas.
Jay yang memang fokusnya hanya pada keamanan acara tersebut, beberapa kali lewat begitu saja di depan Kinar. Tanpa memperhatikan apapun, padahal gadis yang mungkin saat ini masih dia rindukan berada begitu dekat dengan dirinya.
Acara besar tersebut usai sudah, para tamu bergantian keluar dengan kepuasan masing-masing. Menyisakan para pekerja yang berlalu lalang memberinya termasuk Kinar.
Roman meminta Angga mengantar Hana pulang, dia ada urusan lain katanya beralasan. Padahal dia hanya berdiri di luar pintu keluar para pekerja,nunggu seseorang.
"Lu nungguin siapa?" tanya Jay yang mendekat ke arahnya.
"Seseorang.." jawabnya singkat.
"Gimana keadaan ayah lu?"
"Sudah lebih baik, hanya saja sampai saat ini aku belum bisa menemukan motif pelaku tersebut," jawab Roman.
"Gue akan bantu selidiki," kata Jay.
"Itu yang Menag gue arepin," balas Roman.
"Gue balik ke dalem dulu, ada yang manggil," pamit Jay kemudian beranjak meninggalkan Roman. Sementara dari arah lain Kinar tengah berjalan kearah Diman Roman berdiri.
"Udah terlalu larut gue anterin kamu balik," tawar Roman saat Kinar telah berdiri di depannya.
"Terimakasih, tapi aku bisa balik sendiri," tolak Kinar datar, seraya melangkah kembali.
"Sudah nggak ada kendaraan umum," seru Roman.
"Aku udah pesen ojeg online," jawab Kinar.
Roman yang kesal dengan acuhnya Kinar langsung beranjak menarik tangan Kinar paksa, "aku bilang nggak aman, ojeg online itu bisa saja berniat buruk sama kamu," serunya lagi. Teringat bagaimana mata para lelaki dan acara tadi saat menatap gadis itu.
"Kalaupun ada apa-apa itu nggak ada urusannya sama Tuan," Kinar bersikeukeuh balik sendiri.
"Ada.., karena gue nggak mau terjadi apa-apa sama kamu," jawab Roman menatap tajam kedua bola mata indah milik Kinar. Membuat Kinar terdiam, berusaha mencerna kalimat tersebut. Anoa dia sadari Riamn telah menariknya paksa masuk ke dalam mobil.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
Dina Purwasih
anoa?riaman???
2022-01-27
0
Putri Queen
aku maunya babang jay ama kinar deh tor
2021-03-15
0
mbak i
andai mas jay tahu riman yang ngerusak kinar,,,apa yang akan terjadi ya😁😁😁kenapa sih mas jay nggak liat kinar😥
2021-03-15
0