Sepenggal kisah dari waktu ke waktu, hari demi hari, menambah panjang bab isi cerita yang akan menjadi suguhan mendalam di masa mendatang. Penuh alur yang mengharu biru dalam setiap paragraf yang menceritakan rentetan peristiwa.
Evan yang terus tumbuh, berkembang dengan segala kelucuan dan kepintarannya. Mulai mendapati perbedaan dirinya dengan yang lain, dia... tanpa sosok ayah. Tidak seperti yang teman lain perlihatkan dan ceritakan, tentang kebahagiaan mereka lengkap dengan ayah dan ibunya. Kenyataan itu tak elak membuatnya murung dan berkecil hati.
"Kenapa kamu sayang?" tanya Bu Ira mendapatinya mengurung diri dalam kamar, tak bermain seceria biasanya.
"Ayahku dimana Nek? Kenapa aku nggak pernah melihatnya?" pertanyaan polos anak usia tiga setengah tahun, yang merasa cemburu dengan teman sekelasnya.
Bu Ira terkesiap mendengar pertanyaan itu, mendadak gagu sulit menjawab.
"Ayah kamu lagi kerja jauh, jauh sekali. Jadi dia pulangnya lama," hanya kalimat itu yang bisa di raih dari otaknya. Masih berharap bisa menemukan orang telah merenggut Kinar, meminta pertanggungjawaban.
"Kenapa nggak pernah telpon, ibu saja yang pergi kerja sebentar selalu telpon," balas Evan dengan lugunya.
"Mungkin ayah kamu sibuk, sibuk banget. Jadi nggak sempet," jawab lagi Bu Ira mencari alasan.
"Ayah jahat...ayah nggak peduli sama aku," Evan malah makin merajuk, menelungkup di atas kasur menutupi dirinya dengan bantal.
"Sayang...nggak boleh gitu. Kalau kamu jadi anak baik dan pinter terus nurut pasti ayah kamu bakal cepet pulang," tutur Bu Ira begitu lembut, tak ingin cucunya berlarut dalam sedihnya.
"Nenek nggak bohong kan?" balasnya mulai luluh, menyingkirkan bantal yang menutupinya. Beringsut meraih sang nenek, memeluknya.
"Tentu sayang, ayah mana yang nggak kangen sama anak yang baik. Apalagi ganteng kaya kamu," Bu Ira membalas pelukan Evan, mengusap punggungnya penuh kelembutan.
Evan pun terdiam, mencerna ucapan neneknya. Berharap sang ayah akan segera pulang memeluknya, mengajaknya bermain bola, atau mengajarinya berenang. Seperti yang sering temanya ceritakan.
_____________________
Pekerjaan yang berat di tiap harinya ditambah selisih gajih yang cukup jauh dari gaji sebelumnya tak menyurutkan langkah Kinar untuk tetap melanjutkan pekerjaanya. Karena setidaknya dia sudah merasa nyaman di tempatnya sekarang, tak banyak membuatnya tertekan secara psikis. Yang jelas lebih aman, menurutnya.
Berkali-kali Adam malakukan segala cara untuk membuat Kinar goyah, dengan memamerkan barang-barang mewah yang dimilikinya. Kinar tak bergeming, tak terpengaruh sama sekali. Memang nggak gila harta juga.
Usahanya yang tidak juga berhasil tak menyurutkan perjuangan Adam, lebih jauh lagi dia mulai memamerkan kemesraanya dengan pacar barunya.
"Itu kan spv di bagian kamu dulu, kayanya kemarin masih ngejar-ngejar kamu deh. Eh udah mesra aja sama cewe lain. Dasar lelaki," Rita ngedumel sendiri melihat kelakuan Adam bermesraan di tempat umum.
"Waah...malah ngasih apaan tuh, waoww cincin berlian tuh," tunjuk Rita dari jarak beberapa meter. Ketika sampai di tempat parkir karyawan.
Kinar pun menoleh, dilihatnya seorang gadis seksi kegirangan menerima hadiah itu. Membalas dengan kecupan mesra di pipi Adam.
"Kamu nggak cemburu? Sayang banget tuh berlian nyangkut di jari cewe gatel macem dia," gumam Rita.
"Bagus kan..berarti Pak Adam udah dapet belahan jiwanya," ujar Kinar.
Tak sampai di situ, Adam yang melihat bayangan sosok Kinar tengah menghadap ke arahnya. Segera merapatkan tubuhnya pada gadis itu, menangkup wajah kemudian mendaratkan ciuman mesra di bibirnya. Kelewat mesra, cenderung penuh nafsu, sengaja mempertontonkannya pada Kinar. Guna membuatnya cemburu atau sekedar pembuktian bahwa dirinya bisa mendapatkan yang lebih cantik.
Melihat pemandangan dua insan saling memagut di depan sana, Kinar langsung menarik tangan Rita. "Yuk.. buruan, anakku udah nunggu aku pulang," ajak Kinar.
Rita yang masih terperangah, terseret begitu saja oleh tarikan tangan Kinar, "duhhh...mereka menodai mata suciku," keluh Rita.
"Hiiih...kamu ini ngapain sih tarik-tarikan kasar gini?" gerutunya.
"Lihat gituan entar kamu pengin," sahut Kinar masih dengan langkah cepatnya.
"Rasanya kaya apa ya, manis-manis legit apa gimana? kamu udah pernah kan?" tanya Rita sembari memegangi bibir bawahnya.
Kinar menjawab asal, "belum?"
"Sumpah lu? terus sama ayahnya si Evan ngapain?" selidik Rita.
Kinar terhenyak, kejadian itu kembali berkelabat mengelilingi otaknya. Raut wajahnya nampak berubah.
"Sorry...gue nggak maksud ingetin lu soal itu," Rita menyadari akan kesalahannya. Satu setengah tahun mengenal Kinar, dia banyak tahu masa lalu sahabatnya itu. Kinar dengan berat pernah menceritakannya.
"Udah yuk pulang aja, Evan udah nungguin," ujarnya tak mau membahas lagi.
Setibanya di rumah, Bu Ira tengah menjahit beberapa baju yang robek dengan mesin jahit kawaknya, yang dia dapet beli di pasar loak.
"Maaf Bu, bahkan aku nggak bisa kasih Ibu baju baru," Kinar merasa miris melihat hal tersebut.
"Ini cuma sobek di bagian jahitannya saja, masih layak banget dipake. Jangan pikirin hal kaya gini," jawab Bu Ira.
"Iya Bu...Evan udah tidur?
"Iya baru saja.."
"Makasih Bu, aku ke kamar dulu ya," pamit Kinar, mengurungkan niat Bu Ira yang ingin mengatakan sesuatu. Dilihatnya Kinar sangat Lelah.
Kinar kesulitan berkompromi dengan hatinya yang membuat matanya enggan terpejam, padahal raganya begitu lelah. Menuntut jatah istirahat.
Menatapi langit-langit plafon yang menghitam, beberapa bagian ambrol meminta di renovasi. Pikirannya kembali pada kejadian malam itu, kala kehormatannya terenggut paksa. Seorang laki-laki menghentak-hentakan tubuhnya, mengejar kepuasan. Sakit...sakit yang masih terasa hingga saat ini, merlakan dengan terpaksa sesuatu yang berharga miliknya. Tanpa perasaan apalagi sebuah komitmen. Jauh dari impiannya, yang ingin menyerahkanya setelah lafadz ijab kabul di iringi kata "syah", sebagai hadiah untuk lelaki pilihannya lelaki yang dia cintai.
Diusapnya air mata yang menitik diantara bayangan keputusasaanya kala itu, menoleh ke arah Evan yang sudah terlelap dalam mimpi indahnya. Didekapnya tubuh kecil itu, keberadaanya yang selama ini menjadi penyemangatnya, meski besar konsekuensi yang dia tanggung selama ini.
Terimakasih Tuhan, telah menghadirkanya untukku. Tanpamu aku tak akan setegar ini... seraya mencium kening anak laki-lakinya penuh rasa syukur.
Di tempat lain, Angga mengumpulkan beberapa tam nongkrongnya mengadakan pesta menyambut kepulangan Roman yang akan kembali menetap di sini.
"Akhirnya lu balik netep di sini juga bro...beban gue bakalan enteng," sambil menyodorkan gelas penuh minuman beralkohol, bersulang. Dunia seperti itu mang paling menyenangkan buat Angga.
Kali ini Roman tidak meminumnya, kembali diletakanya gelas itu. Meminta minuman lain.
"Lu trauma?" tanya Angga menatap curiga.
"Gue cuma nggak mau ada korban lain, cukup dia yang menghantui hidup gue," balas Roman.
"Pertemuan pertama, lalu ke dua. Mungkin ada yang ketiga dan seterusnya.Masih ada kesempatan buat nyari tuh cewe. Gue bakal bantu," jawab Angga.
"Semoga dia belum bersuami," tambahnya lagi.
"Gimana Jay, apa dia sudah bebas?" Roman membahas hal lain.
"Dalam waktu dekat," jawab Angga.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
Putri Queen
tor buat babang jay sama kinar
2021-03-06
0
MB.
Aku datang😁😁Semangat Terus Kak 💜💪
2021-03-04
0
Anita Jenius
Semangat berkarya thor.
Sukses selalu ya.
5 like buat kk..
2021-03-04
0