Kinar yang masih terhanyut dalam truama masa lalunya hanya mengikuti pasrah kemana tangan itu membawanya.
"Kenapa kamu bekerja di tempat seperti itu?" tanya Roman dengan menajam, membuat Kinar terhenyak, mulai mampu mengontrol dirinya. Berbalik menatap dingin pria yang kini berada di hadapannya dengan kalimat tanya yang mendesak.
Terdiam sejenak, meraba jawaban yang terselip di otaknya, "aku butuh uang," singkatnya dengan tegas.
"Dengan mengorbankan harga diri kamu?" bukankah harga dirinya telah kamu renggut Roman, lupakah dia?
Kinar menepis tangan Roman yang masih erat menggelangi pergelangan tangannya, "terimakasih sudah menolongku," ucapnya dingin, dengan tatapan tajam. Kemudian beranjak, melangkah melewatinya.
"Heiii...tunggu!" teriakan gahar dari arah belakang membuat Kinar tersentak. Suara yang jelas Kinar hafal.
"Kamu pikir kamu bisa lari begitu saja, dan kamu...beraninya membawa dia kabur," pria itu menggeram, dengan cepat telah mencengkeram lengan Kinar.
"Lepaskan dia?" gertak Roman seraya mengayunkan pukulan pada pria itu.
"Brengsek lu," geram pria itu sembari memegangi wajahnya, meringis kesakitan.
"Silahkan lu bawa pergi dia...tapi besok...dia akan kembali lagi. Bukan lagi menjadi pelayan yang mengantarkan pesanan minumam, tapi akan menjadi pelayan yang mengantarkan tubuhnya," ucap pria itu menyeringai.
Mendengar itu, Roman makin naik pitam. Tanganya mengepal, menyiapkan tinju yang siap menghantam wajah si brengsek itu. Namun kali ini tertepis, pria brengsek itu menghajar balik dirinya bertubi-tubi.
"Cukup...cukup..." teriak Kinar yang tak tahan melihat adegan tersebut.
"Aku mohon hentikan, aku akan menuruti keinginan kamu. Aku akan membayar hutangku dengan cara apapun," ucap Kinar putus asa.
"Berapa hutangnya?" Roman berusaha terlihat kuat, meski nyeri pukulan tadi masih menderanya.
"Ini...ini hutang perempuan itu," menunjukan rincian hutang Kinar dari layar ponselnya.
Roman menyerobot ponsel tersebut, membacanya dengan seksama, "kita ketemu besok, gue akan hubungi Lu," kata Roman setelah mengetikan nomornya di handphone tersebut.
"Gue udah simpen nomor Lu," tambahnya.
"Ok..gue tunggu," wajah pria tersebut terlihat puas.
Roman melangkah, mendekati Kinar yang terlihat masih shock, "dia nggak bakal ganggu kamu lagi."
Kinar mengangkat wajahnya, menatap wajah pria yang tak asing baginya dengan lekat. Terlihat ngeri dengan luka di pelipis dan di sudut bibirnya, babak belur sepertinya.
"Obati lukamu dulu," lirihnya.
"Aku antar kamu pulang?" balas Roman.
"Aku bisa balik sendiri."
"Orang itu mungkin saja masih ngejar kamu," ujar Roman.
"Mereka gila uang, iming-iming yang kamu ucapkan tadi bisa meredamnya, setidaknya untuk malam ini," jawab Kinar.
"Bukan iming-iming, aku akan membayarnya."
"Terimakasih..tapi tidak perlu."
"Bagiku itu perlu."
"Datang besok siang jam dua belas ke tempat ini!" pinta Roman, namun Kinar nampaknya tak begitu menghiraukannya. Dia tetap melangkah, makin menjauh dari tempat dimana Roman masih berdiri terpaku. Membawa beban terlampau kecewanya terhadap makhluk yang namanya laki-laki.
Sementata Roman hanya memandangi kepergian gadis yang telah dia hancurkan hidupnya itu, menghilang dalam pekatnya malam.
Bahkan aku tidak tahu, bagaimana cara menebus semua dosaku padamu...
_________________________
Roman melangkah gontai masuk ke dalam apartemennya, disambut oleh Hana dengan tatapan dingin.
"Mas habis berkelahi?" tanyanya datar, tak terkejut dengan pemandangan luka seperti itu. Sudah biasa baginya.
Enggan menjawab, Roman ngeloyor masuk ke kamarnya. Tak lama Hana menyusul masuk, membawa panci berisi es batu untuk mengompres luka bengkaknya, dan beberapa obat yang dibutuhkan.
"Obati lukanya dulu!" kata Hana dengan hati-hati membersihkan luka di wajah Roman, lalu mulai mengompres luka bengkaknya. Kemudian mengolesinya dengan salep agar lukanya segara kering.
Mata Roman tak henti-hentinya menatap wajah Hana. Gadis yang akan selalu dia lindungi, tak rela secuil pun orang boleh melukainya.
Jika itu terjadi pada Hana, aku tidak akan pernah memaafkan orang itu. Tapi kenyataanya aku telah melakukanya pada orang lain, merenggut paksa milik berharganya tanpa tanggungjawab... Merasa betapa bejat dirinya.
"Mas kenapa?" tanya Hana yang melihat keanehan sikap sang kakak.
Roman mengalihkan pandanganya, "nggak...nggak papa. Jika ada orang yang melukaimu, aku adalah orang yang pertama akan meminta perhitungan pada orang itu," kata Roman.
"Kenapa? Memang siapa yang melukaiku?"
"Tidak ada, tidak akan pernah ada," jawab Roman.
"Apa kemarin kepalamu juga dihantam keras? jadi eror gini," gumam Hana sembari membereskan panci panci berisi es batu yang telah meleleh dan beberapa obat yang dia gunakan tadi. Lalu beranjak keluar meninggalkan sang kakak dengan segala keanehan sikapnya malam ini.
"Kenapa si sama Mas Roman, wajahnya yang babak belur kok jadi otaknya ikut oleng. Pasti dia sembunyikan sesuatu," Hana bertanya-tanya sendiri.
Sementara Roman membaringkan tubuh lelahnya, menatap langit-langit dengan wajah sendu Kinar yang terpampang jelas di atas sana. Wajah yang diakuinya memang cantik.
______________________
Mencoba menyembunyikan dan melupakan kejadian semalam, Kinar menjalani harinya seperti biasa. Riasan tipis dia sapukan ke wajahnya, menyamarkan guratan lelah di sana. Meski tak mampu menutupi raganya yang lunglai.
"Kamu sakit Ki?" tanya Rita memperhatikanya.
"Cuma cape aja," jawab Kinar dengan seulas senyum terpaksanya.
"Kamu ngerjain ini aja, biar yang berat-berat aku yang kerjain," ujar Rita.
"Makasih ya."
"Kamu ini kaya sama siapa aja?"
"Eh..tau nggak katanya nanti bos mau keliling, kesempatan bisa lihat. Katanya di masih muda, ganteng banget gitu," Rita tersenyum girang.
"Ooohh..." sementara Kinar hanya berooh ria, tak tertarik.
"Aaahhh...ooooh...kamu tuh jangan-jangan nggak suka laki-laki ya?" tanya Rita asal. Yang Kinar balas dengan senyumnya.
Dilihat jam dinding yang terpampang di atas di tembok tembok pantry menunjukan jam dua belas lebih tiga belas menit, masih jam istirahatnya. Teringat ucapan pria semalam yang memintanya untuk datang. Setelah berfikir sejenak, akhirnya dia putuskan menemuinya.
Aku punya hutang jika dia benar-benar melunasinya pada rentenir itu. Batinnya, yang mendesak untuk menemui pria itu.
Kurang dari tiga puluh menit dia telah sampai, seorang pria nampak duduk di sebuah bangku panjang. Kinar pun melangkah gamang, menghampirinya.
"Aku pikir kamu nggak datang," kata pria itu saat menoleh ke arahnya.
"Karena aku mungkin akan punya hutang sama kamu," jawab Kinar datar.
Bahkan hutangku jauh lebih besar... batin Roman menjawab.
Roman menyodorkan selembar kertas pada Kinar, "aku sudah membayarnya, mereka nggak akan ganggu kamu lagi."
Kinar meraih selembar kertas itu, berisi pernyataan lunas sejumlah uang untuk pembayaran hutangnya, dengan dibubuhi tanda tangan di atas selembar materai. Sebuah bukti dimana orang-orang itu tidak berhak lagi mengganggunya.
"Aku bisa pinjem hp kamu?" pinta Kinar. Roman memberikannya.
"Ini nomorku...tolong kirim nomer rekening kamu, aku akan mencicilnya," kata Kinar yang juga telah menyimpan nomor Roman.
"Nanti aku kirim," jawab Roman.
"Terimakasih," balas Kinar menunduk. "Aku harus kembali bekerja," kemudian berbalik meninggalkan Roman yang masih berdiam dengan semburat senyum terpampang dari wajahnya. Ada sedikit kelegaan bisa menemui gadis itu, dan mungkin akan berlanjut karena utang piutang diantara keduanya. Ada kesempatan baginya untuk bertanggungjawab atas perbuatannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
MB.
Semangat Terus Kak 💪💜 Jangan Lupa Mampir Yah
2021-03-11
0
Li@_lestari
pingin ya sama bang Jay aja... tapi terserah Authornya dink
2021-03-11
0
HeniNurr (IG_heninurr88)
Awal bagi roman untuk jadi lbh dkt dgn Kinar... 😇
2021-03-10
0