Berkat bantuan seorang temanya, Kinar mendapat pekerjaan paruh waktu di sebuah cafe kecil yang menyajikan beberapa menu masakan modern. Pesanan yang lebih banyak delivery order, membuatnya harus rawa-riwi menyusuri padatnya jalanan melayani pelanggan.
"huffftt... akhirnya kelar juga," hembusan nafas lega seolah mampu mengusir sedikit lelahnya.
"Makanlah, ini jatah kamu," Karin yang juga sesama pekerja seperti dia menyodorkan satu box nasi untuknya.
"Makasih..."
Karin kemudian menyeret kursi duduk di sebelah Kinar, "tugas kita belum kelar, sampai tutup," katanya.
"Nggak papa," kelelahanya terbayarkan oleh kegembiraan bisa mendapatkan pekerjaan.
Jarum jam mengarah pada angka 9, sudah cukup malam untuk seorang perempuan harus berada di luaran. Namun tempat tersebut masih cukup ramai, karena letaknya memang cukup strategis di area perkantoran yang kebanyakan lembur sampai malam.
Seseorang dengan tampilan yang tidak bisa dibilang rapi perlahan masuk dan menuju sebuah kursi. Duduk dengan tenang sembari meresap nikmat sebatang rokoknya.
Kinar mendekat, menyodorkan daftar menu yang ada, "maaf Mas, nggak boleh ngerokok disini," ucapnya mengingatkan dengan sopan tanpa menatap lawan bicaranya.
Jay langsung menjatuhkan puntung rokok tersebut, menginjak dengan kakinya agar padam. Di saat itu Kinar baru menatap wajah tersebut, wajah yang tak asing baginya. Sesaat mereka beradu pandang sebelum akhirnya Kinar menunduk, menunggu pilihan menu dari pengunjung tersebut.
"Ekspreso.." satu kata itu keluar dari mulut Jay tanpa embel-embel kata lain mengikutinya.
"Baik, mohon tunggu sebentar," wajah Kinar nampak canggung, mengingat kejadian beberapa hari kemarin.
"Siapa tuh Ki?" tanya Karin yang sedari tadi memperhatikan Jay dari awal dia masuk.
"Dia penagih utang yang sering kerumahku," jawaban yang sangat jujur.
"Cakep si, cuma agak sangar gitu ya?" bisik Karin.
"Ya kalau nggak sangar nggak jadi penagih utang kali," jawab Kinar dengan memantulkan seulas senyumnya.
Karin menggaruk kepala yang tak gatal, "iya juga sih," jawabnya menertawakan dirinya sendiri.
Satu cangkir seduhan kopi pekat dengan buih kecoklatan diatasnya, menguapkan aroma khas yang menjadi candu bagi penikmatnya. Tanpa menunggu lama, Jay segera meresap perlahan sebelum uap panas menghilang.
Dari kejauhan Kinar memperjatikanya, saat-saat Jay terlihat begitu nikmat meresap seduhan kopi hitam tersebut.
"Apa senikmat itu?" kalimat tanya itu keluar tanpa mengalihkan tatapannya.
"Apanya yang nikmat?" sahut Karin yang tengah sibuk sendiri.
"Secangkir kopi."
"Emang kamu nggak pernah minum kopi apa?"
Kinar hanya menggeleng, "aku nggak suka, karena seduhan itu mengingatkanku pada pekatnya kebencian yang sudah tertoreh," jawabnya tanpa sadar.
"Maksud kamu?"
Menyadari dirinya telah terlalu banyak bicara Kinar mengalihkan perhatian, "nggak kok, aku cuma lagi beper aja.
Flashback on
Kinar kecil yang baru berusia tujuh tahun merengek meminta uang pada ibunya. Untuk membeli mainan seperti teman lainya, namun sang ibu malah mberong beberapa renteng kopi untuk suami barunya. Beberapa hari berikutnya, saat dia meminta es krim, ibunya lagi-lagi lebih memilih membeli kopi untuk laki-laki tersebut. Hal semacam itu selalu saja terulang.
Bahkan terakhir saat dia masih di SMP, saat dia merengek minta uang saku untuk ongkos naik angkot, ibunya masih saja mementingkan kopi untuk suaminya. Dan saat itu dia meluapkan kemaranya, laki-laki tersebut malah menumpahkan secangkir seduhan hitam itu dari atas kepalanya. Panas, pastinya sangat panas sampai melepuh. Sejak saat itu dia sangat membenci semua hal yang berkaitan.
Bukan karena mainan atau es krim yang tak dia dapatkan tapi perhatian dan kasih sayang ibunya dia telah kehilangannya.
Flashback off
akhirnya tiba juga jam tutup cafe, Kinar memberikan semuanya dengan rapi. Tapi di meja sana masih nampak pria tadi duduk dengan tenang, padahal secangkir kopi miliknya sudah habis tanpa sisa.
"Maaf Mas..kami sudah mau tutup," kata Karin dengan sopan. Pria itu pun beranjak, melangkah keluar tanpa ekspresi.
Kinar mematikan lampu ruang dalam kemudian mengunci rapat pintu tersebut. Dan dia serahkan kunci itu pada Karin.
"Makasih ya, kamu udah kerja keras hari ini."
"Sama-sama Mba."
Kinar pun kemudian menganyunkan langkah dengan cepat, rasanya ingin segera sampai di rumahnya. Merebahkan tubuh lelah yang seharian ini terkuras.
Baru beberapa langkah dia berjalan sosok pria yang dia kenalnya tadi, berdiri mematung bersandar pintu besi sebuah toko yang yang tertutup rapat. Mata mereka bersitatap, beradu pandang dalam kebisuan.
Langkah Kinar terhenti persis di depannya, "terimakasih untuk kemarin," ucapnya dengan tatapan lembut.
"Buat apa, aku juga menikmatinya," jawaban tersebut membuat Kinar terhenyak. Ingatannya kembali pada saat hampir separuh tubuhnya terbuka.
Tanpa kata apapun lagi dia langsung mengayunkan langkahnya pergi meninggalkan pria yang kini tercap brengsek di otaknya.
Tanpa dia duga ternyata Jay berjalan ke arah yang sama beberapa langkah di belakangnya. Sesekali dia menoleh, sosok itu masih ada di sana. Makin mempercepat langkahnya, sosok itu pun tak tertinggal. Kinar tidak tahu jika rumah mereka hanya berjarak beberapa meter saja.
Sampai akhirnya diputuskan berhenti, lalu berbalik melangkah mendekatinya, "Kamu mengikutiku?" tanyanya menajam.
"Yang arahnya ke depan sana bukan hanya tempat tinggalmu," jawab Jay tanpa ekpresi, tak menghentikan langkahnya. Justru malah melewati Kinar begitu saja. Dan kini berganti Jay yang di depan, Kinar yang seolah membuntutinya.
Posisi mereka tetap sama hingga Kinar sampai di depan rumahnya. Sejenak ditatapnya Jay yang berjalan lurus tanpa menoleh, "orang aneh.." gumam Kinar yang kemudian melangkah masuk ke dalam. Dan saat itu juga Jay menoleh kembali ke belakang, memastikan gadis itu telah sampai dengan aman.
Tidurlah dengan nyenyak, kata hatinya dengan tatapan yang belum beralih dari kamar redup dirumah usang tersebut.
Bukan hanya hari ini Jay mampir ke cafe tempat Kinar kerja lalu berjalan pulang seperti membuntutinya. Tapi esok, esoknya lagi dan esoknya lagi masih tetap sama. Langkahnya masih saja mengiringi Kinar hingga masuk ke dalam rumahnya. Entah apa sebabnya, tapi sepertinya ada dorongan dari dalam hatinya untuk bisa melindungi gadis itu.
Jatuh cinta, rasanya frase itu masih terlalu dini untuk mengartikan tindakanya. Setelah kehilangan sosok yang sangat melekat dihatinya, yang harus mengakhiri hidupnya setelah dijual oleh ayah tirinya untuk melayani pria hidung belang yang sudah banyak meminjaminya uang. Nasib pilunya hampir sama dengan Kinar.
Babarapa hari bak seorang putri yang selalu dikawal, Kinar mulai merasa tak nyaman.
"Jika arah kita sama, bisakan kamu mencari jalan lain. Atau mencari waktu lain, aku nggak nyaman," ungkapnya saat dia baru keluar dari cafe tersebut hendak pulang.
"Aku juga ingin tepat waktu sampai ke tujuan," jawabnya berdalih.
"Baiklah, aku yang akan melewati jalan lain. Aku tak harus tepat waktu sampai di rumah," Cila langsung melenggang menuju jalan lain kerumahnya.
Jay tersenyum tipis, melihat tingkah bocah yang usianya cukup jauh dibawahnya itu. Lucu baginya.
Aku cuma ingin memastikan kamu sampai rumah dengan aman. Hatinya berbicara diiringi pantulan senyum yang entah apa artinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
triana 13
lanjut
2021-12-29
0
Nurhayati Karim
Jay jatuh cinta nie yee
2021-03-14
0
HeniNurr (IG_heninurr88)
Jay mulai ada hati❤❤
2021-02-24
0