Seperti memiliki kehidupan baru, hari-hari Kinar lalui penuh kebahagiaan. Pekerjaan yang bisa di bilang lumayan untuk lulusan SMA, gajinya pun cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehari hari, Evan dan Bu Ira tentu prioritasnya.
Kepahitan hidup yang berulang kali dia resap di masa lalu pun perlahan terhempas sirna dari memori ingatanya. Kini dia hanya ingin menatap masa depan penuh asa.
Pagi itu kala mentari mulai menghangat membakar semangat para penghuni bumi untuk kembali menggeluti aktivitasnya, Kinar hanya rebahan di kamarnya memandangi sang anak yang masih terpejam lelap. Tak perlu berkejaran dengan waktu untuk berangkat kerja, karena hari ini jatah liburnya.
Kenapa nggak ada wajah ibu di sini nak...
Tatapnya pun makin lekat, membuat hatinya berubah gusar kala wajah mungil itu membuatnya bertanya siapa ayahnya.
Kamu adalah anak Ibu, hanya anak Ibu...ucapnya mengenyahkan kegusarannya, sembari mengusap lembut wajah Evan.
"Evan belum bangun? Apa masih panas badannya?" tanya Bu Ira yang sudah berada di belakangnya. Khawatir dengan keadaan cucunya yang demam semalaman.
"Udah mendingan, semaleman nggak tidur pasti masih sangat ngantuk."
"Ya udah kamu juga istirahat dulu saja, mumpung libur," kata Bu Ira.
Kinar pun kembali memeluk hangat putranya, ikut terlelap bersama. Mengobati kantuk yang membuat matanya enggan terbuka.
Di tempat lain seseorang tengah menemui Jay, ada hal penting sepertinya.
"Sisa berapa tahun lagi?" tanya Roman dengan wajah serius. Sengaja kembali dari luar negeri untuk memastikan kondisi sang ayah yang tak sehat akhir-akhir ini karena sebuah kecelakaan dahsyat yang hampir merenggut nyawanya.
"Dua tahun mungkin kurang, mungkin lebih," jawab Jay tak tau pasti.
"Aku akan usahakan untuk tidak selama itu kamu mendekam di sini."
"Bagaimana proyeknya?" Jay mengalihkan masalah lain.
"Sejauh ini lancar," ada Angga yang menghadlenya.
"Aku masih sangat butuh bantuanmu ke depannya," ujar Roman.
"Selama masih bisa aku bantu dari sini."
"Sekarang mungkin masih, tapi untuk kedepanya aku butuh bantuan kamu secara langsung."
"Aku usahakan setelah aku keluar," pungkas Jay yang mengakhiri obrolan mereka Roman beranjak pergi.
Roman pun menunggu ayahnya yang terbaring kritis di ruang ICU.
"Ayah gimana?" tanyanya dengan raut muram penuh kesedihan.
"Belum ada perkembangan yang berarti," jawab Arini, sang Ibu.
"Kita doakan saja," tambahnya lagi. Roman hanya mengangguk.
"Cila selalu nemenin ibu di sini, kamu nggak usah khawatir. Sekarang fokus aja sama studi kamu, sayang beasiswanya," ujar Arini. Lagi-lagi Roman hanya mengangguk, dalam otaknya berjejal penuh tanya siapa orang uang mencelakai ayahnya. Karena kejadiannya berbau tak wajar.
"Agam udah buka usahanya di sini juga jadi banyak yang nemenin Ibu."
Tak mungkin melepas kuliah S2nya yang sudah kepalang setengah jalan, Roman dengan berat kembali ke Singapura. Namun sebelumnya dia sempatkan menemui Angga di Jakarta, melijat proyek hasil buah pikirannya yang memang mahir di bidang arsitektur. Lumayan buat nambah biaya hidupnya selama di negeri orang, pikirnya.
"Lu jagain Hana dengan baik kan, awas kalau lu macem-macem," bukan sapaan hangat yang Roman lontarkan melainkan ancaman pada sahabatnya itu.
"Lu dateng-dateng bukanya kasih pelukan hangat malah main ancem," Angga dengan raut kesal.
"Sekarang masih tahan, nggak tau esok atau lusa," kata Angga dengan entengnya membuat Roman makin geram.
"Hana terlalu polos buat manusia mesum kaya elu," balas Roman.
"Kalau nggak inget dia adek lu, beneran udah gue embat."
"Tapi dianya nggak mau," cibir Roman.
"Itu kan sekarang, belum tentu besok, lusa, lusanya lagi, dan seterusnya."
"Terserah elu mau ngayal sampai gimana, yang jelas Hana tanggung jawab gue. Gue nggak mau di jadi salah satu korban elu. Kalau lu punya saudara perempuan lu pasti akan sama kaya gue," tegas Roman.
"Gue juga punya adek perempuan, hanya saja dari bayi dia dibawa nyokap gue pergi entah kemana. Aku udah nyari kesana kesini masih nihil, terakhir katanya di Jogja, sampai aku kuliah di sana. Sekalian nyari informasi tentang mereka, tapi zong," raut wajah Angga nampak kelabu, sedih.
"Makanya lu nggak usah mainin cewe lagi, lu nggak mau adek lu dimanini orang juga kan?"
"Gue hajar tuh laki yang mainin adek gue. Tapi jangan sampai kejadian si, dimana pun dia berada semoga kehidupannya baik-baik saja," Angga menengadahkan tangannya.
"Ternyata lu bisa kalem juga, yuk kita lihat proyek ku," ajak Roman mengakhiri obrolannya. Beranjak menuju proyek bangunan resort yang baru setengah jalan. Terletak di pinggiran pantai dengan panorama yang indah, laut biru yang jernih dengan pasir putih yang makin membuat tempat itu mempesona mata turis yang berkunjung.
"Lu nginep di hotel aja dulu, besok penerbangan pagi kan?" tanya Angga setelah berkeliling melihat proyeknya.
"Lu harus kasih fasilitas terbaik buat gue," pinta Roman.
"Tenang aja, gue bakalan kasih bonus hiburan malam. Lu buka pintu kamar lu saat dia dateng," ledek Angga.
"Gila lu.." geram Roman tau maksudnya.
"Lu pernah ngerasain juga kan. Malangnya tuh cewe, semoga nasib adek gue nggak gitu," desis Angga.
Ucapan Angga yang niatnya hanya sekedar kelakar, membuat Roman terhenyak. Kembali mengingat gadis itu.
"Itu masa terburuk gue, gue nggak mau inget lagi," ujar Roman.
"Kalau dia hamil, anaknya udah dua tahunan. Lagi lucu-lucunya dan itu anak elu," khayalan Angga yang makin membuat Roman tersudut karena rasa bersalah.
Di tengah perjalanan menuju hotel, Angga membawa Roman ke sebuah cafe kecil langgamnya. Nongkrong sejenak, meresap kopi sembari mendengarkan musik jazz kesukaannya.
Roman pun terhanyut saat seorang perempuan di atas panggung sana melantunkan sebuah lagu Melo yang menyayat-nyayat hati. Tanpa sengaja dia melihat sepasang kekasih nampak berbincang serius, entah apa.
Ternyata yang Roman lihat adalah Adam yang sedang mengutarakan perasaannya pada Kinar.
"Ada sesuatu yang ingin aku katakan sama kamu," kata Adam lembut.
"Katakan saja Mas aku musti buruan pulang. Anakku lagi nggak sehat," raut wajah Kinar nampak resah. Keberadaanya di tempat itu karena paksaan Adam.
"Aku mau kamu jadi istriku," kalimat itu terucap dengan ringannya.
Kinar terhenyak, tak mengira Adam akan mengungkapkan perasaannya.
"Maaf Mas.., aku belum kepikiran sejauh itu.
"Sampai kapan Kinar, jangan menggantungku seperti ini?" Adam nampak frustasi.
"Mas pasti akan menemukan perempuan yang lebih baik dari padaku," jawaban klasik untuk seseorang yang menolak cinta.
"Aku pasti akan membahagiakan kamu Kinar," sesak Adam.
"Maaf Mas, aku musti buruan pulang," Kinar bangkit berniat segera meninggalkan Adam. Namun dengan cepat Adam menahanya. Mencengkeram erat tangannya.
"Mas...lebih baik kita cukup berteman saja."
"Apa kamu ada laki-laki lain?"
Kinar menggeleng, "sama sekali nggak ada."
"Lalu?"
"Aku masih menikmati kehidupanku yang sekarang," jawab Kinar memelan,berharap Adam mengiba melepaskannya.
Namun Adam malah menyeretnya paksa membuat Kinar meronta, menjadi tontonan pengunjung lain.
"Lepasin dia?"sergah Roman.
"Nggak usah ikut campur ini bukan urusan anda," jawab Adam tegas.
"Aku bilang lepasin," Roman menarik paksa tangan Kinar hingga terlepas dari cengkeraman Adam.
Adam yang murka langsung melayangkan tinjunya, namun sempat Roman tepis.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
Nurhayati Karim
ketemu
2021-03-14
0
Evanitha
kok blm up kak
2021-03-02
1
Tarie Maryadi
kinar adiknya Angga ya? meskipun roman udh berubah tetep aja ga rela klo kinar sm roman,
2021-03-02
1