9. Debaran Dijah

Likenya jangan lupa,

selamat membaca :*

************

"Ke mall aja ya," teriak Bara dari depan.

"Jangan, pasar aja. Nggak usah masuk ke pasar, banyak toko di tepi jalan. Setelah dapet simpang pertama ke kanan," tukas Dijah menunjuk ke depan.

Bara mengikuti tiap petunjuk yang diberi Dijah hingga akhirnya mereka sampai di sebuah pasar kota yang jalan raya di depannya sangat padat.

"Di toko depan itu," ujar Dijah lagi. Bara menghentikan motornya di depan sebuah toko perlengkapan alat sekolah.

Dijah langsung turun dan masuk melihat-lihat apa yang dicarinya.

"Saya cari sepatu anak sekolah usia 5 tahun. Nomer 30," ujar Dijah.

"Sebentar..." Pemilik toko yang berada di balik steling kaca memutar keluar dan berjongkok melihat tumpukan kotak sepatu yang menempel di dinding.

"Yang ini 85 ribu, yang ini 110 ribu, yang ini 150 ribu. Cuma ada tiga merek Mpok." Pemilik toko menjajarkan tiga pasang sepatu di atas steling kaca.

Dijah mengambil sepasang sepatu dengan harga termurah dan mengamatinya sesaat.

"Bara! Duitku yang 50 ribu kemarin mana? Aku beli yang ini aja, aku nambahin 35 ribu." Dijah merogoh kantongnya dan mengambil gulungan uang pecahan 5000 dan 2000 rupiah.

"Ya ampun Dijah, bukan gini konsep yang aku maksud. Bu, bungkus yang ini." Bara menunjuk sepatu berharga 150 ribu.

"Kaos kakinya sekalian ada Bu? Minta 3 pasang ya," ujar Bara pada pemilik Toko.

"Kok yang itu, mahal. Aku jadi banyak hutang sama kamu," ujar Dijah.

"Ga apa, kan bagus kalo kamu jadi banyak utang ke aku. Ga bisa ke mana-mana kamu." Bara berbicara sambil mengeluarkan dompetnya.

"Aku nggak enak," ucap Dijah.

"Enakin aja," tukas Bara. Harga sepatu termahal di toko itu pun sebenarnya masih terlalu murah bagi Bara. Tapi ia tak ingin menyinggung Dijah dengan memaksa wanita itu pergi ke mall untuk membeli sepasang sepatu anaknya. Ia khawatir Dijah akan bekerja banting tulang untuk membayar kembali padanya.

"Aku bayarnya gimana? Dipotong setiap malem selama seminggu itu kan?" tanya Dijah sedikit khawatir. Bara mungkin tak pernah merasakan gelisah karena harus berhutang pada seseorang.

Saat harga diri terikat dengan sejumlah uang dengan orang lain, maka kebebasan berpendapat pun biasanya ikut tergadai. Dijah tak menginginkan hal itu.

"Iya, santai aja napa sih Jah." Bara mengambil bungkusan dari tangan pemilik toko dan menyerahkannya pada Dijah.

"Makasih, nanti aku pasti bayar dan ngelanjutin kerjaanku. Tapi harus tetap di malam hari."

"Iya--iya. Sekarang mau ke rumah orang tua kamu? Sekalian aku balik ke Polsek," tukas Bara.

"Iya, aku ke sana aja." Dijah menggenggam bungkusan berisi sepatu itu dengan kuat seolah takut bahwa bungkusan itu bisa hilang dari tangannya.

20 menit kemudian Dijah telah menepuk pundak Bara di depan gang rumahnya. Setelah Bara menghentikan motor, Dijah langsung turun dan membuka helmnya.

"Makasi ya, kalau nanti malam ada yang harus aku kerjain, situ dateng aja ke rumah. Aku udah ijin nggak masuk kerja seminggu," tukas Dijah.

TIIN... TIIIN...

Klakson sebuah mobil yang terdengar dekat membuat Dijah dan Bara menoleh ke arah suara. Seorang wanita cantik baru saja menurunkan kaca jendela mobil.

"Bara! Aku tunggu di depan ya!" teriak seorang wanita dari balik kemudi.

"Eh Jo! Oke!" sahut Bara melambai pada pengemudi mobil yang ternyata adalah Joana.

Dijah tersenyum kemudian mengangguk dan melangkah masuk ke gang rumahnya. Beberapa langkah masuk ke dalam gang, Dijah kembali menoleh ke belakang untuk melihat Bara.

Pandangan mereka bertemu. Bara masih mengiringi langkahnya dengan tatapan. Sedikit menyesal telah menoleh ke belakang, Dijah kembali berjalan cepat-cepat.

Rumahnya terlihat sepi dan Dul tak terlihat bermain di luar. Dijah membuka pintu depan yang ternyata tak terkunci.

"Dul!" panggil Dijah.

"Ibu! Sini! Aku lagi masak sama mbah wedok." Dul menjengukkan kepalanya ke ruang tamu. Dijah berjalan masuk ke dapur untuk melihat apa yang sedang dikerjakan anaknya.

"Masak apa?" tanya Dijah.

"Bakwan jagung, tadi dikasi jagung manis sama tetangga." ibu Dijah berbicara sambil mengaduk baskom kecil berisi adonan tepung.

"Aku mau ngasi liat sesuatu, sini Bu." Dul menyeret tangan Dijah ke ruang tamu. Bocah laki-laki itu kemudian mengambil tas sekolahnya dan mengeluarkan selembar kertas.

"Sebentar ibu baca," ucap Dijah kemudian meneliti isi tulisan selebaran pengumuman dari pihak sekolah untuk wali murid.

"Pentas seni rupanya,"

"Iya Bu, aku ikut marching band. Pegang drum. Keren pokoknya. Nanti di sana dipakein seragam. Acaranya kan nggak di sekolah," ujar Dul bersemangat.

"Iya, ibu jadi kepingin liat kerennya Dul."

"Sepatu aku udah ada Bu?" tanya bocah itu mengingatkan.

"Oh, udah! Tadi ibu ke sini mau ngasi liat ke Dul. Ibu udah beli ini." Dijah mengeluarkan kotak sepatu dari plastik kreseknya. Mata Dul berbinar melihat sepasang sepatu hitam mengkilap dengan tiga pasang kaus kaki yang masih berwarna putih cemerlang.

"Ini punyaku semua kan Bu?" tanya Dul polos. Dijah tertawa mendengar pertanyaannya.

"Iya punya Dul semua," sahut Dijah.

"Ini pasti mahal, sepatunya bagus." Dul langsung membuka sumpalan koran dari ujung sepatu dan mencoba di kakinya.

"Ibu ketemu orang baik," tukas Dijah.

"Terimakasih orang baik, aku suka sepatunya." Dul tertawa dan berdiri dengan kedua tangan di pinggangnya. Dijah tersenyum puas melihat anak semata wayangnya tertawa senang.

"Jadi ibu ikut ngeliat aku jadi anggota marching band?" tanya Dul.

"Ibu usahakan, ibu pasti ikut. Berangkatnya seperti biasa naik bus sama-sama kan?" tanya Dijah pada anaknya.

"Iya, naik bus. Ngumpulnya di jam masuk sekolah seperti biasa. Dua hari lagi ya Bu, ibu jangan lupa."

"Tadi yang jemput kamu siapa? Mbah lanang?" tanya Dijah.

"Iya."

"Sekarang Mbah lanang mana?"

"Main catur di warung," sahut Dul masih asyik melihat sepatunya.

"Dul, ini bakwannya udah mateng!" teriak ibu Dijah dari arah dapur.

***********

"Naik mobil aja deh, aku nggak gitu suka kena angin di atas motor," ujar Joana pada Bara di depan Polsek.

"Kamu yang nyetir ya, aku capek." Bara membuka pintu mobil dan duduk di kursi sebelah pengemudi.

"Perempuan itu tadi siapa? Tumben kamu boncengin cewe," tukas Joana mulai melajukan mobilnya.

"Narasumber tesisku."

"Dia korban?"

"Bisa dibilang gitu, tapi nggak mau ngelapor."

"Kamu edukasi dong, biar mau ngelapor. Kasian..." gumam Joana.

"Iya, kasian." Bara membayangkan wajah Dijah yang sebenarnya masih sangat muda dan tak pantas mendapat perlakuan seperti itu.

"Perempuan tadi cantik," ujar Joana seraya melirik untuk meneliti ekspresi wajah Bara saat ia mengatakan itu.

Bara sedikit menyunggingkan senyumnya saat bergumam tak jelas, "cantik ya?"

Bara malah melemparkan pertanyaan kembali pada Joana yang sekarang seperti merasa memiliki seorang saingan untuk mendapatkan hati laki-laki yang hangat namun sangat cuek di sebelahnya itu.

Beberapa kali mereka keluar bersama tapi bukan Bara yang menginisiasi pertemuan mereka. Selalu Joanalah yang lebih dulu memulai. Bara terlihat menikmati tapi seperti tak ingin terikat.

Bahkan chat sederhana seperti menanyakan apa pria itu sudah makan atau belum jarang sekali mendapat balasan tepat waktu. Dari hal itu Joana merasa bahwa ia masih belum termasuk ke dalam prioritas Bara.

"Kita makan ya, udah sore. Aku belum makan siang," tukas Joana.

"Boleh..." jawab Bara.

"Mau makan di mana?" tanya Joana.

"Terserah kamu mau di mana, kan kamu yang laper. Terserah Bu Joana mau makan di mana, aku temenin." Bara tersenyum pada wanita cantik di sampingnya.

Akhirnya Joana memilih sebuah restoran steak yang terletak di tengah kota. Beberapa saat lamanya mereka berdua berbincang soal pekerjaan baru Bara.

"Betah kamu jadi wartawan? Kayaknya kamu santai banget..." ujar Joana.

"Pikiranku masih terpecah ke tesis. Pengen cepet kelar," sahut Bara yang sore itu hanya meminum segelas jus.

"Narasumber kamu itu kerjanya apa? PSK ya?" tuding Joana langsung.

"Bukan. Dijah bukan PSK," jawab Bara cepat.

"Namanya Dijah rupanya. Jadi apa yang dilakukannya untuk cari nafkah? Kamu bilang dia udah lama cerai dan membesarkan anaknya seorang diri."

"Iya bener. Banyak. Yang dilakukan Dijah banyak tapi yang jelas Dijah bukan PSK. Aku ngikutin dia beberapa hari ini."

"Tadi kamu dari mana ama dia?" tanya Joana.

"Ada urusan sedikit. Client Secret (rahasia klien)," bisik Bara meletakkan telunjuknya di bibir dan mengedipkan matanya.

"Cuma sama aku kali, pelit banget sih." Joana cemberut. Bara hanya tertawa melihat Joana sedikit kesal.

Hampir dua jam berbincang di dalam restoran steak membuat wajah Joana terlihat senang. Mereka telah berada di dalam mobil. Joana bersiap mengantarkan barang kembali ke Polsek.

"Kamu malem ke mana? Main tempat aku yuk," ajak Joana.

Bara menarik nafas panjang dan menghelanya. Ia bersandar di jok kursi dan menoleh pada Joana.

"Aku nggak bisa, masih ada mau ngerjain sesuatu."

"Apa itu? Aku nggak boleh tau? Kamu kayaknya nggak mau membuka diri ya ke aku," ujar Joana.

"Bukan gitu, emang ada sesuatu yang nggak mungkin aku jelasin semuanya."

Joana memajukan tubuhnya mendekati Bara. Bola mata Bara tidak berwarna hitam pikirnya, dengan bantuan pantulan cahaya matahari yang menembus kaca mobilnya yang gelap, ia bisa melihat warna coklat pria itu.

Ia memberanikan diri menarik kemeja depan Bara dan menempelkan bibirnya pada bibir pria yang selalu jual mahal itu.

Awalnya Joana mengira Bara akan menolak, tapi ternyata pria itu menyambut ciumannya. Joana menyapukan lidahnya pada tiap sudut bibir Bara yang sejak lama dibayangkannya.

Bara ganteng. Sikapnya yang ramah dan baik pada setiap orang membuat banyak wanita penasaran.

Nafas Joana mulai terengah dan ia semakin menempelkan tubuhnya pada Bara. Tangannya secara natural bergerak membelai dada dan meremas bagian depan kemeja pria itu.

Bara melepaskan ciuman mereka dan menarik nafas.

"Udah mau malem, aku mau pergi ke suatu tempat. Besok-besok aku main tempat kamu," ujar Bara mencubit pipi Joana yang masih gelagapan belum menjejak bumi sepenuhnya. Sedikit kecewa dengan reaksi Bara, Joana melakukan mobil kembali menuju ke arah Polsek.

Bara baru saja selesai mencatat beberapa jadwal sidang kriminal di pengadilan yang akan dilangsungkan dalam waktu dekat. Ia bermaksud akan menghadiri sidang terbuka itu untuk menyantumkannya dalam kolom berita.

Sekaligus ia merasa penasaran dengan nasib kriminal yang sempat bertemu dan diwawancarainya di Polsek itu.

Bara mengambil jaket yang dititipkannya di bawah meja salah satu pegawai di Polsek yang memang sudah seperti rumah kedua bagi para wartawan.

"Mau pulang?" sapa Pak Santo pada Bara.

"Iya Pak, udah pegel-pegel pengen rebahan." Bara memakai jaketnya kemudian melangkah menuruni tangga.

Saat melintasi teras depan kantor Bara melambaikan tangannya pada Pak Santo yang membalas dengan anggukan.

Bara mengendarai motornya menuju kediaman Dijah. Perutnya lapar, tapi ia merasa rugi kalau harus membuang waktu makan di luar sementara jam kerja Dijah dengannya berakhir di pukul 10 malam.

Bara sedang tak ingin menanyai Dijah macam-macam. Ia hanya ingin disediakan sepiring nasi oleh perempuan itu. Entah beras Dijah ada atau tidak, ia nekad minta diberi makan.

Malam itu tak terlihat seorang pun tetangga Dijah yang unik-unik itu. Sedikit tak biasa pikir Bara, kemudian ia mematikan mesin motornya di depan kamar Dijah.

TOK!! TOK!! TOK!!

Bara mengetuk pintu kamar itu pelan. Setelah nyaris terkena lemparan sebuah deodoran, tampaknya Bara harus berhati-hati.

CEKLEK

Suara kunci diputar dari dalam dan pintu mengayun membuka. Dijah menatapnya dari balik pintu yang sedikit terbuka.

"Kok agak kemaleman?" tanya Dijah dari balik pintu. Kepala wanita itu masih terbungkus handuk saat menjenguk ke luar.

"Boleh masuk?" tanya Bara. Dijah terlihat sedikit ragu dan masih berbicara dari celah pintu.

"Besok aja deh, aku udah ngantuk. Boleh besok aja?" tanya Dijah.

"Keramas lagi..." gumam Bara.

"Gerah," jawab Dijah. Ia masih berdiri di depan pintu.

"Aku laper Jah," ujar Bara kemudian mendorong pintu dan melangkah masuk. Ia mencampakkan ranselnya ke dalam kamar Dijah seolah sewa kamar wanita itu adalah hasil patungan dengannya.

"Eh kamu nggak boleh mas--"

"Ya ampun Jah..." gumam Bara saat melihat Dijah yang berdiri di balik pintu.

Rambut Dijah basah, sebuah handuk kecil terletak begitu saja di kepalanya. Wanita itu menutup bahunya dengan sebuah handuk tapi tak berhasil menutupi sepasang dada yang terbalut dengan sebuah tank top ketat sampai belahan dada itu terlihat jelas.

"Kamu keluar sekar... Mau ngapain kamu?" sergah Dijah yang melihat Bara berjalan mendekatinya.

"Kasiani mata dan perutku Jah," ucap Bara yang melepaskan jaketnya. Matanya tak sengaja tertumbuk pada Dada penuh Dijah yang selama ini selalu tersembunyi di balik pakaian longgarnya.

"Keluar sana," tukas Dijah. Wajahnya telah merona dan ia sudah salah tingkah melihat mata Bara menuju lurus ke arah tubuhnya.

Bara yang juga mulai berdebar kemudian membalutkan jaketnya secara asal di tubuh Dijah dan mengikatkan kedua lengan jaket itu mengelilingi tangan wanita itu.

Bara kemudian menghempaskan tubuhnya di kasur tipis kamar itu. "Masakin aku sesuatu Jah, aku laper"

To Be Continued.....

Terpopuler

Comments

dyul

dyul

udah kaya suami aja kang mas Bara... rebahan minta mkn🤪

2025-02-26

0

ℑ𝔟𝔲𝔫𝔶𝔞 𝔞𝔫𝔞𝔨-𝔞𝔫𝔞💞

ℑ𝔟𝔲𝔫𝔶𝔞 𝔞𝔫𝔞𝔨-𝔞𝔫𝔞💞

MasyaAllah Mas Dul🥺

2025-01-30

0

Tarsini Fahri

Tarsini Fahri

perasaan dulu ceritanya nga ada Joana dulu banyak obrolan dikosan yg mengocok perut thor

2025-01-03

1

lihat semua
Episodes
1 PROLOG
2 1. Terlatih Terluka
3 2. Pelarian Perkenalan
4 3. Main Mata
5 4. Sepotong Selingan
6 5. Tatapan Terarah
7 6. Pelanggan Pertama
8 7. Karena Kasihan
9 8. Mulai Meresapi
10 9. Debaran Dijah
11 10. Sepiring Santapan
12 11. Kok Kesal
13 12. Kiriman Konsumsi
14 13. Tentang Tetangga
15 14. Sedikit Sentilan
16 15. Percakapan Pria
17 16. Tini Tenar
18 17. Ketagihan Kerokan
19 18. Percakapan Pagi
20 19. Pernyataan Pacaran
21 20. Berburu Berita
22 21. Perdana Pacaran
23 22. Mantan Menjijikkan
24 23. Percakapan Panjang
25 24. Kehidupan Kos-kosan
26 25. Merasakan Minder
27 26. Bara Berusaha
28 27. Secercah Senyuman
29 28. Malam Minggu
30 29. Jalan-Jalan
31 30. Api Asmara
32 31. Ambyare Ati
33 32. Duel Dijah
34 33. Pacar Posesif
35 34. Curahan Cerita
36 35. Pesan- pesan
37 36. Kisah Kelam
38 37. Dekat Dul
39 38. Maju Mundur
40 39. Kejutan & Keributan
41 40. Puncak Perselisihan
42 41. Ratapan Rindu
43 42. Akumulasi Amarah
44 43. Pulang Pagi
45 44. Binar Bahagia
46 45. Tertawa Terbahak
47 46. Khayalan Kekasih
48 47. Makan Malam
49 48. Adu Argumen
50 49. Bukan Bapak Biasa
51 50. Surprise Sticker
52 51. Prospek Pasar
53 52. Potongan Percakapan
54 53. Cerita Cinta
55 54. Andai Ayah - Anak
56 55. Sambutan Sapaan
57 56. Kekasih & Keluarga
58 57. Bahagia Bertiga
59 58. Sepasang Sepatu
60 59. Suguhan Spesial
61 60. Pertolongan Pertama
62 61. Pasien Pria
63 62. Malam Minggu (2)
64 63. Serba Salah
65 64. Ujian dan Upaya
66 65. Cendera mata Cinta
67 66. Rindu dan Restu
68 67. Puncak Persaingan
69 68. Cerita Cemburu
70 69. Detensi Demam
71 70. Duel Dijah (2)
72 71. Jarak Jauh
73 72. Cerita Cafe
74 73. Antara Anak - Ayah
75 74. Derita Dul
76 75. Menguak Memori
77 76. Merengkuh Malam
78 77. Leburan Luka
79 78. Pertolongan Profesional
80 79. Pengakuan Dijah (1)
81 80. Pengakuan Dijah (2)
82 81. Kado Kejutan
83 82. Wartawan Wisuda
84 83. Kembali Kasih
85 84. Bicaranya Bapak
86 85. Irisan Ingatan
87 86. Rentang Rencana
88 87. Izin Ibu
89 88. Harapan dan Hukuman
90 89. Sentuhan Sahabat
91 90. Pesan Perpisahan
92 91. Kamu dan Keluhmu
93 92. Uring-uringan
94 93. Syair Syahdu
95 94. Angin Alam
96 95. Terang Temaram
97 96. Kepala Keluarga
98 97. Kehidupan Kandang
99 98. Bulan Bersama
100 99. Cuplikan Cerita
101 100. Wonder Woman
102 101. Huru-Hara Hari H
103 102. Perjalanan Pertama
104 103. Wisata Wartawan
105 104. Batu Besar
106 105. Riuh Rendah
107 106. Gedung Gonggong
108 107. Makan Malam
109 108. Menyelesaikan Masalah
110 109. Kumpulan Kisah
111 110. Sahabat Sesumbar
112 111. Malam Meringis
113 112. Jawaban Jujur
114 113. Benar Berubah ?
115 114. Masih Meragu
116 115. Alasan Amarah
117 116. Maafin Mas
118 117. Berita Bahagia
119 118. Kumpul Keluarga
120 119. Mabuk Merana
121 120. Hunian Humanis
122 121. Kunjungan Kawan
123 122. Bukan Bandingan
124 123. Pujian Penghiburan
125 124. Dijah dan Dul
126 125. Derita Dimulai
127 126. Titipan Tuhan
128 127. Anak Ayah
129 128. Aku Ayahnya
130 129. Dalam Dongengan
131 130. Masakan Mertua
132 131. Penantian Panjang
133 132. Seutas Saran
134 133. Temu Terakhir
135 134. Tepisan Takdir
136 135. SEEMPUK SETUMPUK
137 136. Sebuah Sejarah
138 137. Menuruti Mertua
139 138. Sandiwara Suketi
140 139. Taktik Tini
141 140. Cuplikan Cerita Cinta
142 141. Guratan Gaduh
143 142. Belanja Baju Bayi
144 143. Drama Dijah
145 144. Sirnanya Senyuman
146 145. Ngobrol Ngalor Ngidul
147 146. Mengekori Mas
148 147. Kunjungan Kerja
149 148. Penilaian Perempuan
150 149. Tanda-Tanda
151 150. Dalam Dekapan Dijah
152 151. Anak Ayah
153 152. Kunjungan Kawan-Kawan
154 153. Santai Sore
155 154. Putri Pertama
156 155. Siksaan Sabtu
157 156. Pertemuan Persaudaraan
158 157. Target Tini
159 158. Kilasan Kabar
160 159. Memanggil Mbah
161 160. Sinar Surya Sore
162 161. Ancang-Ancang Asti
163 162. Membahagiakan Mak Robin
164 163. Bincang Bersama Boy
165 164. History Heru (Bagian 1)
166 165. History Heru (Bagian 2)
167 166. Sabar Suketi (Bagian 1)
168 167. Sabar Suketi (Bagian 2)
169 168. Falsafah dan Filosofi
170 169. Semuanya Senang
171 170. Desau Dijah
172 171. Bara Berbicara
173 EPILOG
174 Untaian Kata
175 SPECIAL PART
176 TINI SUKETI mulai update hari ini
177 CEK KARYA BARU JUSKELAPA : DUL
178 NOVEL BARU : GITA & MAR (JUNI 2023)
Episodes

Updated 178 Episodes

1
PROLOG
2
1. Terlatih Terluka
3
2. Pelarian Perkenalan
4
3. Main Mata
5
4. Sepotong Selingan
6
5. Tatapan Terarah
7
6. Pelanggan Pertama
8
7. Karena Kasihan
9
8. Mulai Meresapi
10
9. Debaran Dijah
11
10. Sepiring Santapan
12
11. Kok Kesal
13
12. Kiriman Konsumsi
14
13. Tentang Tetangga
15
14. Sedikit Sentilan
16
15. Percakapan Pria
17
16. Tini Tenar
18
17. Ketagihan Kerokan
19
18. Percakapan Pagi
20
19. Pernyataan Pacaran
21
20. Berburu Berita
22
21. Perdana Pacaran
23
22. Mantan Menjijikkan
24
23. Percakapan Panjang
25
24. Kehidupan Kos-kosan
26
25. Merasakan Minder
27
26. Bara Berusaha
28
27. Secercah Senyuman
29
28. Malam Minggu
30
29. Jalan-Jalan
31
30. Api Asmara
32
31. Ambyare Ati
33
32. Duel Dijah
34
33. Pacar Posesif
35
34. Curahan Cerita
36
35. Pesan- pesan
37
36. Kisah Kelam
38
37. Dekat Dul
39
38. Maju Mundur
40
39. Kejutan & Keributan
41
40. Puncak Perselisihan
42
41. Ratapan Rindu
43
42. Akumulasi Amarah
44
43. Pulang Pagi
45
44. Binar Bahagia
46
45. Tertawa Terbahak
47
46. Khayalan Kekasih
48
47. Makan Malam
49
48. Adu Argumen
50
49. Bukan Bapak Biasa
51
50. Surprise Sticker
52
51. Prospek Pasar
53
52. Potongan Percakapan
54
53. Cerita Cinta
55
54. Andai Ayah - Anak
56
55. Sambutan Sapaan
57
56. Kekasih & Keluarga
58
57. Bahagia Bertiga
59
58. Sepasang Sepatu
60
59. Suguhan Spesial
61
60. Pertolongan Pertama
62
61. Pasien Pria
63
62. Malam Minggu (2)
64
63. Serba Salah
65
64. Ujian dan Upaya
66
65. Cendera mata Cinta
67
66. Rindu dan Restu
68
67. Puncak Persaingan
69
68. Cerita Cemburu
70
69. Detensi Demam
71
70. Duel Dijah (2)
72
71. Jarak Jauh
73
72. Cerita Cafe
74
73. Antara Anak - Ayah
75
74. Derita Dul
76
75. Menguak Memori
77
76. Merengkuh Malam
78
77. Leburan Luka
79
78. Pertolongan Profesional
80
79. Pengakuan Dijah (1)
81
80. Pengakuan Dijah (2)
82
81. Kado Kejutan
83
82. Wartawan Wisuda
84
83. Kembali Kasih
85
84. Bicaranya Bapak
86
85. Irisan Ingatan
87
86. Rentang Rencana
88
87. Izin Ibu
89
88. Harapan dan Hukuman
90
89. Sentuhan Sahabat
91
90. Pesan Perpisahan
92
91. Kamu dan Keluhmu
93
92. Uring-uringan
94
93. Syair Syahdu
95
94. Angin Alam
96
95. Terang Temaram
97
96. Kepala Keluarga
98
97. Kehidupan Kandang
99
98. Bulan Bersama
100
99. Cuplikan Cerita
101
100. Wonder Woman
102
101. Huru-Hara Hari H
103
102. Perjalanan Pertama
104
103. Wisata Wartawan
105
104. Batu Besar
106
105. Riuh Rendah
107
106. Gedung Gonggong
108
107. Makan Malam
109
108. Menyelesaikan Masalah
110
109. Kumpulan Kisah
111
110. Sahabat Sesumbar
112
111. Malam Meringis
113
112. Jawaban Jujur
114
113. Benar Berubah ?
115
114. Masih Meragu
116
115. Alasan Amarah
117
116. Maafin Mas
118
117. Berita Bahagia
119
118. Kumpul Keluarga
120
119. Mabuk Merana
121
120. Hunian Humanis
122
121. Kunjungan Kawan
123
122. Bukan Bandingan
124
123. Pujian Penghiburan
125
124. Dijah dan Dul
126
125. Derita Dimulai
127
126. Titipan Tuhan
128
127. Anak Ayah
129
128. Aku Ayahnya
130
129. Dalam Dongengan
131
130. Masakan Mertua
132
131. Penantian Panjang
133
132. Seutas Saran
134
133. Temu Terakhir
135
134. Tepisan Takdir
136
135. SEEMPUK SETUMPUK
137
136. Sebuah Sejarah
138
137. Menuruti Mertua
139
138. Sandiwara Suketi
140
139. Taktik Tini
141
140. Cuplikan Cerita Cinta
142
141. Guratan Gaduh
143
142. Belanja Baju Bayi
144
143. Drama Dijah
145
144. Sirnanya Senyuman
146
145. Ngobrol Ngalor Ngidul
147
146. Mengekori Mas
148
147. Kunjungan Kerja
149
148. Penilaian Perempuan
150
149. Tanda-Tanda
151
150. Dalam Dekapan Dijah
152
151. Anak Ayah
153
152. Kunjungan Kawan-Kawan
154
153. Santai Sore
155
154. Putri Pertama
156
155. Siksaan Sabtu
157
156. Pertemuan Persaudaraan
158
157. Target Tini
159
158. Kilasan Kabar
160
159. Memanggil Mbah
161
160. Sinar Surya Sore
162
161. Ancang-Ancang Asti
163
162. Membahagiakan Mak Robin
164
163. Bincang Bersama Boy
165
164. History Heru (Bagian 1)
166
165. History Heru (Bagian 2)
167
166. Sabar Suketi (Bagian 1)
168
167. Sabar Suketi (Bagian 2)
169
168. Falsafah dan Filosofi
170
169. Semuanya Senang
171
170. Desau Dijah
172
171. Bara Berbicara
173
EPILOG
174
Untaian Kata
175
SPECIAL PART
176
TINI SUKETI mulai update hari ini
177
CEK KARYA BARU JUSKELAPA : DUL
178
NOVEL BARU : GITA & MAR (JUNI 2023)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!