Jangan lupa dilike ya,
selamat membaca :*
************
Dari pagi sampai ke sore Dijah sibuk bersama Mbok Jum di tempat pembuangan sampah. Mereka mendapat begitu banyak sisa gelas plastik air mineral yang berasal dari sampah sebuah rumah mewah yang sepertinya selesai mengadakan hajatan.
Dengan wajah riang Mbok Jum memasukkan semua penghasilan mereka hari itu dan kemarin ke dalam dua buah karung plastik untuk diangkut ke pengepul.
"Siapa yang angkut Jah?" tanya Mbok Jum.
"Sebentar aku telfon aja Mbok, berat ini. Biasa kalau banyak mereka mau ambil." Dijah mengeluarkan ponsel mungilnya yang terikat karet.
Beberapa saat berbicara di telepon, Dijah tersenyum puas. Salah satu pekerja di sana bisa menjemput hasil pungutan mereka hari itu.
"Selesai dari sini kamu mau ke mana?" tanya Mbok Jum.
"Uang hari ini lumayan, kita bagi dua ya Mbok. Aku mau beli nugget ayam untuk Dul. Besok dia pentas seni pasti semua anak bawa bekal enak-enak. Aku nggak bisa ikut nemenin, jadi aku harus titipin uang ke bapakku." Dijah memandang beberapa orang pemulung yang juga sedang mengais-ngais sampah di atas gundukan.
"Bilang ke bapakmu, kalau dikasi uang jangan dipake judi catur. Memang sedikit-sedikit tapi bapakmu masak gak tau kalau anaknya cantik-cantik jadi pemulung ngasi dia makan. Gak malu bapakmu itu." Mbok Jum yang sudah mengerti bagaimana kedua orang tua Dijah memang sering kesal ikut mengomeli soal ayah Dijah yang pemalas sejak dari dalam kandungan.
Ibu Dijah yang penurut tak berani sedikit pun menentang bapaknya sejak dulu. Terlebih sejak sakit-sakitan. Ibunya hanya menerima pemberian dari anak-anaknya. Dijah yang menggantungkan nasib antar jemput Dul pada bapaknya pun gak bisa berbuat banyak kalau mendapati pria tua itu duduk di warung untuk berjudi.
"Udah sering aku bilangin, tapi sekarang udah lumayan berkurang Mbok. Begitulah nasib Mbok... Terlalu banyak yang harus aku tangisi sampe air mataku bingung mau nangisin yang mana duluan." Dijah tertawa.
"Nasibmu Jah," gumam Mbok Jum.
"Iya, nasibku. Aku nggak bisa milih dilahirkan di keluarga yang kayak apa. Sama kayak Dul," sahut Dijah.
Seorang pria muda menaiki motor ringsek mendatangi mereka dengan sebuah timbangan besi gantung. Pendapatan mereka hari itu ditotal 110 ribu rupiah. Mbok Jum tersenyum saat Dijah menyerahkan 55 ribu dalam pecahan uang lima ribuan pada wanita itu.
"Aku sedikit aja Jah, 30 ribu aja. Kamu yang lebih capek." Mbok Jum mengambil jumlah uang yang dimaksudkannya dan menyodorkan sisanya pada Dijah.
"Kok gitu Mbok? Simpen aja ini, untuk beli madu. Biar suami Mbok lebih seger." Dijah menjejalkan uang ke tangan Mbok Jum yang masih menatap lembaran uang di tangannya.
"Nggak usah terharu, nanti nangis lagi. Makan waktu. Aku balik dulu. Udah siang banget ini, mau beresin perlengkapan Dul untuk besok." Dijah membereskan peralatannya kemudian mengusap-usap punggung Mbok Jum sebelum pergi.
"Besok dateng ya Jah," seru Mbok Jum. Ia tak apa-apa makan sekali sehari saja. Baginya kedatangan Dijah bukan hanya sebagai seseorang yang sering memberinya ini-itu, tapi lebih pada seorang teman bicara.
Sebelum tiba di rumah, Dijah mampir ke warung membeli sekilo beras, beberapa bungkus mi instan dan segenggam bawang dan cabai untuk persediaannya yang sudah habis.
Sebelum berbelanja tadi, Dijah meluruskan niatnya membeli dua kilo beras, 4 bungkus mi instan dan segenggam bawang dan cabai adalah memang murni sebagai persediaannya di rumah. Bukan untuk menjamu Bara jika laki-laki itu kembali datang meminta makan.
Setelah membersihkan tubuhnya dan makan siang seadanya, Dijah kini sudah berada di dalam angkutan kota menuju rumah orangtuanya.
Besok ia harus ikut Tini untuk wawancara di kantor merek rokok yang mencari jasa SPG. Acara pentas seni Dul bertepatan dengan besok juga, ia harus meminta ayahnya menggantikan mengantar dan menunggui bocah TK itu.
Dul pasti mau dan mengerti dengan kesibukannya mencari uang untuk menyambung hidup mereka. Sebelum berangkat ke rumah orang tuanya, Dijah membeli sebungkus nugget ayam sebagai bekal mewah Dul di mini market seberang Polsek.
"Pak, besok Dul acara pentas seni dari TK-nya. Dia main drum. Ikut marching band. Aku nggak bisa karena besok wawancara kerjaan baru. Tolong temeni bisa kan?" tanya Dijah pada bapaknya yang sedang duduk di sebuah bangku plastik di depan rumah.
"Bisa. Jam berapa?"
"Ngumpul di sekolahnya jam 8 pagi. Jangan terlambat ya Pak. Nanti dari sekolahnya naik bus rame-rame."
"Iuran busnya gimana?"
"Semua udah dibayar tahunan. Jadi besok cuma bawa anaknya aja. Bener jangan terlambat ya Pak, kasian Dul. Acaranya cuma setahun sekali aja." Dijah kemudian masuk menenteng nugget ayam yang dibelinya.
"Bu, ini nugget ayam besok minta tolong digoreng untuk Dul. Tempat nasinya yang ini," tukas Dijah sambil menunjuk sebuah tempat bekal dari restoran ayam goreng. Itu adalah tempat bekal terbagus milik Dul.
"Dibawain nasi sama nugget aja?" tanya ibu Dijah.
"Kalau besok tukang kue lewat bisa dibelikan sekalian untuk Dul Bu, tiga aja. Ini uangnya aku kasi. Besok sisanya kasi bapak ya Bu. Siapa tau di tempat acara Dul ada minta jajan atau minta dibelikan mainan." Dijah menyerahkan segumpal uang berjumlah 30 ribu pada ibunya.
"Dul udah lama tidur?" tanya Dijah menatap anaknya yang sedang tertidur di depan televisi.
"Baru, mungkin capek main di luar tadi siang."
"Mau aku masakin sesuatu?" tanya Dijah pada ibunya. Ia kasihan melihat wajah ibunya yang masih pucat kurang sehat tapi masih berada di dapur mencoba memasak makan malam.
"Gak usah, kamu pulang aja sana. Jangan lama-lama di sini, nanti si Fredy datang. Udah lama nggak ribut-ribut ibu malah khawatir. Ibu nggak mau kamu dipukuli lagi sama si gila itu. Besok Dul pasti berangkat. Ibu masakin. Kamu juga pasti capek seharian cari uang terus." Ibu Dijah menatap anaknya dengan pandangan muram. Ia sangat sedih tak bisa membantu banyak untuk meringankan sedikit beban puterinya itu.
Mendengar nama Fredy disebutkan, Dijah sedikit bergidik. Ia cepat-cepat pamit dari rumah orangtuanya. Benar kata ibunya tadi. Fredy sudah lama gak datang ke sana. Dijah bergegas meninggalkan gang rumahnya terburu-buru. Ia bahkan tak sempat pamit pada Dul yang tengah tertidur nyenyak.
Saat berdiri menunggu angkutan di depan Polsek, Dijah seperti ditarik magnet untuk sedikit melongok ke halaman tempat di mana ia dan Bara pertama kali bertemu.
Matanya yang sekarang akrab dengan penampilan Bara langsung menangkap sosok laki-laki itu sedang berdiri di sebelah sebuah mobil dan berbicara dengan sosok perempuan yang berada di balik kemudi.
Dijah mengingat bahwa perempuan itu adalah perempuan yang tempo hari meneriakkan nama Bara dari tepi jalan.
Mungkin itu adalah pacar Bara pikirnya. Lantas kenapa Bara kemarin malam menciumnya? Dijah tak bisa menolak pikiran negatifnya soal pria itu. Ia juga lagi-lagi tak bisa berhenti untuk tak merendahkan dirinya sendiri.
Hatinya sedikit terusik, ia menyukai Bara. Dalam waktu sesingkat itu mustahil tak menyukai pria tampan yang memberi perhatian padanya.
Apalagi sikap Bara yang begitu luwes dan supel seperti sudah mengenalnya bertahun-tahun membuat Dijah dengan cepat merasa nyaman dengan pria itu.
Sekarang dia lah yang harus bisa menempatkan dirinya. Ingin memberi batas, atau menikmati saja sesuatu yang memang ingin dirasakannya sejak dulu. Kehangatan sentuhan seorang pria yang disukainya.
Dijah masih akan memalingkan wajahnya saat Bara tiba-tiba menoleh ke jalan dan mendapatinya sedang menatap.
Beberapa saat lamanya mereka saling berpandangan, kemudian Dijah tersadar dan membuang mukanya jauh-jauh. Tak sopan dan tak penting sekali rasanya ia mengamati sosok pasangan yang tengah asyik berbicara.
Nomor angkutan kotanya melintas dan cepat-cepat Dijah menyetopnya. Angkutan itu penuh berjejalan manusia, dan kursi kosong hanya tersisa di mulut pintu angkot.
Dengan berpegangan di atas pintu angkot, Dijah berlalu dari sana seraya melemparkan tatapan tajam pada Bara.
Bara mengiringi kepergian Dijah dengan menggelantungi angkot dengan tatapan kesal. Entah apa yang dikesalkan oleh Bara, Dijah juga tak tahu.
To Be Continued.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 178 Episodes
Comments
dyul
ah.... sisi hatimu merindu utk di cintai
2025-02-27
0
Herlina Lina
ya Allah jd inget almh. ibu q
pokokny semua ibu d dunia ini bnr2 wanita luar biasa yg Allah ciptakan u/ mendampingin tumbuh kembang anak2 mereka walau bgmn sikon mrk tetep bakal prioritaskan kebahagiaan anak/Heart/
2024-09-20
3
Herlina Lina
lw suatu hari nanti hidup mu bs bahagia atau jd org kaya raya bs jd bentuk kebaikan kecil2 seperti ini yg jadi wasilah Allah mmperlancar semua urusan mu k dpan nya jah/Heart/
2024-09-20
1