4. Sepotong Selingan

Terimakasih untuk kalian yang sedang mencoba untuk memahami Dijah berserta dunianya :*

Like-nya biar ga lupa XD

************

"Mau mulung? Udah baek (sembuh) kau rupanya?" tanya Mak Robin yang melihat Dijah sedang mengenakan sepatu boot karet yang biasa digunakannya ke tempat pembuangan sampah.

"Udah. Udah nggak apa-apa kok," sahut Dijah.

"Istirahat dulu Jah, nggak usah kau paksakan kali." Mak Robin duduk di depan pintu kamarnya dengan sepiring nasi di tangan.

"Kasian sama Mbok Jum, nanti nggak ada yang bantu bawa barang-barangnya ke agen loak. Kayak kemarin, Mbok Jum cuma dapet 5000. Aku tambahin uangnya untuk beli nasi makan siang," ujar Dijah telah berdiri rapi menghadap lawan bicaranya.

"Sibuk kali kau mikirkan orang, orang aja gak pernah teringat mau sedekah sama kau Jah... Kau aja masih miskin," sungut Mak Robin yang terkadang pusing melihat Dijah yang sibuk mengkhawatirkan Mbok Jum. Wanita tua yang tinggal di rumah kardus bersama suaminya di dekat pembuangan sampah.

"Kalo mau sedekah harus nunggu kaya, kapan lagi aku bisa sedekah Mak? Kalau miskinku awet, bisa-bisa sampe mati aku nggak bakal sedekah. Ya udah Mak, aku berangkat dulu. Bilang sama Asti, pakaiannya udah aku susun ke lemari sekalian." Dijah berjalan menjauhi pintu Mak Robin menuju pagar. Seperti biasa dia akan naik angkot yang memutar ke seberang jajaran ruko untuk pergi ke belakang perkantoran.

Tempat pembuangan sampah itu tak jauh sebenarnya. Tapi melintasi jalan raya kota besar dengan berjalan kaki bukanlah perkara yang mudah.

Dijah takut menyeberangi jalan dan melintasi kendaraan dengan kecepatan yang kadang-kadang sama dengan kecepatan ia menghabiskan uang pencariannya seharian. Sangat ekspres.

"Jah!" teriak Mbok Jum dari atas gunungan sampah saat Dijah baru tiba di tempat itu.

Dijah berjalan ke arah Mbok Jum sambil sesekali memungut gelas plastik bekas air mineral.

"Jangan naik tinggi-tinggi, nanti jatuh Mbok." Dijah mengulurkan tangannya ke arah Mbok Jum yang masih sehat meski telah berumur lebih dari 75 tahun.

"Aku dapet ini Jah." Mpok Jum mengulurkan plastik kresek putih bertuliskan nama supermarket besar.

"Apa itu? Ayo turun sini," ajak Dijah pada Mbok Jum yang tertatih menuruni gunung sampah yang didakinya tadi.

"Ayo kita makan. Ini masih baru. Bukan sampah sebenarnya. Tapi orang kaya nggak suka," tukas Mbok Jum mengeluarkan isi plastik itu yang ternyata adalah tepi roti tawar yang dikupas.

"Mau? Enak ini," sambung Mbok Jum lagi.

"Kotor Mbok, nanti Mbok sakit. Kasian suamimu nanti nggak ada yang urus," tukas Dijah.

"Tadi di gunungan paling atas. Belum ketimpa sampah lain. Coba ini," ujar Mbok Jum menyodorkan sehelai kulit roti. Dijah membuka mulutnya. Ia masih bisa membeli roti itu dalam keadaan utuh. Tapi Mbok Jum menganggap itu adalah makanan mewah.

"Iya, masih enak. Tapi jangan sering-sering kayak gini Mbok. Nanti Mbok Jum sakit. Aku keliling dulu ya, belum dapet apa-apa. Nanti sore aku mau ngeliat Dul sebelum berangkat kerja. Kasian, uang jajannya pasti abis."

"Ibumu udah sehat?"

"Sehat-sehat gitu aja. Untungnya masih bisa masak untuk Dul." Dijah bangkit menuju ke arah pondok rumah kardus Mbok Jum dan mengambil sebuah keranjang yang biasa disampirkannya di bahu untuk memungut barang bekas.

"Pakai topimu Jah, sayang mukamu nanti gosong!" teriak Mbok Jum. "Kasian, raine apik (wajahnya cantik). Sayang bojone gendeng (suaminya gila)!" umpat Mbok Jum sendirian.

Mbok Jum sebenarnya lebih kasihan lagi dibanding Dijah. Bersama-sama merantau ke kota besar bersama anaknya, namun Mbok Jum dan suaminya sudah bertahun-tahun ditinggalkan anak-anaknya yang katanya merantau dan bekerja ke tempat lain.

Dua orang anak laki-laki Mbok Jum lenyap bagai ditelan bumi. Meninggalkan orang tua yang harusnya sudah beristirahat di masa tua mereka.

Selama dua jam Dijah berkeliling di tempat pembuangan sampah itu. Hasil memungut cangkir air mineralnya lumayan banyak. Meski begitu, jika ditimbang beratnya pasti tak lebih dari dua kilogram.

Dijah duduk di depan rumah kardus Mbok Jum memisahkan beberapa karton tebal dan kaleng susu bayi yang didapatnya.

"Aku udah selesai, mau ke pengepul sekalian?" tanya Dijah pada Mbok Jum.

"Aku belum, kamu aja duluan. Sudah jam berapa ini?" tanya Mbok Jum. Dijah merogoh saku celananya dan mengeluarkan sebuah ponsel poliponik kecil yang sekelilingnya diikat karet gelang.

"Jam 11 siang, nggak laper?" tanya Dijah.

"Belum, ya udah kamu aja duluan. Aku lanjut lagi. Itu hapemu kenapa diiket karet?" tanya Mbok Jum.

"Baterenya bunting," jawab Dijah terkekeh.

"Makanya kalo malem jangan disatuin sama benda lain. Jadi nggak dibuntingin." Mbok Jum tertawa.

"Selesai dari sini ke mana?" tanya Mbok Jum lagi.

"Aku mau beli air mineral dua karton. Itu ada acara wisuda di hotel sebelah. Rame tamunya. Lumayan kalo habis dua karton aja. Aku dagang di luar. Ya udah Mbok, aku duluan ya."

Setelah memasukkan barang-barang yang akan dijualnya ke sebuah karung plastik, Dijah berjalan menjauhi tempat pembuangan sampah dan berjalan kaki menuju agen pengepul yang tak jauh dari sana.

Tak jauh, tapi kalau berjalan kaki, Dijah bisa bersimbah keringat. Dijah mengamati jarum timbangan dan angka kalkulator yang diketuk-ketukkan agen itu dengan sangat cepat.

"2 kilo plastik ini, 8 ribu ya Jah. Kartonmu kubeli perbiji aja. Ini karton bagus, sering dipakai orang untuk pindahan. Satunya 10 ribu. Ada 3 jadi 30 ribu. Totalnya 38 ribu. Setuju Jah?" tanya Agen itu padanya.

"Setuju. Ya udah mana uangnya?" tanya Dijah tak sabar. Lumayan pendapatan hari itu karena karton rokok tebal yang diperolehnya tadi.

Dijah cepat-cepat mengantongi uangnya dan pergi menyusuri jalan menuju sebuah toko kelontong untuk membeli air mineral berukuran sedang.

Perutnya lapar, tapi melihat keramaian di depan hotel tempat biasa orang sering menggelar acara membuat jiwa bisnis Dijah meluap. Ia harus membawa sedikit tambahan yang lagi hari itu.

Tiga jam berdiri di antara jajaran pedagang bunga, boneka, tukang foto, mainan anak-anak, pedagang gorengan, dan pedagang es, akhirnya Dijah bisa menghabiskan dua karton air mineral berukuran sedang dengan total 48 botol.

Keuntungannya perbotol 500 rupiah. Dengan bangga Dijah mengantongi pendapatan bersihnya sebesar 24 ribu. Ditambah penghasilannya nanti malam, uangnya bisa cukup untuk membeli sepatu sekolah baru untuk Dul.

Sejak masuk sekolah TK 6 bulan yang lalu, anak laki-laki itu masih mengenakan sepasang sepatu putih yang sudah dipakainya ke mana-mana sejak umur 4 tahun. Itulah keuntungannya membeli sepatu anak-anak lebih besar dari ukuran kaki sebenarnya, pikir Dijah. Sepatunya tahan dipakai bertahun-tahun selama bagian tapaknya tak ingin memisahkan diri seperti Timor Leste.

Dijah sudah berada di rumah sejak pukul 3 sore tadi , ia sudah memasak nasi dan mendadar sebutir telur sebagai makan siangnya. Setelah mandi dan berganti pakaian bagus, Dijah kembali bersiap-siap pergi ke rumah orangtuanya untuk menjenguk Dul.

"Mau nengok si Dul?" tanya Mak Robin mendongak.

"Iya,"

"Kepalamu jangan gitu! Jadi ilang uban yang aku liat tadi," omel Tini yang sedang duduk di atas kursi plastik sambil memegang kepala Mak Robin dan sebuah pinset untuk mencari uban wanita paruh baya itu.

"Aih!" ujar Mak Robin.

"Rajin banget ke rumah bapakmu Jah. Kalo aku yang jadi kamu, aku udah males punya bapak kayak gitu. Nggak berguna." Tini melihat wajah Dijah yang masih berdiri di depan mereka.

"Masih ada mamaknya di rumah!" tukas Mak Robin memukul betis Tini.

"Aku kalo pulang ke rumah suka sebel. Kayaknya bapakku taunya duit melulu. Pusing!" sergah Tini yang memiliki rambut berwarna merah seperti api.

"Eh, ko dengar aku dulu! Kadang-kadang orang tua itu cuma perlu kawan cakap, bukan penghasilan kau yang sikit itu!" sergah Mak Robin. Tini yang mendengar perkataan Mak Robin jadi sedikit kesal dan mencabut selembar uban dengan keras.

"Aduh!! Rambut putihku aja yang kau cabut Tini! Jangan rambut itemnya jugak!" Mak Robin mengusap-usap kepalanya yang terasa sakit.

Dijah tertawa kemudian pergi meninggalkan tetangganya menuju jalan raya dan mencari angkot untuk ditumpanginya.

Tak sampai setengah jam Dijah telah kembali menyusuri gang tempat di mana ia dipukuli dan diseret Fredy kemarin.

Sudah sore, matahari sudah hampir tenggelam dan langit beranjak gelap. Ia ingin memberi uang beras dan lauk untuk anaknya dan harus buru-buru kembali untuk berangkat kerja.

Dari kejauhan Dijah melihat Dul yang sedang berdiri dan dikerumuni beberapa anak lain seusianya. Seseorang di antara anak itu terlihat lebih besar.

"Bilang aja kamu mau Dul. Kamu minta beli ibumu sana! Jangan ngambil makanan orang. Tadi aku letak di sini, sekarang malah nggak ada. Pasti kamu yang ambil."

"Enggak ada. Bener kok, aku nggak ada ambil. Aku kan paling akhir nyampe di sini. Trus langsung ikut main. Ini kartu gambarku aja masih kupegang. Gimana aku mau ambil ayam gorengmu." Suara Dul lamat-lamat terdengar di telinga Dijah.

"Kenapa Dul?" tanya Dijah saat tiba di dekat anaknya.

"Heh Dul Ibumu Dateng. Minta ibumu ganti ayam gorengku. Mahal itu, ada mereknya. Bukan yang di kaki lima," ujar seorang anak pada Dijah.

"Kamu yang ambil?" tanya Dijah pada anaknya. Dul menggeleng.

"Kamu sudah jujur pada ibu?" tanya Dijah lagi. Dul mengangguk. "Sekarang kamu ngomong ke temen kamu," pinta Dijah.

"Aku nggak ada ambil ayam goreng itu. Dul nggak ada ambil Bu," ucap Dul hampir menangis.

"Kamu sudah makan?" tanya Dijah. Dul mengangguk. Air mata anak laki-laki itu nyaris tumpah.

"Sudah dengar semuanya? Bukan Dul yang ambil. Lagian bisa aja dimakan kucing. Kamu cari yang bener," tukas Dijah pada anak yang melapor padanya.

"Tapi Ibu Dul bisa ganti ayam goreng aku," ujar anak itu lagi.

"Kenapa aku harus ganti sesuatu yang nggak dimakan Dul? Aku percaya sama perkataan Dul. Kenapa aku harus tanggungjawab untuk kesalahan yang nggak dibuat anakku?" tanya Dijah setengah menunduk seraya menggandeng anaknya.

"Ayo kita pergi," ajak Dijah menggandeng anaknya.

"Ibu percaya aku?" tanya Dul mendongak seraya terisak.

"Ibu percaya. Kenapa ibu harus nggak percaya. Dul anak ibu. Ibu harus percaya Dul ketimbang orang lain. Itu makanya Dul harus selalu jujur sama ibu. Ngerti kamu?" tanya Dijah memandang puncak kepala anaknya. Ia melihat Dul mengangguk.

"Memang bukan Aku yang ambil. Pertama liat memang ada kotak ayam goreng di situ. Aku juga kepingin. Tapi aku nggak ambil punya orang."

"Iya bagus, sekarang kita beli ayam goreng. Kamu juga harus nyoba ayam goreng bermerek itu biar tau rasanya." Dijah terus menggandeng lengan anaknya keluar dari gang dan menyusuri tepi jalan raya melewati kantor polisi dan sebuah SPBU.

Persis di sebelah SPBU itu terletak sebuah restoran ayam goreng populer yang melayani jasa drive thru dan makan di tempat.

Dijah langsung masuk dan mengantre di kasir. Mata Dul berbinar melihat lampu dan mainan-mainan kecil hadiah paket ayam goreng yang digantung demi menarik minat bocah sepertinya.

"Mau mainan yang mana?" tanya Dijah.

"Yang itu Bu!" seru Dul menunjuk sebuah mainan plastik berbentuk hiu lucu memegang sebuah bola.

"Iya. Mbak! Paketan yang dapet mainan itu satu. Untuk dibawa pulang ya," ujar Dijah pada kasir.

"44 ribu rupiah," ujar kasir itu. Dijah merogoh kantongnya dan mengeluarkan lembaran uang pecahan kecil dan menjajarkannya di atas meja.

Setelah menghitung jumlahnya, Dijah menyodorkan uang itu.

Habis sudah uang belanja sehari demi sepaket ayam goreng lengkap untuk Dul. Dijah menghampiri sebuah wastafel dan mencuci bersih tangan anaknya.

"Mau makan di mana?" tanya Dijah kemudian.

"Duduk di sana aja boleh Bu? Aku bosan di rumah," ujar bocah laki-laki itu.

"Boleh, itu ada kursi kosong. Kita duduk di sana aja." Dijah menggandeng anaknya untuk menempati satu kursi yang terletak di pojok.

Ibu dan anak itu duduk berdampingan menghadap jalan raya dan sebuah taman kecil milik restoran ayam goreng.

Dul buru-buru membuka kotak ayamnya. Mata anak laki-laki itu terpukau hanya karena melihat beberapa lembar saus tomat sachet.

"Makan," pinta Dijah memandang anaknya. Dul mulai mencubit ayamnya dan memasukkan lapisan terluar ayam renyah itu ke dalam mulutnya.

Dijah menyobek bungkusan saus dan meletakkannya di atas kertas nasi yang sudah lebih dulu direntangkannya.

"Enak Bu. Ibu mau? Ibu juga harus rasa." Dul kembali mencubit ayam goreng itu dan menyuapkannya ke mulut Dijah.

"Enak?" tanya Dul. Dijah mengunyah ayamnya dan mengangguk.

"Enak. Tapi kamu aja yang makan, ibu udah kenyang." Dijah mengelus kepala anaknya.

"Aku bakal rajin belajar kalau sering dikasi makan ini," tukas Dul polos.

"Dasar kamu,"

"Sepatuku kapan dibeli Bu?" tanya Dul lagi.

Sepatu? Uang yang dikumpulkan Dijah hari ini hanya tinggal tersisa beberapa lembar karena paketan ayam goreng yang enak itu.

Langit sudah gelap, dan perutnya juga ikut lapar menyaksikan Dul yang begitu lahap memakan ayam goreng dan nasi putihnya.

Dijah memandang wajah manis anaknya. Kerah kaos Dul memiliki lubang. Dan sandal jepit anaknya telah memakai peniti untuk menyatukan bagian tali dan tapaknya. Malang sekali nasib Dul pikirnya. Bahkan sepasang sepatu saja dia belum sanggup membelikan anaknya.

"Sepatunya sabar ya, ibu cari uang dulu. Nanti kalau uang ibu banyak, ibu belikan sandal dan baju sekalian. Kamu pokoknya jangan nakal. Nurut apa kata mbah wedok. Belajar yang pinter. Kalau kamu pinter nanti, bisa masuk sekolah yang murah. Kamu juga bantu ibu. Ya Dul?" tanya Dijah memandang wajah anaknya.

Dul mengangguk tanpa melihat ibunya.

Tiba-tiba,

"Ibunya Dul nggak ikut makan? Ayo makan sama-sama. Om juga hari ini lagi pengen makan ayam goreng." Bara datang memegang senampan penuh makanan dan meletakkannya di depan Dijah.

Bara kemudian menarik kursi di seberang ibu dan anak itu melipat tangannya seraya tersenyum memandang Dijah dan Dul bergantian.

Dijah baru menyadari bahwa bulu mata Bara sangat panjang dan lentik.

To Be Continued.....

Terpopuler

Comments

jumirah slavina

jumirah slavina

konsisten ya Tin job baru'mu....
ngambilin uban MakRobin...

2025-02-02

2

dyul

dyul

karena dijah rajin sedekah, mknya derajatnya naik mak

2025-02-24

0

dyul

dyul

selalu bahagia kl kang mas bara hadir😍

2025-02-26

0

lihat semua
Episodes
1 PROLOG
2 1. Terlatih Terluka
3 2. Pelarian Perkenalan
4 3. Main Mata
5 4. Sepotong Selingan
6 5. Tatapan Terarah
7 6. Pelanggan Pertama
8 7. Karena Kasihan
9 8. Mulai Meresapi
10 9. Debaran Dijah
11 10. Sepiring Santapan
12 11. Kok Kesal
13 12. Kiriman Konsumsi
14 13. Tentang Tetangga
15 14. Sedikit Sentilan
16 15. Percakapan Pria
17 16. Tini Tenar
18 17. Ketagihan Kerokan
19 18. Percakapan Pagi
20 19. Pernyataan Pacaran
21 20. Berburu Berita
22 21. Perdana Pacaran
23 22. Mantan Menjijikkan
24 23. Percakapan Panjang
25 24. Kehidupan Kos-kosan
26 25. Merasakan Minder
27 26. Bara Berusaha
28 27. Secercah Senyuman
29 28. Malam Minggu
30 29. Jalan-Jalan
31 30. Api Asmara
32 31. Ambyare Ati
33 32. Duel Dijah
34 33. Pacar Posesif
35 34. Curahan Cerita
36 35. Pesan- pesan
37 36. Kisah Kelam
38 37. Dekat Dul
39 38. Maju Mundur
40 39. Kejutan & Keributan
41 40. Puncak Perselisihan
42 41. Ratapan Rindu
43 42. Akumulasi Amarah
44 43. Pulang Pagi
45 44. Binar Bahagia
46 45. Tertawa Terbahak
47 46. Khayalan Kekasih
48 47. Makan Malam
49 48. Adu Argumen
50 49. Bukan Bapak Biasa
51 50. Surprise Sticker
52 51. Prospek Pasar
53 52. Potongan Percakapan
54 53. Cerita Cinta
55 54. Andai Ayah - Anak
56 55. Sambutan Sapaan
57 56. Kekasih & Keluarga
58 57. Bahagia Bertiga
59 58. Sepasang Sepatu
60 59. Suguhan Spesial
61 60. Pertolongan Pertama
62 61. Pasien Pria
63 62. Malam Minggu (2)
64 63. Serba Salah
65 64. Ujian dan Upaya
66 65. Cendera mata Cinta
67 66. Rindu dan Restu
68 67. Puncak Persaingan
69 68. Cerita Cemburu
70 69. Detensi Demam
71 70. Duel Dijah (2)
72 71. Jarak Jauh
73 72. Cerita Cafe
74 73. Antara Anak - Ayah
75 74. Derita Dul
76 75. Menguak Memori
77 76. Merengkuh Malam
78 77. Leburan Luka
79 78. Pertolongan Profesional
80 79. Pengakuan Dijah (1)
81 80. Pengakuan Dijah (2)
82 81. Kado Kejutan
83 82. Wartawan Wisuda
84 83. Kembali Kasih
85 84. Bicaranya Bapak
86 85. Irisan Ingatan
87 86. Rentang Rencana
88 87. Izin Ibu
89 88. Harapan dan Hukuman
90 89. Sentuhan Sahabat
91 90. Pesan Perpisahan
92 91. Kamu dan Keluhmu
93 92. Uring-uringan
94 93. Syair Syahdu
95 94. Angin Alam
96 95. Terang Temaram
97 96. Kepala Keluarga
98 97. Kehidupan Kandang
99 98. Bulan Bersama
100 99. Cuplikan Cerita
101 100. Wonder Woman
102 101. Huru-Hara Hari H
103 102. Perjalanan Pertama
104 103. Wisata Wartawan
105 104. Batu Besar
106 105. Riuh Rendah
107 106. Gedung Gonggong
108 107. Makan Malam
109 108. Menyelesaikan Masalah
110 109. Kumpulan Kisah
111 110. Sahabat Sesumbar
112 111. Malam Meringis
113 112. Jawaban Jujur
114 113. Benar Berubah ?
115 114. Masih Meragu
116 115. Alasan Amarah
117 116. Maafin Mas
118 117. Berita Bahagia
119 118. Kumpul Keluarga
120 119. Mabuk Merana
121 120. Hunian Humanis
122 121. Kunjungan Kawan
123 122. Bukan Bandingan
124 123. Pujian Penghiburan
125 124. Dijah dan Dul
126 125. Derita Dimulai
127 126. Titipan Tuhan
128 127. Anak Ayah
129 128. Aku Ayahnya
130 129. Dalam Dongengan
131 130. Masakan Mertua
132 131. Penantian Panjang
133 132. Seutas Saran
134 133. Temu Terakhir
135 134. Tepisan Takdir
136 135. SEEMPUK SETUMPUK
137 136. Sebuah Sejarah
138 137. Menuruti Mertua
139 138. Sandiwara Suketi
140 139. Taktik Tini
141 140. Cuplikan Cerita Cinta
142 141. Guratan Gaduh
143 142. Belanja Baju Bayi
144 143. Drama Dijah
145 144. Sirnanya Senyuman
146 145. Ngobrol Ngalor Ngidul
147 146. Mengekori Mas
148 147. Kunjungan Kerja
149 148. Penilaian Perempuan
150 149. Tanda-Tanda
151 150. Dalam Dekapan Dijah
152 151. Anak Ayah
153 152. Kunjungan Kawan-Kawan
154 153. Santai Sore
155 154. Putri Pertama
156 155. Siksaan Sabtu
157 156. Pertemuan Persaudaraan
158 157. Target Tini
159 158. Kilasan Kabar
160 159. Memanggil Mbah
161 160. Sinar Surya Sore
162 161. Ancang-Ancang Asti
163 162. Membahagiakan Mak Robin
164 163. Bincang Bersama Boy
165 164. History Heru (Bagian 1)
166 165. History Heru (Bagian 2)
167 166. Sabar Suketi (Bagian 1)
168 167. Sabar Suketi (Bagian 2)
169 168. Falsafah dan Filosofi
170 169. Semuanya Senang
171 170. Desau Dijah
172 171. Bara Berbicara
173 EPILOG
174 Untaian Kata
175 SPECIAL PART
176 TINI SUKETI mulai update hari ini
177 CEK KARYA BARU JUSKELAPA : DUL
178 NOVEL BARU : GITA & MAR (JUNI 2023)
Episodes

Updated 178 Episodes

1
PROLOG
2
1. Terlatih Terluka
3
2. Pelarian Perkenalan
4
3. Main Mata
5
4. Sepotong Selingan
6
5. Tatapan Terarah
7
6. Pelanggan Pertama
8
7. Karena Kasihan
9
8. Mulai Meresapi
10
9. Debaran Dijah
11
10. Sepiring Santapan
12
11. Kok Kesal
13
12. Kiriman Konsumsi
14
13. Tentang Tetangga
15
14. Sedikit Sentilan
16
15. Percakapan Pria
17
16. Tini Tenar
18
17. Ketagihan Kerokan
19
18. Percakapan Pagi
20
19. Pernyataan Pacaran
21
20. Berburu Berita
22
21. Perdana Pacaran
23
22. Mantan Menjijikkan
24
23. Percakapan Panjang
25
24. Kehidupan Kos-kosan
26
25. Merasakan Minder
27
26. Bara Berusaha
28
27. Secercah Senyuman
29
28. Malam Minggu
30
29. Jalan-Jalan
31
30. Api Asmara
32
31. Ambyare Ati
33
32. Duel Dijah
34
33. Pacar Posesif
35
34. Curahan Cerita
36
35. Pesan- pesan
37
36. Kisah Kelam
38
37. Dekat Dul
39
38. Maju Mundur
40
39. Kejutan & Keributan
41
40. Puncak Perselisihan
42
41. Ratapan Rindu
43
42. Akumulasi Amarah
44
43. Pulang Pagi
45
44. Binar Bahagia
46
45. Tertawa Terbahak
47
46. Khayalan Kekasih
48
47. Makan Malam
49
48. Adu Argumen
50
49. Bukan Bapak Biasa
51
50. Surprise Sticker
52
51. Prospek Pasar
53
52. Potongan Percakapan
54
53. Cerita Cinta
55
54. Andai Ayah - Anak
56
55. Sambutan Sapaan
57
56. Kekasih & Keluarga
58
57. Bahagia Bertiga
59
58. Sepasang Sepatu
60
59. Suguhan Spesial
61
60. Pertolongan Pertama
62
61. Pasien Pria
63
62. Malam Minggu (2)
64
63. Serba Salah
65
64. Ujian dan Upaya
66
65. Cendera mata Cinta
67
66. Rindu dan Restu
68
67. Puncak Persaingan
69
68. Cerita Cemburu
70
69. Detensi Demam
71
70. Duel Dijah (2)
72
71. Jarak Jauh
73
72. Cerita Cafe
74
73. Antara Anak - Ayah
75
74. Derita Dul
76
75. Menguak Memori
77
76. Merengkuh Malam
78
77. Leburan Luka
79
78. Pertolongan Profesional
80
79. Pengakuan Dijah (1)
81
80. Pengakuan Dijah (2)
82
81. Kado Kejutan
83
82. Wartawan Wisuda
84
83. Kembali Kasih
85
84. Bicaranya Bapak
86
85. Irisan Ingatan
87
86. Rentang Rencana
88
87. Izin Ibu
89
88. Harapan dan Hukuman
90
89. Sentuhan Sahabat
91
90. Pesan Perpisahan
92
91. Kamu dan Keluhmu
93
92. Uring-uringan
94
93. Syair Syahdu
95
94. Angin Alam
96
95. Terang Temaram
97
96. Kepala Keluarga
98
97. Kehidupan Kandang
99
98. Bulan Bersama
100
99. Cuplikan Cerita
101
100. Wonder Woman
102
101. Huru-Hara Hari H
103
102. Perjalanan Pertama
104
103. Wisata Wartawan
105
104. Batu Besar
106
105. Riuh Rendah
107
106. Gedung Gonggong
108
107. Makan Malam
109
108. Menyelesaikan Masalah
110
109. Kumpulan Kisah
111
110. Sahabat Sesumbar
112
111. Malam Meringis
113
112. Jawaban Jujur
114
113. Benar Berubah ?
115
114. Masih Meragu
116
115. Alasan Amarah
117
116. Maafin Mas
118
117. Berita Bahagia
119
118. Kumpul Keluarga
120
119. Mabuk Merana
121
120. Hunian Humanis
122
121. Kunjungan Kawan
123
122. Bukan Bandingan
124
123. Pujian Penghiburan
125
124. Dijah dan Dul
126
125. Derita Dimulai
127
126. Titipan Tuhan
128
127. Anak Ayah
129
128. Aku Ayahnya
130
129. Dalam Dongengan
131
130. Masakan Mertua
132
131. Penantian Panjang
133
132. Seutas Saran
134
133. Temu Terakhir
135
134. Tepisan Takdir
136
135. SEEMPUK SETUMPUK
137
136. Sebuah Sejarah
138
137. Menuruti Mertua
139
138. Sandiwara Suketi
140
139. Taktik Tini
141
140. Cuplikan Cerita Cinta
142
141. Guratan Gaduh
143
142. Belanja Baju Bayi
144
143. Drama Dijah
145
144. Sirnanya Senyuman
146
145. Ngobrol Ngalor Ngidul
147
146. Mengekori Mas
148
147. Kunjungan Kerja
149
148. Penilaian Perempuan
150
149. Tanda-Tanda
151
150. Dalam Dekapan Dijah
152
151. Anak Ayah
153
152. Kunjungan Kawan-Kawan
154
153. Santai Sore
155
154. Putri Pertama
156
155. Siksaan Sabtu
157
156. Pertemuan Persaudaraan
158
157. Target Tini
159
158. Kilasan Kabar
160
159. Memanggil Mbah
161
160. Sinar Surya Sore
162
161. Ancang-Ancang Asti
163
162. Membahagiakan Mak Robin
164
163. Bincang Bersama Boy
165
164. History Heru (Bagian 1)
166
165. History Heru (Bagian 2)
167
166. Sabar Suketi (Bagian 1)
168
167. Sabar Suketi (Bagian 2)
169
168. Falsafah dan Filosofi
170
169. Semuanya Senang
171
170. Desau Dijah
172
171. Bara Berbicara
173
EPILOG
174
Untaian Kata
175
SPECIAL PART
176
TINI SUKETI mulai update hari ini
177
CEK KARYA BARU JUSKELAPA : DUL
178
NOVEL BARU : GITA & MAR (JUNI 2023)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!