Bantu di-like ya,
Selamat membaca.
************
"Mau ke mana pagi-pagi bener? Biasa jam 9 juga masih santai," ujar Bu Yanti pada Bara.
"Mau ngedatengin narasumber Bu. Yang kemarin pernah aku ceritain. Kasian..." jawab Bara saat mengambil sepotong roti dan mengoleskan selai coklat ke atasnya.
"Kamu mau jadi wartawan terus? Nggak capek? Di kampus tempat ibu, ada lowongan dosen, kamu bisa coba. Selesaikan S2 kamu cepat-cepat. Kerja di kampus juga enak. Apalagi kampus swasta. Kamu nggak perlu ke sana kemari nyari berita."
"Liat entar aja. Aku suka kerjaanku. Banyak ketemu orang baru dan cerita baru setiap hari," tukas Bara.
"Kenapa narasumber kamu? Dipukuli lagi?" tanya Bu Yanti.
"Enggak, aku kasian liat kerjaannya. Kalo diliat sekilas kayaknya dia nggak cocok kerja begituan. Tapi orangnya ulet banget."
"Kerjanya apa aja emangnya?"
"Banyak, rahasia juga. Aku nggak boleh sembarangan cerita tentang profil narasumber." Bara menghabiskan rotinya dengan cepat dan meneguk segelas teh manis hangatnya hingga tuntas.
"Kamu yang cerita kemarin, sekarang ngomongnya rahasia."
"Ayah udah berangkat?" tanya Bara yang baru menyadari ketidakhadiran ayahnya di meja makan.
"Udah, pagi-pagi bener. Ada acara di kampusnya," ujar Bu Yanti.
"Aku berangkat dulu Bu. Mau minta maaf ke Dijah. Kayaknya aku salah paham ama dia," seru Bara saat memakai sepatunya di depan pintu.
"Hati-hati, kamu jangan terlalu perhatian. Semua wanita itu perasaannya halus. Wanita gampang lemah dengan perhatian dari lawan jenis."
"Iya, aman pokoknya. Dijah nggak mungkin berpikiran kayak gitu ke aku. Mungkin juga dia nggak sempat mikir hal-hal kayak gitu. Sibuk cari nafkah." Bara berjalan menuju pagar besar untuk membuka pagar itu lebar-lebar dan kembali masuk ke garasi untuk menaiki motornya.
"Mbak Ami! Tutupin pagarnya ya..." teriak Bara kemudian menyalakan mesin dan berlalu dari rumahnya.
************
Dijah kesiangan hari itu, jam 8 pagi dia masih memasukkan nasinya di dalam dua wadah plastik hadiah pembelian deterjen.
Setelah mengisi masing-masing wadah itu dengan sebutir telur balado, Dijah menutup dan memasukkannya ke plastik kresek. Ia menyambar sebuah tas kanvas hitam yang tergantung di pegangan pintu kamarnya dan buru-buru pergi keluar.
"Jah! Rumah makan di seberang gang lagi nyari orang untuk bantu-bantu. Kamu nggak usah mulung lagi. Makin dekil kulit kamu." Tini baru keluar dari kamar sudah berpakaian rapi dan sopan dengan lipstik merah menyala terpoles di bibirnya.
"Gajinya harian?" tanya Dijah.
"Bisa diminta harian, bisa mingguan. Kalo mau buruan, biar aku sampein ke Yono. Ketimbang mulung," tukas Tini.
"Sebenarnya bukan mulungnya aja, aku kasian ama Mbok Jum kalau nggak ke sana. Dia nggak ada temen. Suaminya sakit, mungkin umurnya tinggal ngitung hari aja." Dijah berdiri sesaat di depan kamar Tini.
"Kebanyakan mikirin orang," gumam Tini yang pagi itu terlihat bijaksana karena pakaiannya yang mirip orang kantoran.
"Aku mau Tin, tapi... kalau aku kerja seharian gitu, kadang nggak ada yang liatin Dul. Aku nggak bisa berharap sepenuhnya sama Bapakku," ucap Dijah.
"Kalo jadi kamu, mungkin udah lama bapakku kuracun Jah!" sergah Tini.
"Heh! Mulut kau itu Tini! Siapa pulak yang mau kau racun pagi-pagi gini? Mau ke mana kau? Kok tumben kali kau pake baju keluar rumah?" Mak Robin yang baru membuka pintu kamarnya sambil menggandeng tangan Robin yang akan berangkat ke sekolah menatap heran pada Tini.
"Aku mau ngelamar kerja jadi SPG rokok. Siapa tau keterima, aku nggak perlu capek-capek nyanyi tiap malem." Tini mengibaskan rambutnya.
"Kau itamkan lagi rambut api kau itu! Ngeri orang mau nerima kau di perusahaannya," tukas Mak Robin.
"Kalo jadi SPG rokok rambut begini masih aman, udah ah. Yuk Jah, kita jalan ke depan sama-sama!" Tini menggandeng lengan Dijah menuju pintu pagar.
"Jadi SPG rokok kerjanya berapa jam sehari Tin?" tanya Dijah saat mereka sudah berjalan keluar gang.
"Kerjanya sore ke tengah malem. Semalem 300 ribu."
"Banyak banget Tin, itu ngapain aja?"
"Temenku cuma dikasi 2 slop rokok, terus disuruh keliling jual sampe habis. Gak lama Jah, sejam dua jam udah habis. Laki-laki kalo liat yang jual rokok seksi, yang nggak ngerokok juga bisa ikutan beli. Pakaian SPGnya seksi-seksi Jah. Emang kamu mau?"
"Segimana seksinya?" tanya Dijah penasaran dengan bayaran 300 ribu hanya untuk beberapa jam kerja.
"Rok pendek, sepatu tinggi. Kamu pasti bagus makenya, apalagi susu kamu gede. Kalo mau entar aku kasi tau apa aja yang disiapin. Yang penting aku masuk kerja dulu. Ya udah aku berangkat duluan ya," ujar Tini yang sampai di depan gang langsung naik ke atas boncengan seorang ojek pangkalan. Dijah mengangguk kemudian matanya mencari nomor angkutan yang akan dinaikinya.
**********
"Aku kira nggak dateng," ujar Mbok Jum muram dari depan rumah kardusnya pada Dijah.
Nafasnya masih terengah-engah berjalan cukup jauh dan terburu-buru dari tempat perhentian angkutan.
"Aku kesiangan. Udah makan?" tanya Dijah menurunkan tasnya dan mengeluarkan plastik kresek tempat bekal makannya. Dijah meletakkan selembar karton sebagai alas untuk menyusun bekal di atasnya.
"Belum Jah, aku udah sedih ngira kamu nggak dateng. Nggak ada temen, sepi."
"Nggak usah mikir yang aneh-aneh. Ayo makan sama-sama, ini aku bawain air putih sebotol." Dijah menyodorkan sebotol air mineral yang isinya telah berganti menjadi air putih hasil rebusan di panci.
Mbok Jum terlihat pucat pagi itu, wajahnya muram dan ia hanya duduk bersandar di luar dinding rumah kardusnya.
"Belum ada keliling?" tanya Dijah.
"Belum," jawab Mbok Jum mulai mencuci tangan dan mulai memakan nasi langsung dari wadahnya.
"Nanti aku aja yang keliling. Mbok Jum kayaknya nggak sehat, demam?" tanya Dijah meletakkan punggung tangan kirinya di dahi Mbok Jum.
"Nggak enak badan aja Jah, kamu nggak usah repot-repot. Nasi ini separonya aku simpen untuk malem. Nggak aku abisin semua. Kamu nggak usah capek-capek. Nanti aku keliling sendiri," ujar Mbok Jum di sela-sela mulut keriputnya mengunyah masakan Dijah.
Dua puluh menit menemani Mbok Jum makan, Dijah bangkit mengambil keranjangnya yang tersandar di sebelah pondok kardus.
"Aku keliling dulu, sebentar aja. Lumayan untuk makan kita besok. Siapa tau bisa beli daging kayak kata Si Bara." Dijah tertawa membayangkan ekspresi serba salah Bara tiap mendengar jawabannya.
"Bara siapa?" tanya Mbok Jum.
"Bukan siapa-siapa," gumam Dijah seraya berjalan menjauhi Mbok Jum.
Lautan sampah yang membubung menutupi setengah pemandangan langit pagi terhampar di hadapan Dijah. Campuran aroma busuk dan sampah basah memenuhi hidung mungilnya.
Dengan sepasang sarung tangan terbuat dari plastik kresek yang diikatkan Mbok Jum di pergelangan tangannya, Dijah membalik-balik tiap bungkusan sampah yang belum dibuka dan dijenguk isinya.
Ia mendapati beberapa kaleng bekas minuman, pecahan wadah plastik, dan gelas-gelas bekas air mineral. Berkali-kali kakinya terbenam di dalam sampah lembek dan basah.
Tiba-tiba,
"Dijaaaaahhhhh..." suara laki-laki yang tak asing terdengar di kejauhan meneriakkan namanya. Dijah menoleh, Bara. Dari mana laki-laki itu tahu ia sedang berada di tempat pembuangan sampah itu.
Dijah berdecak kesal. Ia tak malu dengan pekerjaannya sebagai pemulung, tapi ia juga tak mau dilihat Bara dalam keadaan sekotor itu.
"Cari siapa?" tanya Mbok Jum pada Bara yang masih duduk di atas motornya.
"Dijah Bu! Itu Dijah kan?" tanya Bara pada Mbok Jum.
"Iya... Kamu siapa?"
"Bara Bu!"
"Pacar Dijah?"
"Bukan!" jawab Bara cepat.
"Ngapain kamu cari-cari dia? Dia lagi kerja cari makan," tukas Mbok Jum.
"Dijaaaaahhhhh...!!" teriak Bara lagi seolah tak peduli perkataan Mbok Jum.
Dijah kembali menoleh. Dia malas mendatangi laki-laki itu. Dijah merasa laki-laki itu telah banyak membuang waktunya dengan hal tak berguna. Mana upah yang dijanjikan Bara kemarin belum diterimanya. Sia-sia rasanya ia meladeni laki-laki itu berbicara.
Dan juga... tatapan Bara yang sering terarah menelisiknya, membuat ia terganggu.
"Dijaaaaahhhhh... Aku susul kamu ke sana ya!" teriak Bara seraya meletakkan helm dan turun dari motornya.
Dijah mendelik. Bara pagi itu pasti masih wangi dan rapi, buat apa laki-laki itu sampai harus berkotor-kotor menyusulnya ke atas gunungan sampah.
Buru-buru Dijah berbalik dan menuruni gunungan sampah dengan sepatu boots karetnya.
"Jangan!! Tunggu di situ aja!" teriak Dijah.
Dengan keranjang besar yang hampir penuh, Dijah mendekati Bara yang kini berdiri di dekat Mbok Jum.
"Ada apa sih?" tanya Dijah menuangkan isi keranjangnya di depan pondok kardus. Mbok Jum langsung memilah hasil pungutan Dijah.
"Aku mau minta maaf! Maafin aku Jah kalo aku ada salah ngomong. Aku nyangka kerjaan kamu emang begitu."
"Nggak apa-apa kok, aku nggak marah. Aku memang capek mau tidur kemarin malam. Situ nggak usah mikir macem-macem."
"Tapi kamu pasti sedih kalo orang mikir aneh-aneh soal kamu," ujar Bara seraya menatap penampilan Dijah dari ujung rambut hingga ujung kakinya. Dijah risih kemudian berjongkok membantu Mbok Jum untuk mengalihkan tatapan laki-laki itu.
"Ngapain aku sedih kalo orang mikir aneh-aneh soal aku? Terserah orang mikirnya apa, penilaian orang soal aku nggak akan merubah hidup aku kok."
PLETAKK!!
"Aduh!" pekik Bara pelan.
Dijah memukul kaleng bekas minuman dengan sebuah batu hingga kaleng itu berbentuk pipih. Bara yang terkejut dengan kekuatan Dijah yang berhasil meratakan sebuah kaleng hanya dengan sekali pukulan menaikkan kedua alisnya.
"Aku belum bayar kerjaan kamu yang kemarin, yuk ikut aku dulu. Semua yang hari ini aku gantiin aja," tawar Bara pada Dijah.
"Enggah ah, situ nggak usah mikirin aku gimana. Yang kemarin aku gratisin!" jawab Dijah belum menoleh. Ia hanya berharap Bara cepat berlalu dari sana, Dijah malu. Ia merasa bau dan kotor.
"Gimana kalo makan dulu?" tanya Bara.
"Aku udah makan," jawab Dijah.
"Aku anterin ke pengepul barang bekas," tawar Bara lagi.
"Mending aku jalan kaki ketimbang naik motor situ. Pinggangku sakit," jawab Dijah
"Makanya peluk..." gumam Bara pelan.
"Apa??!" tanya Dijah mendongak menatap laki-laki itu.
"Nggak apa-apa. Gimana kalo yang kemarin aku gantiin untuk beli sepatu Dul? Kita beli sekarang, yuk.. Mau?" Bara masih berdiri di dekat pondok kardus dengan menyilangkan kedua tangannya di depan dada.
Dijah memandang mata Bara yang juga sedang menatapnya.
"Sepatu untuk Dul?" tanya Dijah pelan.
Bara mengangguk, "iya, sepatu untuk Dul."
"Aku mau," jawab Dijah berdiri. "Tapi aku mau pulang mandi dulu, aku bau."
"Aku anter ke tempat kamu. Udah cepet," pinta Bara.
Dijah meletakkan pekerjaannya dan memesankan pada Mbok Jum supaya jangan mengerjakan hal itu untuknya. Dijah mengeluarkan selembar uang sepuluh ribu dan menyerahkannya pada wanita tua itu.
"Aku pergi dulu Mbok, itu buat jaga-jaga untuk beli makan ya. Besok aku pasti dateng ngelanjutin kerjaanku." Mbok Jum yang mendengar pesan Dijah hanya mengangguk dan menatap rekan kerjanya itu berjalan menuju seorang pria yang telah bersiap di atas motornya dan menyodorkan sebuah helm.
"Pegangan ke aku Jah..." ujar Bara yang menahan motor dengan kedua kakinya saat Dijah menginjak sadel.
"Udah situ tenang aja," jawab Dijah.
"Situ... Situ... Panggil aku Mas Jah! Aku lebih tua dari kamu," pinta Bara.
"Emoh!"
"Hmmmphh" Bara meradang kemudian melajukan motornya sedikit menyentak sampai Dijah maju merosot di boncengan dan menubruk punggungnya.
PLAKK!!
"Aduh!!" pekik Bara.
"Dasar! Laki-laki di mana-mana sama aja," sungut Dijah setelah memukul bahu Bara sekuat tenaganya karena terkejut.
"Aku beda Jah! Aku pasti beda!" Bara cengengesan melajukan sepeda motornya meninggalkan lokasi tempat pembuangan sampah itu.
Matahari mulai meninggi dan Dijah sedang berusaha keras berpegangan pada boncengan motor agar tak kembali merosot menempeli punggung Bara.
To Be Continued.....
**Visual Bara dan Dijah versi penulis yang tak bisa diganggu gugat bisa dilihat di Instagram @juskelapa_ Wkwkwk
Tapi pembaca juga bebas berimajinasi yang lain ya** :*
Juskelapa memvisualisasikan Nicholas Saputra sebagai Bara dan Caitlin North Lewis sebagai Dijah.
Itu hanya sekedar visual khayalan ya, mohon jangan membanjiri lapak artis yang bersangkutan untuk menghindari masalah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 178 Episodes
Comments
jumirah slavina
Bara'Bere mo mulung juga Jah...
2025-02-02
2
dyul
kata Tini susu gede, mknya minta di peluk, ampun dijah🤣🤣
2025-02-26
0
dyul
hahaha..... titisan megaloman si suketi mak robinferr🤣🤣
2025-02-26
0