Like dulu yuk biar ga lupa,
selamat membaca XD
*************
"Mbak Dijah..." sapa Asti merangkul pundak Tini. "Besok bisa Mbak?" Asti sepertinya akan memberi Dijah borongan setrikaan. Mengerti dengan apa yang dimaksudkan Asti, Dijah menggeleng.
"Yah, nggak bisa? Bajuku udah habis, mana besok aku mau ketemu pacarku," ujar Asti.
"Telanjang aja As, laki-laki lebih suka. Percuma pake baju bagus-bagus, nanti kamu ditelanjangi juga." Tini terkekeh.
"Astaga..." gumam Bara pelan yang ternyata didengar Tini.
"Astaga apa? Dari kemarin astaga terus," sergah Tini pada Bara.
"Astaga kok bener... Itu panjangnya Mbak Tini. Perempuan yang tinggal di tempat ini udah dicek tekanan darahnya belom? Kok kayaknya semua mau ngamuk-ngamuk aja." Bara melirik pada Dijah yang sepertinya sedang tuli.
"Eh Mas Bara bisa perbaiki kran gak?" tanya Asti tiba-tiba. "Aku ada beli kran air pengganti sama alatnya tapi belum ada yang gantiin," tambah Asti.
"Kran kamar mandi pojok?" tanya Dijah.
"Iya Mba, kran air laknat itu!" tukas Asti.
"Laknat gimana?" tanya Bara penasaran.
"Mas coba aja, sebentar aku ambil kran barunya. Soalnya kalo pake kamar mandi itu, niatnya cuma cuci tangan jadinya kayak mandi." Asti buru-buru pergi menuju kamarnya.
Tak lama kemudian Asti kembali datang menyerahkan plastik kresek kecil. Bara mengambil bungkusan itu dan melongok isinya.
"Kamu yang pegang," ujar Bara. "Kamar mandi yang mana?" tanya Bara pada Asti.
"Ayo Mas, ayo Mbak Dijah. Biar Mas-mu semangat benerinnya. Kamu temenin dia," ujar Asti yang membuat Bara tersenyum sampai nyaris menampakkan giginya. Untungnya Dijah yang berada di belakang pria itu tak melihat wajah konyolnya.
"Mas apa sih... Kamu ini ngomong sembarangan aja," ucap Dijah menyenggol bahu Asti.
"Jah... Jah... Nggak bisa liat orang seneng aja." Bara menoleh ke belakang memandang Dijah yang tak mengerti apa maksud perkataannya.
Asti berada di depan pintu kamar mandi dan membuka pintunya. "Ini Mas, ini kamar mandi yang paling sering kita pake. Paling aman karena di pojok, itu krannya!" Asti menunjuk sebuah kran air besi dengan putaran kecil berwarna biru.
Bara melangkah ke dalam kamar mandi dan langsung memutar kran untuk mengetahui apa yang dimaksud Asti. Kemudian,
KROAAAAKKK
"Kran air laknat!" seru Bara yang wajah dan bajunya basah karena semburan kran air yang memencar ke mana-mana.
Asti dan Dijah tertawa terbahak-bahak.
"Jadi basah," gumam Bara melihat kaosnya. "Mana kran penggantinya?" Bara mengulurkan tangan pada Dijah. Saat bungkusan itu terulur padanya, Bara menarik tangan Dijah untuk ikut masuk ke kamar mandi.
"Mukaku juga jadi basah, sini..." Bara menarik Dijah mendekat dan menempelkan wajahnya ke perut wanita itu untuk menggunakan kaosnya sebagai handuk.
Dijah menahan nafas seketika saat melihat Bara dengan santainya mengelap wajah menggunakan pakaiannya. Sejenak tadi pipi pria itu bahkan menggesek dadanya. Bara sengaja. Licin sekali pria ini. Dijah cemberut menyerahkan kran air itu.
Asti yang melihat tingkah sederhana namun sangat mesra itu langsung terkekeh, "aku tunggu di sana aja ya! Mataku sakit liat Mas-nya Mbak Dijah!"
Saat Asti pergi,
PLAKK!
Dijah memukul punggung Bara cukup keras. "Mau bantuin ya bantuin aja, jangan pamrih pake acara gitu-gitu! Situ bikin aku kayak apa..." Dijah meletakkan kran air itu di tepi bak kemudian meninggalkan kamar mandi.
Bara sedikit kaget dengan reaksi Dijah yang kemarin malam mau diciumnya kini ngambek hanya karena sedikit gerakan intens itu.
Dengan dahi mengernyit Bara mengganti kran air itu. Untuk dekat dengan Dijah persis seperti uji nyali pikirnya. Mungkin wanita lain sekali menerima ciuman darinya, besok sudah datang mengantarkan macam-macam makanan. Bara berdecak. Ia sepertinya salah strategi.
"Jah! Tadi siapa namanya? Yang minta perbaiki kran?" tanya Bara masih di depan pintu setengah berjinjit karena mengenakan sandal jepit entah milik siapa saat ke kamar mandi tadi.
"Asti," jawab Dijah singkat dari atas ranjangnya. Ia sedang duduk membuka ponsel bututnya untuk menyimpan nomor telepon supervisor perusahaan rokok.
"Bilangin ke dia, itu udah selesai aku perbaiki." Bara melirik Dijah yang masih menunduk memencet tombol ponselnya dengan hati-hati.
"Iya, udah biarin aja. Dia udah masuk ke kamarnya. Besok juga dia pasti ngeliat. Kan kita semua mandi selalu di sana."
Melihat Dijah yang tak menoleh, Bara melangkah masuk dan menutup pintu kamar. Tak lupa kali ini Bara memutar anak kuncinya.
Dijah mendongak, "kok dikunci?" tanyanya pada Bara yang memasang wajah serius.
"Aku mau ngomong, entar aku lagi ngomong serius tiba-tiba Mbak Tini muncul lagi. Kehadirannya nggak bisa diprediksi," ujar Bara.
"Nggak akan muncul lagi, pacarnya dateng." Dijah menunjuk dinding kamar dengan dagunya
"Kamu marah?" tanya Bara kemudian duduk di sebelah kanan Dijah yang sedikit bergeser menjauh.
"Kamu itu nggak boleh kayak gitu!" tukas Dijah menurunkan ponselnya. "Bukan berarti aku terima kamu baik-baik di sini, kamu bisa kayak gitu. Apalagi kamu itu punya pacar."
"Ya ampun..."
"Lingkungan ini juga nggak baik untuk kamu," sambung Dijah.
"Panggil aku Mas Dijah, biar lebih enak dengernya."
"Nggak penting itu. Situ juga bukan siapa-siapaku. Sodara juga bukan. Aku nggak ngerti, nggak tau maksud situ apa, tapi situ nggak boleh kayak gitu. Kamu nyangka kerjaanku PSK nggak apa-apa. Aku nggak bisa maksa isi pikiran orang baik terus soal aku. Yang aku bisa cuma mencegah hal yang nggak enak ke depannya."
"Aku suka kamu Jah!" ucap Bara tiba-tiba. "Perempuan dengan sedan hitam itu bukan pacarku, kalo memang itu yang kamu maksud. Aku nggak ada pacar. Aku bebas mau ke mana Jah, nggak ada yang bisa ngelarang aku mau ke mana. Kalo kamu nggak suka, aku bisa pergi kok. Aku nggak ke sini lagi. Nggak baik juga aku maksa-maksa orang." Bara melirik Dijah yang berada di sebelah kirinya.
Dijah hening. Kepalanya menunduk, tangannya sejak tadi menarik-narik karet yang mengikat ponsel kecilnya.
"Kamu nggak suka aku ke sini?" Bara nekad bertanya. Padahal sejujurnya ia takut mendengar jawaban Dijah. Perempuan di sebelahnya ini beda pikirnya.
Dijah masih diam memikirkan kata-kata Bara. Pria itu tak punya pacar. Itu bukan pacarnya pikir Dijah. Bara juga belum menikah, bolehkah kalau ia dekat dengan pria ini?
Dijah melirik Bara yang juga diam menunduk memandang kemeja dan kaosnya yang sedikit basah.
"Kamu nggak suka aku ke sini?" tanya Bara lagi.
"Bukan nggak suka..." jawab Dijah.
"Lawan kata nggak suka itu suka. Ya udah, kamu suka aku ke sini. Gitu aja. Kamu nggak usah pikirin yang lain. Aku suka kamu, kamu suka aku. Ya udah." Bara meraih tangan Dijah yang masih memegang ponselnya.
"HP kamu itu masih bisa nyala?" tanya Bara.
"Masih..." jawab Dijah melirik Bara sekilas. Ia tak berani berlama-lama menatap mata Bara yang menatapnya tajam sejak tadi.
"Jah..." Bara menggeser duduknya. "Aku nggak bermaksud melecehkan kamu. Aku suka kamu. Nggak ada hubungannya dengan status kamu. Jadi kamu jangan hubungkan dua hal berbeda itu."
Dijah mengangguk pelan. Hatinya sudah lemah eh tiap kata-kata yang keluar dari mulut Bara.
"Perempuan yang di sedan itu temenku. Dia dosen di kampusku." Bara meremas tangan Dijah.
Bagaimana mungkin pikir Bara. Ia cuma menggenggam tangan wanita yang berpakaian lengkap dan longgar tapi pikirannya udah ke mana-mana.
Bara kembali menggeser duduknya. Dijah ikut bergeser sampai ia tiba di dekat kepala ranjang. Dan seperti laki-laki pada umumnya, Bara merapikan beberapa helai rambut yang keluar dari ikatan rambut Dijah dan menyelipkannya ke belakang telinga.
Bara melingkarkan tangan kirinya di sekeliling bahu Dijah dan menarik wanita itu sampai menempeli tubuhnya. Bara merasakan kalau dada Dijah telah menyentuh dadanya sendiri yang sudah berdebar sejak tadi.
Dijah membalas tatapannya. Bara merasa darahnya kembali mendidih dan kipas angin yang sejak tadi menoleh ke kanan dan kiri tak lagi berguna. Tak perlu menunggu waktu lama, Bara kembali mencium Dijah. Kali ini Bara sudah mendapat izin dan ia merasa bisa dengan bebas mencium wanita itu lebih lama.
Bara mengeluarkan keahliannya. Menyapu dengan lembut bibir Dijah sampai ke tiap sudutnya. Tangan kanannya menarik tangan Dijah yang terbebas untuk diletakkan di pinggangnya. Ia mau Dijah memeluknya, atau bahkan mencengkeram pakaiannya.
Bara terus menekankan bibir dan tubuhnya merangsek mendesak Dijah. Nafasnya kini semakin keras dan tangannya sudah masuk ke dalam kaos longgar yang dikenakan Dijah.
Bara membuka sedikit matanya untuk melihat reaksi Dijah, wanita itu memejamkan matanya. Bara semakin berani, adrenalinnya merasa tertantang. Kemudian telapak tangannya menyentuh permukaan perut Dijah. Dijah mendesah, Bara semakin gelisah dan mengetatkan pelukannya.
Telapak tangannya yang kini bersentuhan langsung dengan kulit Dijah terasa terbakar dan dialiri sengatan listrik. Nafas Dijah di telinganya bagai pemandu sorak yang turut menyemangatinya. Tangannya bergerak naik dan tiba di atas dada itu. Bara mengusap permukaan kulit dada Dijah yang sebagian tak tertutup di dalam sana.
Bara merasakan cengkeraman tangan Dijah di pinggangnya semakin kuat, dan sembari melakukan gigitan kecil di bibir wanita itu Bara memijat lembut dada Dijah.
Nafas dan desahan mereka terdengar halus dan sayup-sayup. Malam semakin larut tapi ternyata bukan mereka saja yang tengah sibuk. Saat Bara menarik sebuah bantal sebagai sandaran kepala Dijah, tiba-tiba suara aneh terdengar dari kamar Tini.
"Awas, Mas!" pekik Tini, dengan sangat jelas dari sebelah.
Dijah menarik lepas ciuman mereka. Bara memejamkan mata dan menggigit bibir bawahnya. Dasar Tini, geram Bara dalam hati.
Nafasnya masih terengah-engah lembut, Bara menangkup wajah Dijah dan mengelap bibir wanita itu dengan ibu jarinya.
"Aku nggak apa-apa sering ke sini?" tanya Bara lembut.
Dijah mengangguk.
"Kamu juga suka aku?" tanya Bara lagi.
Dijah kembali mengangguk.
"Jangan jadi SPG Rokok Jah..." ucap Bara pelan.
Dijah tak mengangguk, dia hanya menatap Bara.
To Be Continued.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 178 Episodes
Comments
jumirah slavina
s' Suketi emank dasarrrr...🤣🤣🤣
2025-02-02
2
ℑ𝔟𝔲𝔫𝔶𝔞 𝔞𝔫𝔞𝔨-𝔞𝔫𝔞💞
Nguping kamu Tin🤣🤣🤣🤣
nggak ada akhlak emang manusia satu ini🤭
2025-01-31
1
gaby
Ga pny pacar tp ciuman sm Joana?? Dasar Bara Buaya Muara/Facepalm/
2025-02-20
0