16. Tini Tenar

Meski Corona melanda,

lebaran sebentar lagi tiba.

Jangan lupa Likenya ya,

sayang-sayangnya Mas Bara :*

**************

Dijah memandangi kepergian Dul yang melingkarkan kedua tangannya ke sekeliling pinggang Bara. Dijah malu. Tapi di lain sisi ia sangat lega melihat Dul bisa berangkat tepat waktu.

"Siapa itu yang nganter Dul?" tanya Bapak Dijah yang ternyata juga mengamati kepergian Dul barusan.

"Temenku. Kenapa memangnya?" tanya Dijah sedikit kesal karena mengira bapaknya akan berterimakasih dan merasa sedikit menyesal tak bisa mengantar cucunya.

"Kamu jangan sembarangan deket sama laki-laki Jah, nanti kalau Fredy tau bisa habis kita semua. Laki-laki itu pun bisa mati dipukulinya," tukas Bapak Dijah.

"Kalau temenku sampe kenapa-napa, aku sendiri yang bakal bunuh si Fredy. Biar kami berdua bunuh-bunuhan. Biar tamat ceritanya. Pokoknya Bapak urus anakku aja. Nggak usah lagi urus hidupku. Aku nggak punya apa-apa lagi selain Dul. Udah cukup malang nasibnya lahir ke dunia ini dapat orang tua yang nggak bisa ngasi dia hidup yang layak. Harusnya nasib jelek itu cukup sampai di aku aja Pak, anakku jangan." Setelah mengatakan hal itu Dijah pergi meninggalkan halaman rumahnya dan keluar pagar dengan membantingnya.

Manusia dewasa dengan karakter yang sudah terbentuk memang sulit berubah, pikir Dijah. Selama ini bapaknya selalu menggunakan siklus tomat. Sebentar tobat, sebentar kumat.

Benar kata gurunya dulu, bahwa seluruh sistem tubuh manusia betapa pun sehatnya tak akan ada guna jika segumpal hatinya 'sakit'.

Dijah langsung menaiki sebuah angkot menuju kantor perusahaan rokok tempat Tini kini bekerja. Dan setibanya di sana, ternyata Tini tidak mengada-ada soal sebutan namanya di tempat itu.

Manager Operasional perusahaan itu langsung ramah pada Dijah saat ia mengucapkan kata kunci 'teman Tini Montok'.

"Kamu temennya Tini dari mana?" tanya Pak Heri saat mengamati Dijah lekat-lekat.

"Teman satu kost-an Pak," jawab Dijah.

"Nggak ada kesulitan kalau pulang larut malam kan?"

"Nggak Pak," sahut Dijah.

"Oke, kalau begitu--ini seragamnya." Pak Heri mengambil sebuah paper bag merah dari bawah meja dan menyerahkannya pada Dijah.

"Dalam seminggu, 3x saja. Mulai dari Kamis malam sampai Sabtu malam. Terserah kamu mau berpakaian di mana. Dari rumah atau berpakaian di kantor. Itu isi paperbagnya lengkap, kecuali sepatunya. Kalau bisa kamu beli sepatu hitam yang tingginya minimal 7 Senti ya."

Mendengar penuturan Pak Heri, Dijah mengangguk tanda mengerti. Modalnya hanya sepasang sepatu tinggi pikirnya. Sepulang dari kantor itu ia berniat mampir ke pasar barang bekas untuk mencari sepatu tinggi berkualitas dengan harga jauh lebih murah.

"Setiap hari kerja itu, jam berapa tiba di sini Pak?"

"Pukul 5 sore paling lama. Karena setelah SPG berkumpul, jam 6 sore semua harus sudah berangkat dengan leader masing-masing. Kamu bisa mulai hari Sabtu ini biar bisa training satu malam. Minggu depan kamu full seminggu. Kita coba sebulan ya Dijah," ujar Pak Heri tersenyum. Dijah kembali mengangguk.

Beres sudah pikir Dijah. Tiga lembar uang seratus ribu untuk beberapa jam bekerja terasa sangat banyak bagi Dijah. Meski kontrak awalnya baru sebulan penuh, Dijah sudah cukup bahagia karena dalam waktu sebulan ia bisa mendapatkan uang dengan jumlah yang tak pernah dilihatnya selama ini.

Maklum saja, mata Dijah sudah terlalu akrab dengan pecahan lima ribu rupiah.

********

Bara masih berdiri di sisi lapangan dan naik ke tembok pendek yang membingkai parit kecil yang mengelilingi sebuah lapangan.

Pria itu sedang membidikkan kameranya ke arah Dul yang sedang berkeliling lapangan menabuh drum mengalunkan lagu daerah Gundul Pacul sambil membentuk formasi barisan yang berubah-ubah.

Hebat juga para guru-guru TK itu pikir Bara. Menghadapi seorang bocah yang kritis seperti Dul saja, Bara agak sedikit kewalahan. Tapi guru-guru itu mampu melatih anak lima tahun yang menurutnya hanya bisa diam di saat tidur saja.

Setiap melakukan satu jepretannya ke arah Dul, Bara melihat layar kameranya. Foto Dul bagus sekali. Bara berencana akan mencetak dan memberikannya pada Dijah. Ibu anak laki-laki itu pasti senang.

Setelah berhasil menangkap momen-momen terbaik Dul, Bara merekam satunkahu terakhir yang dibawakan grup TK Dul. Masih dengan senyum simpulnya, Bara berniat mengirimkan video itu pada Dijah. Dan ketika mengingat ponsel Dijah yang diikat karet, Bara memberengut. Ia tak bisa langsung mengirimkannya.

Dan satu rencana baru muncul di kepala Bara untuk memberikan Dijah sebuah ponsel yang memang sudah sewajarnya dipakai di zaman ini.

"Kamu mau beli apa?" tanya Bara pada Dul ketika bocah laki-laki itu telah melepaskan seragam marching band-nya.

Mata Dul menatap berkeliling para pedagang kaki lima maupun stand-stand bazar yang menyebar di tempat itu.

"Kamu laper?" tanya Bara.

"Enggak, aku udah habiskan bekalku. Habis sampai tak bersisa. Kata ibu nggak boleh buang-buang makanan."

"Atau mau beli mainan?" tanya Bara.

"Aku nggak ada uang. Uang yang dikasi ibu kemarin masih sama mbah wedok. Harusnya dibawakan mbah lanang tadi," jawab Dul memandang Bara.

"Om cuma tanya kamu mau jajan nggak? Bukan uangnya." Bara menggandeng Dul menjauhi tenda menuju jajaran para pedagang.

"Memang boleh?"

"Ya boleh lah."

"Om ada uang?"

"Banyak," sahut Bara.

"Kalau gitu aku mau keong kelomang," ujar Dul.

"Di mana?"

"Itu!" Dul menunjuk seorang pedagang kaki lima incaran Dul.

"Oke, kita beli itu."

Setelah beberapa saat lamanya memilih, Dul akhirnya menenteng sebuah rumah-rumahan kecil dengan dua ekor keong berada di dalamnya.

"Guru kamu tadi bilang, udah bisa pulang sekarang. Kita balik aja? Atau masih mau di sini?"

"Aku mau pulang," jawab Dul cepat. Sepertinya anak laki-laki itu tak sabar ingin bermain bersama keongnya

"Oke, mari kita pulang." Bara menarik nafas lega. Tugasnya hari itu telah diselesaikannya dengan baik dan ia tak sabar ingin segera bertemu dengan Dijah.

Ingatan soal telepon dari Bayu tadi tiba-tiba melintas di kepalanya. "Aduh..." gumam Bara. Tampaknya ia harus bersabar untuk bisa menyatroni Dijah hari itu.

"Ayah Dul... Ayah Dul!" Suara seorang wanita membuat langkah Bara dan Dul terhenti.

"Ini ada cemilan tambahan, bawa pulang aja untuk Dul." Seorang wanita yang tadi membantu Dul memakai sapu tangan di bahunya menyerahkan sebungkus kecil makanan. "Ibunya Dijah pinter nyari bapak untuk Dul. Ganteng ih!" ujar wanita itu kemudian terkikik pergi.

Bara mengatupkan mulutnya berusaha menahan senyum.

"Dipuji ibu temenku, muka Om merah!" seru Dul tiba-tiba.

"Ah masa sih..." Bara meletakkan punggung tangannya bergantian di kedua pipinya.

"Kamu jangan bilang-bilang soal tadi sama ibu kamu ya," pinta Bara pada Dul.

"Memangnya kenapa? Om malu dicolekin ibu temenku?" tanya Dul dengan sorot mata benar-benar tak mengerti.

"Pokoknya jangan kamu bilang," sahut Bara kembali menggandeng tangan Dul berjalan menuju ke parkiran.

Setelah mengantarkan Dul kembali pulang ke rumah kakek neneknya dan membekali bocah itu dengan seplastik jajanan dari mini market, Bara langsung menuju ke kantornya.

Ternyata Heru, atasan Bara di kantor memintanya untuk menggantikan rekan kerjanya meliput berita sidang umum (sidang tahunan) MPR.

"Kok gue sih?" tanya Bara pada Heru.

"Lo yang punya ID Card khusus ngeliput sidang itu. ID Card lo di zona A, kemarin emang dibikin untuk jadi jurnalis cadangan kalo ada yang lain nggak bisa. Buruan berangkat. Banyak hal penting di sana." Heru mendorong bahu Bara agar segera pergi.

"Naik mobil kantor aja, itu Bayu udah di mobil!" seru Heru dari balik meja kerjanya.

"Ogah! Gue mau langsung balik kalo ada yang bisa gantiin. Gue boring lama-lama di sana, mending gue ikut Polisi nangkep penjahat."

"Lagi nguber siapa Lo? Gue bilangin ke Pak Wirya entar," seru Heru lagi.

"Bodo amat," sahut Bara kemudian menghilang di balik pintu.

Alasan Bara begitu terlihat santai dengan atasannya sederhana saja. Heru adalah kakak sepupunya. Dan kantor berita tempat di mana Bara bekerja adalah warisan milik kakek mereka.

Sebuah kantor berita yang dirintis pertama kali mencetak lembaran koran sampai kini berkembang menjadi sebuah media elektronik dan juga cetak tentunya.

Setibanya di gedung MPR, Bara memandangi ID Cardnya yang mencantumkan sebuah barcode dan keterangan Zona A tempat dari mana ia bisa meliput.

Zona itu adalah zona dekat podium tempat pimpinan MPR, Presiden dan Wakil Presiden serta pimpinan Lembaga lainnya.

Harusnya Bara senang karena tak perlu bersusah-susah meliput dari jauh seperti Zona D yang berada di lobby luar gedung Nusantara. Tapi hari itu, Bara ingin cepat menemui Dijah untuk melihat keadaan wanita itu setelah bersedih pagi tadi.

"Mana temen Lo? Udah deket belom? Udah mo malem ni," bisik Bara pada Bayu.

"Udah deket, entar Mas Bara bisa langsung keluar kasi ID Cardnya ke anak baru itu." Bayu masih mengamati tripodnya.

"Punggung gue sakit, pegel. Mual perut gue, mana AC-nya dingin banget." Bara terus mengomel memijat-mijat bahunya.

Bayu lalu membuka ponselnya, "udah di depan gih sana! Katanya mau ketemu Pangdam," ujar Bayu dengan wajah serius.

"Iya--iya. Mau ketemu Pangdam Jaya ini. Gue cabut dulu. Lo entar ati-ati pulangnya." Setelah berbasa-basi pada Bayu, Bara langsung terbang menuju parkiran dan segera pergi meninggalkan lokasi parkir gedung MPR menjelang malam itu.

Dalam perjalanan Bara sudah membayangkan bahwa Dijah mungkin sedang mengunci diri dan bersedih di dalam kamarnya.

Namun bayangan Bara sepertinya tidak terjadi malam itu. Dijah sedang duduk di kursi plastik dekat jendela kamar Tini bersama Asti dan Mak Robin sambil mendengarkan ocehan Tini yang setiap hari memakai pakaian seksi.

Dijah baru saja tertawa-tawa bersama teman-temannya.

"Kan udah aku bilang, nama Tini Montok di sana udah kondang," tukas Tini.

Bara menghentikan motornya di belakang Tini yang sedang berdiri menghadapi Dijah. Pangdam Jaya itu belum ada memandangnya, padahal dari kejauhan tadi Bara melihat jelas bagaimana Dijah yang mengawasi sejak ia melewati pagar kost-kostan itu.

"Kok bapak manager itu ramah banget sama aku. Apalagi waktu aku sebut nama kamu. Emang kenapa?" tanya Dijah pada Tini.

Bara membuka helm dan meletakkan helmnya di atas tangki, masih memandangi Dijah yang sepertinya malu untuk menyapa lebih dulu.

"Kok malah nanya kenapa--aku remas anunya dua kali," tukas Tini.

"Astaga..." ujar Bara terkejut sekaligus merasa ngilu.

Tini berbalik menghadap ke arah Bara. "Kok astaga... Kenapa? Mas mau diremas juga?"

"Eh..." Bara setengah memekik.

"Jah... Remas anu Mas-mu... Dia juga pasti suka," sahut Tini dengan wajah serius dan isyarat tangan menunjuk Bara dan Dijah bergantian.

"Ya ampuuun..." Bara membesarkan matanya menatap Tini yang meregangkan tubuhnya dengan santai setelah mengatakan hal itu.

Bara merasa wajahnya kembali memerah. Ia tak menyangka bagaimana Tini bisa menyuarakan isi hatinya segamblang itu.

Dijah yang ikut belingsatan dengan kalimat 'polos' Tini seperti biasa, terlihat mengubah letak duduknya menjadi lebih feminin.

To Be Continued.....

Terpopuler

Comments

dyul

dyul

org2 pinggiran nyata terpampang di kisah ini, di pinggirkan nasib, dipinggirkan keadaan😞

2025-02-27

0

dyul

dyul

bener2 kl deket si kunti jantung gak aman🤣🤣

2025-02-27

0

ℑ𝔟𝔲𝔫𝔶𝔞 𝔞𝔫𝔞𝔨-𝔞𝔫𝔞💞

ℑ𝔟𝔲𝔫𝔶𝔞 𝔞𝔫𝔞𝔨-𝔞𝔫𝔞💞

Pangdam jaya ibu Khadijah 😁

2025-01-31

0

lihat semua
Episodes
1 PROLOG
2 1. Terlatih Terluka
3 2. Pelarian Perkenalan
4 3. Main Mata
5 4. Sepotong Selingan
6 5. Tatapan Terarah
7 6. Pelanggan Pertama
8 7. Karena Kasihan
9 8. Mulai Meresapi
10 9. Debaran Dijah
11 10. Sepiring Santapan
12 11. Kok Kesal
13 12. Kiriman Konsumsi
14 13. Tentang Tetangga
15 14. Sedikit Sentilan
16 15. Percakapan Pria
17 16. Tini Tenar
18 17. Ketagihan Kerokan
19 18. Percakapan Pagi
20 19. Pernyataan Pacaran
21 20. Berburu Berita
22 21. Perdana Pacaran
23 22. Mantan Menjijikkan
24 23. Percakapan Panjang
25 24. Kehidupan Kos-kosan
26 25. Merasakan Minder
27 26. Bara Berusaha
28 27. Secercah Senyuman
29 28. Malam Minggu
30 29. Jalan-Jalan
31 30. Api Asmara
32 31. Ambyare Ati
33 32. Duel Dijah
34 33. Pacar Posesif
35 34. Curahan Cerita
36 35. Pesan- pesan
37 36. Kisah Kelam
38 37. Dekat Dul
39 38. Maju Mundur
40 39. Kejutan & Keributan
41 40. Puncak Perselisihan
42 41. Ratapan Rindu
43 42. Akumulasi Amarah
44 43. Pulang Pagi
45 44. Binar Bahagia
46 45. Tertawa Terbahak
47 46. Khayalan Kekasih
48 47. Makan Malam
49 48. Adu Argumen
50 49. Bukan Bapak Biasa
51 50. Surprise Sticker
52 51. Prospek Pasar
53 52. Potongan Percakapan
54 53. Cerita Cinta
55 54. Andai Ayah - Anak
56 55. Sambutan Sapaan
57 56. Kekasih & Keluarga
58 57. Bahagia Bertiga
59 58. Sepasang Sepatu
60 59. Suguhan Spesial
61 60. Pertolongan Pertama
62 61. Pasien Pria
63 62. Malam Minggu (2)
64 63. Serba Salah
65 64. Ujian dan Upaya
66 65. Cendera mata Cinta
67 66. Rindu dan Restu
68 67. Puncak Persaingan
69 68. Cerita Cemburu
70 69. Detensi Demam
71 70. Duel Dijah (2)
72 71. Jarak Jauh
73 72. Cerita Cafe
74 73. Antara Anak - Ayah
75 74. Derita Dul
76 75. Menguak Memori
77 76. Merengkuh Malam
78 77. Leburan Luka
79 78. Pertolongan Profesional
80 79. Pengakuan Dijah (1)
81 80. Pengakuan Dijah (2)
82 81. Kado Kejutan
83 82. Wartawan Wisuda
84 83. Kembali Kasih
85 84. Bicaranya Bapak
86 85. Irisan Ingatan
87 86. Rentang Rencana
88 87. Izin Ibu
89 88. Harapan dan Hukuman
90 89. Sentuhan Sahabat
91 90. Pesan Perpisahan
92 91. Kamu dan Keluhmu
93 92. Uring-uringan
94 93. Syair Syahdu
95 94. Angin Alam
96 95. Terang Temaram
97 96. Kepala Keluarga
98 97. Kehidupan Kandang
99 98. Bulan Bersama
100 99. Cuplikan Cerita
101 100. Wonder Woman
102 101. Huru-Hara Hari H
103 102. Perjalanan Pertama
104 103. Wisata Wartawan
105 104. Batu Besar
106 105. Riuh Rendah
107 106. Gedung Gonggong
108 107. Makan Malam
109 108. Menyelesaikan Masalah
110 109. Kumpulan Kisah
111 110. Sahabat Sesumbar
112 111. Malam Meringis
113 112. Jawaban Jujur
114 113. Benar Berubah ?
115 114. Masih Meragu
116 115. Alasan Amarah
117 116. Maafin Mas
118 117. Berita Bahagia
119 118. Kumpul Keluarga
120 119. Mabuk Merana
121 120. Hunian Humanis
122 121. Kunjungan Kawan
123 122. Bukan Bandingan
124 123. Pujian Penghiburan
125 124. Dijah dan Dul
126 125. Derita Dimulai
127 126. Titipan Tuhan
128 127. Anak Ayah
129 128. Aku Ayahnya
130 129. Dalam Dongengan
131 130. Masakan Mertua
132 131. Penantian Panjang
133 132. Seutas Saran
134 133. Temu Terakhir
135 134. Tepisan Takdir
136 135. SEEMPUK SETUMPUK
137 136. Sebuah Sejarah
138 137. Menuruti Mertua
139 138. Sandiwara Suketi
140 139. Taktik Tini
141 140. Cuplikan Cerita Cinta
142 141. Guratan Gaduh
143 142. Belanja Baju Bayi
144 143. Drama Dijah
145 144. Sirnanya Senyuman
146 145. Ngobrol Ngalor Ngidul
147 146. Mengekori Mas
148 147. Kunjungan Kerja
149 148. Penilaian Perempuan
150 149. Tanda-Tanda
151 150. Dalam Dekapan Dijah
152 151. Anak Ayah
153 152. Kunjungan Kawan-Kawan
154 153. Santai Sore
155 154. Putri Pertama
156 155. Siksaan Sabtu
157 156. Pertemuan Persaudaraan
158 157. Target Tini
159 158. Kilasan Kabar
160 159. Memanggil Mbah
161 160. Sinar Surya Sore
162 161. Ancang-Ancang Asti
163 162. Membahagiakan Mak Robin
164 163. Bincang Bersama Boy
165 164. History Heru (Bagian 1)
166 165. History Heru (Bagian 2)
167 166. Sabar Suketi (Bagian 1)
168 167. Sabar Suketi (Bagian 2)
169 168. Falsafah dan Filosofi
170 169. Semuanya Senang
171 170. Desau Dijah
172 171. Bara Berbicara
173 EPILOG
174 Untaian Kata
175 SPECIAL PART
176 TINI SUKETI mulai update hari ini
177 CEK KARYA BARU JUSKELAPA : DUL
178 NOVEL BARU : GITA & MAR (JUNI 2023)
Episodes

Updated 178 Episodes

1
PROLOG
2
1. Terlatih Terluka
3
2. Pelarian Perkenalan
4
3. Main Mata
5
4. Sepotong Selingan
6
5. Tatapan Terarah
7
6. Pelanggan Pertama
8
7. Karena Kasihan
9
8. Mulai Meresapi
10
9. Debaran Dijah
11
10. Sepiring Santapan
12
11. Kok Kesal
13
12. Kiriman Konsumsi
14
13. Tentang Tetangga
15
14. Sedikit Sentilan
16
15. Percakapan Pria
17
16. Tini Tenar
18
17. Ketagihan Kerokan
19
18. Percakapan Pagi
20
19. Pernyataan Pacaran
21
20. Berburu Berita
22
21. Perdana Pacaran
23
22. Mantan Menjijikkan
24
23. Percakapan Panjang
25
24. Kehidupan Kos-kosan
26
25. Merasakan Minder
27
26. Bara Berusaha
28
27. Secercah Senyuman
29
28. Malam Minggu
30
29. Jalan-Jalan
31
30. Api Asmara
32
31. Ambyare Ati
33
32. Duel Dijah
34
33. Pacar Posesif
35
34. Curahan Cerita
36
35. Pesan- pesan
37
36. Kisah Kelam
38
37. Dekat Dul
39
38. Maju Mundur
40
39. Kejutan & Keributan
41
40. Puncak Perselisihan
42
41. Ratapan Rindu
43
42. Akumulasi Amarah
44
43. Pulang Pagi
45
44. Binar Bahagia
46
45. Tertawa Terbahak
47
46. Khayalan Kekasih
48
47. Makan Malam
49
48. Adu Argumen
50
49. Bukan Bapak Biasa
51
50. Surprise Sticker
52
51. Prospek Pasar
53
52. Potongan Percakapan
54
53. Cerita Cinta
55
54. Andai Ayah - Anak
56
55. Sambutan Sapaan
57
56. Kekasih & Keluarga
58
57. Bahagia Bertiga
59
58. Sepasang Sepatu
60
59. Suguhan Spesial
61
60. Pertolongan Pertama
62
61. Pasien Pria
63
62. Malam Minggu (2)
64
63. Serba Salah
65
64. Ujian dan Upaya
66
65. Cendera mata Cinta
67
66. Rindu dan Restu
68
67. Puncak Persaingan
69
68. Cerita Cemburu
70
69. Detensi Demam
71
70. Duel Dijah (2)
72
71. Jarak Jauh
73
72. Cerita Cafe
74
73. Antara Anak - Ayah
75
74. Derita Dul
76
75. Menguak Memori
77
76. Merengkuh Malam
78
77. Leburan Luka
79
78. Pertolongan Profesional
80
79. Pengakuan Dijah (1)
81
80. Pengakuan Dijah (2)
82
81. Kado Kejutan
83
82. Wartawan Wisuda
84
83. Kembali Kasih
85
84. Bicaranya Bapak
86
85. Irisan Ingatan
87
86. Rentang Rencana
88
87. Izin Ibu
89
88. Harapan dan Hukuman
90
89. Sentuhan Sahabat
91
90. Pesan Perpisahan
92
91. Kamu dan Keluhmu
93
92. Uring-uringan
94
93. Syair Syahdu
95
94. Angin Alam
96
95. Terang Temaram
97
96. Kepala Keluarga
98
97. Kehidupan Kandang
99
98. Bulan Bersama
100
99. Cuplikan Cerita
101
100. Wonder Woman
102
101. Huru-Hara Hari H
103
102. Perjalanan Pertama
104
103. Wisata Wartawan
105
104. Batu Besar
106
105. Riuh Rendah
107
106. Gedung Gonggong
108
107. Makan Malam
109
108. Menyelesaikan Masalah
110
109. Kumpulan Kisah
111
110. Sahabat Sesumbar
112
111. Malam Meringis
113
112. Jawaban Jujur
114
113. Benar Berubah ?
115
114. Masih Meragu
116
115. Alasan Amarah
117
116. Maafin Mas
118
117. Berita Bahagia
119
118. Kumpul Keluarga
120
119. Mabuk Merana
121
120. Hunian Humanis
122
121. Kunjungan Kawan
123
122. Bukan Bandingan
124
123. Pujian Penghiburan
125
124. Dijah dan Dul
126
125. Derita Dimulai
127
126. Titipan Tuhan
128
127. Anak Ayah
129
128. Aku Ayahnya
130
129. Dalam Dongengan
131
130. Masakan Mertua
132
131. Penantian Panjang
133
132. Seutas Saran
134
133. Temu Terakhir
135
134. Tepisan Takdir
136
135. SEEMPUK SETUMPUK
137
136. Sebuah Sejarah
138
137. Menuruti Mertua
139
138. Sandiwara Suketi
140
139. Taktik Tini
141
140. Cuplikan Cerita Cinta
142
141. Guratan Gaduh
143
142. Belanja Baju Bayi
144
143. Drama Dijah
145
144. Sirnanya Senyuman
146
145. Ngobrol Ngalor Ngidul
147
146. Mengekori Mas
148
147. Kunjungan Kerja
149
148. Penilaian Perempuan
150
149. Tanda-Tanda
151
150. Dalam Dekapan Dijah
152
151. Anak Ayah
153
152. Kunjungan Kawan-Kawan
154
153. Santai Sore
155
154. Putri Pertama
156
155. Siksaan Sabtu
157
156. Pertemuan Persaudaraan
158
157. Target Tini
159
158. Kilasan Kabar
160
159. Memanggil Mbah
161
160. Sinar Surya Sore
162
161. Ancang-Ancang Asti
163
162. Membahagiakan Mak Robin
164
163. Bincang Bersama Boy
165
164. History Heru (Bagian 1)
166
165. History Heru (Bagian 2)
167
166. Sabar Suketi (Bagian 1)
168
167. Sabar Suketi (Bagian 2)
169
168. Falsafah dan Filosofi
170
169. Semuanya Senang
171
170. Desau Dijah
172
171. Bara Berbicara
173
EPILOG
174
Untaian Kata
175
SPECIAL PART
176
TINI SUKETI mulai update hari ini
177
CEK KARYA BARU JUSKELAPA : DUL
178
NOVEL BARU : GITA & MAR (JUNI 2023)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!