Arini berada di kampus, duduk di dalam kelas mendengarkan dosen lelaki menjelaskan pelajaran. siku tangannya bertumpu di meja dengan telapak tangan menempel di pipi. Tak ada satu pun penjelasan yang bisa ditangkap Arini, akibat rasa kantuk yang mendera. Karena tugas mengurus keperluan artis idolanya, dia jadi harus tidur larut malam. Arini tidak habis pikir, apa Tirta tidak lelah dengan semua jadwal gila pekerjaannya dari pagi hingga larut malam. Dia saja yang baru menyiapkan barang-barangnya saja sudah sangat mengantuk, apalagi Tirta yang selalu terlelap saat dini hari, namun stamina pemuda itu tetap prima.
Rara sahabat Arini yang duduk di dekatnya, hanya menghembuskan napas berat, menggeleng-geleng kepala pelan melihat Arini tidak seperti biasanya.
“Sudah berapa hari ini aku melihatnya kelelahan,” batin Rara.
Beberapa saat kemudian, Arini menarik napas lega, ketika mendengar penjelas dosen telah berakhir. Dengan cepat ia juga bangkit dari duduknya merapikan peralatan tulisnya kemudian, bergegas untuk pulang mengerjakan perkerjaan rumah.
“Arini kamu udah mau pulang?” tanya Rara mencekal tangan sahabatnya.
"Ia, Ra,” jawab Arini.
“Kita ngak jalan-jalan dulu, temani aku ke mall,” ajak Rara.
“Maaf Ra lain kali, saya harus pergi,” ucap Arini yang mendapat tugas menggantikan pembantu yang diliburkan.
Arini mempercepat langkahnya meninggalkan Rara.
“Aneh ada apa dengannya, akhir-akhir ini dia selalu saja sibuk, aku harus cari tahu,” batin Rara menatap kepergian Arini.
Arini telah berada di kediaman Tirta mengerjakan tugas pembantu yang diliburkan. Agar dia tidak terlalu membebani artis idolanya.
Arini mulai membersihkan rumah berlantai dua itu, bulir keringat membasahi kening, akan gerak tubuhnya. Ketika dia sedang mengepel lantai rumah.
Dret ... Dret .... getar ponsel di meja terdengar tak jauh dari tempat Arini mengepel lantai.
Arini menghentikan kegiatannya sejenak meraih ponsel, menatap layar. Sudut bibirnya tertarik saat membaca nama yang meneleponnya.
“Hallo Rini.” Nenek
“Nenek apa kabar.” Arini antusias.
“Kabar baik sayang. Kamu bagaimana?” Nenek Nani.
“Baik nek.” Arini.
“Tirta memperlakukan kamu dengan baikkan sayang?” Nenek Nani suaranya terdengar bergetar.
“Ia nek, mas Tirta baik sama saya.”
“Tirta ngak galak sama kamu kan? Dia ngak nyakitin kamu kan?”
“Nenek jangan cemas ya. Saya sama mas Tirta baik-baik sajq. Nenek kapan pulang? Rini kangen.”
“Doakan nenek cepat sembuh ya dan kita berkumpul lagi.”
“Ia, nek. nenek cepatlah pulang.” Suara Arini bergetar menahan tangis, ia merasa berat menumpang di rumah Tirta, apalagi pemuda itu menjadi repot karenanya belum lagi sikap Tirta yang selalu galak padanya dan seakan sangat terganggu akan kehadirannya.
“Ia, sayang.”
“Kamu baik-baik ya sama Tirta. Sampaikan salam dari nenek untuknya.” Nenek Nani.
“Ia. Nek. Salam juga untuk ayah dan ibu.”
Sambungan telpon terputus Arini menyeka kristal bening yang sempat menetes di pipinya.
***
Di tempat lain, jauh dari Arini. Di sebuah ruangan rumah sakit. Menantu dan mertua ini sedang membincangkan mengenai gadis kesayangan mereka.
“Ana aku sangat merindukan anak itu. Rasanya aku ingin pulang,” ucap perempuan tua yang berbaring di ranjang rumah sakit, wajahnya terlihat pucat.
Ana menggenggam tangan ibu mertuanya. “Sabar Bu, tunggu ibu pulih sepenuhnya baru kita pulang,” jelas Ana.
“Aku cemas apa Tirta menjaga Arini dengan baik. Diakan ngak suka sama Arini,” ungkap nenek Nani akan perasaan yang menganjal di hatinya.
“Bu Tirta memang berbeda dengan Andra, sikapnya tidak lembut, bicaranya blak-blakan tapi dia anak baik dan perhatian pada orang di dekatnya. Ia pasti menjaga Arini dengan baik,” ucap Ana mencoba membuat hati mertuanya tenang.
“Entahlah ana, ibu kasihan Arini. Tirta pasti belum menerima Arini menjadi istrinya.”
“Bu kalau saya boleh beri saran, lebih baik kita lebih lama di sini, biar hubungan mereka semakin dekat setiap hari, siapa tahu karena tinggal bersama dan pertemuan yang intens mereka jadi saling mengenal. Tirta jadi menyukai Arini.”
“Benarkah seperti itu?” perempuan tua ini menatap ragu wajah menantunya.
“Ya kita berdoa saja, semoga mereka saling membuka hati masing-masing. Tirta menerima Arini dan Arini melupakan Andra. Dan membuka lembar baru bersama Tirta.”
Perbincangan ibu mertua ini terus berlanjut.
*****
Malam menyambut jutaan bintang bertaburan di langit, malam ini adalah malam kedua Arini menunggu kepulangan suaminya. Sama seperti malam sebelumnya perempuan ini duduk di ruang depan sambil mengunyah makanan untuk menghilangkan rasa kantuk.
Arini bangun dari duduknya saat mendengar samar-samar suara deru mobil.
Gadis Ini bergegas membuka pintu, ia melemparkan senyum simpul saat melihat Tirta berdiri menjulang dengan penampilan yang berantakan, rambut acak-acakan serta wajah yang terlihat sangat lelah namun tetap saja terlihat tampan.
“Ambil barangku, catatan keperluanku besok ada di mobil, kau siapkan," ucap Tirta menerobos masuk melalui tubuh Arini.
Arini yang telah mengerti langsung bergegas berjalan ke mobil.
Sedangkan Tirta menghela napas, menggelengkan kepalanya pelan saat menatap ke arah meja ada banyak camilan bekas Arini dan di sana juga ada cokelat pemberian fans yang telah di makan oleh Arini.
“Dasar bocah dia benar-benar tidak punya aturan dalam makan, jam segini makan cokelat,” batin Tirta.
Pemuda ini pun kembali menyeret langkahnya yang berat menuju kamar, rasanya ia sudah tidak memiliki tenaga lagi. Ia berniat menyegarkan tubuhnya dengan berendam di air hangat.
Arini telah selesai menyiapkan keperluan Tirta, kini momen yang di tunggu Arini yaitu merapikan kado dari fans, gadis ini sangat antusias karena ia boleh mengambil apa-pun yang ia suka, sebenarnya itu hanya hadiah kecil dan harganya juga tidak seberapa namun ia sangat antusias. Arini membuka satu persatu bungkusanya.
Tirta telah selesai membersihkan diri, kini ia akan meregangkan tubuh yang lelah di kasur nyamannya.
Pemuda tampan ini duduk di tepi ranjang menatap Arini yang melebarkan senyum membuka hadiah dari fans yang isinya boneka lucu bertuliskan nama Dilan Magika, Arini pun mendekapnya merasakan lembut bulu dari boneka itu. Membuat Tirta tanpa sadar juga ikut tersenyum entah mengapa senyum di wajah cantik itu bisa sedikit menghilangkan lelahnya.
Alis Arini mengernyit pada hadiah aneh hanya terbungkus kantung plastik, ia pun menjadi penasaran dan mengintip isinya. “Wah makanannya banyak sekali.” Arini berdecak kagum dengan hadiah yang ia lihat.
“Kak Dilan ada kado dari fans makanan ringan banyak sekali.” Mata Arini berbinar mengeluarkan satu persatu.
“Ada banyak kacang Almond, keripik rumput laut, wah cokelat mahal spesial rendah gula, semuanya camilan sehat,” heboh gadis ini.
“Untukmu saja. Aku tidak berminat.” Tirta membaringkan tubuhnya diranjang.
“Ini dari fans kakak yang bernama Tita. Dia baik sekali, ini semua ngak murah,” Arini membaca tulisan nama pengirim di kantong plastik.
“Makan itu saat kau menungguku pulang, itu camilan sehat jangan makan camilan seperti tadi lagi, itu tidak baik untuk kesehatan," pesan Tirta panjang lebar, sejenak Arini terdiam mencerna pesan aneh Tirta yang terdengar peduli padanya.
“Ia, kak. Terima kasih.”
“Sudah, kemarilah pakaikan perawatan wajahku,” titah si artis.
Gadis cantik ini meninggalkan sejenak kadonya, meraih kotak skincare Tirta.
Arini pun memulai tugasnya, mengusap wajah Tirta dengan kapas, tangan Arini selalu saja bergetar saat menyentuh wajah tampan nan mulus idolanya itu. Sedangkan pemuda ini telah menutup mata hendak tertidur.
“Tadi nenek menelepon.” Arini teringat jika Neneknya menelepon dan menitip salam pada Tirta.
Mata Tirta seketika terbuka mendengar ucapan Arini membuat gadis yang fokus pada wajah itu tersentak, karena jarak wajahnya dengan Tirta begitu dekat.
“Astaga,” kaget Arini menarik kepalanya Tirta selalu membuatnya jantungan, jika tiba-tiba membuka mata, setelahnya kembali melakukan tugasnya merawat wajah Tirta.
“Oh ia, apa dia baik-baik saja?” tanya Tirta berharap mendengar kabar baik.
“Ia, kak, nenek titip salam sama kakak,” jelas Arini mengusap pipi putih itu dengan kapas.
“Kapan dia pulang? Apa dia masih lama di sana?” tanya Tirta memasang wajah penasaran.
“Nenek ngak bilang akan pulang kapan.”
Tirta berdecak kesal. “Ahhhh, aku sangat lelah, aku bisa gila atau mati kelelahan jika tidak ada pembantu yang melayaniku dan mengurus semua ini. Tanganku terasa kaku karena menyetir sendiri,” keluh Tirta terdengar putus asa lalu kembali menutup matanya.
“Maaf kak, kehadiran saya jadi beban untuk kakak,” Arini selalu merasa bersalah.
“Sudahlah, maafmu ngak bisa menghilangkan lelahku,” ketus Tirta.
Mata Tirta kembali terbuka. “Ingat ya makan semua makan itu sambil menunggu aku pulang. Awas saja kau makan yang lain,” ancam Tirta kembali tertidur.
“Baiklah kak. Saya pasti memakannya.”
Hening tidak ada lagi percakapan antara mereka. Dengan telaten Arini memakai rangkaian perawatan wajah pada Tirta.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
SAAT ARINI TDK LGI BRSAMA LO, PASTI LO AKN RINDU AKN SOSOK ARINI YG MELAYANI LO... LIATKN SAJA.
2023-06-26
1
Yuanita Ratyaning Siwi
Wah jangan2 makanan itu sebenernya Tirta yg beli buat Arini tpbpakai nama Tita
2022-06-17
0
Bzaa
duhhhh jdi idol... beban nya ga nahan, 😁
2021-08-27
0