Pertemuan sebuah keluarga itu terasa canggung, setelah lima tahun lamanya. Ana berlari menghambur memeluk putra yang selama ini sangat ia rindukan.
“Ibu sangat merindukanmu sayang,” ucap Ana memeluk tubuh tinggi pemuda itu seraya mengeluarkan cairan bening dari kelopak matanya.
Tirta hanya diam mematung tidak membalas pelukan ibunya, tangannya terkepal menahan rasa rindu yang ia tahan pada tubuh ibu yang telah melahirkannya ini.
Pelukan terlepas Ana mengarahkan tubuh Tirta untuk mendekat pada ayahnya yang duduk di bangku taman.
Tirta menatap ayahnya dengan tatapan tajam dan senyum miring tersungging.
“Tuan Hasan Abraham. Sudah lima tahun. Ada angin apa kau ingin menemuiku? Apa sekarang kau merindukan putramu ini,” ucap Tirta memasang wajah dingin dan tangan bersidekap di dada.
“Tirta jangan bicara seperti itu, kami selalu merindukanmu,” sela Ana yang akan menjadi penengah hubungan antara anak dan ayah ini.
Tirta mendengus. “Apa karena putra kesayanganmu itu menghilang jadi kalian mencariku,” ujar Tirta dengan penekanan ada emosi yang coba ia tahan.
Hasan hanya diam tidak menganggapi ucapan putranya. Ia juga mencoba menahan diri agar tidak meluapkan amarahnya pada anak kurang ajar ini demi ibunya.
“Tirta sayang pulanglah ke rumah nak, kami sangat merindukanmu,” pinta Ana kembali memeluk putranya.
“Tidak, itu bukan rumahku, dari dulu kalian hanya menganggapku pengacau, hanya kak Andra kebanggaan kalian, sedangkan di mata kalian aku hanya anak nakal,” tekan Tirta meluapkan isi hatinya mengingat masa kelamnya tinggal di rumah itu. Setiap hari hanya amarah yang ia dapatkan akibat kenakalan yang sering ia lakukan dan perlakuan tidak adil yang di terimanya, ia merasa semua orang, hanya menyayangi Andra kakaknya yang sangat pintar dan selalu membanggakan keluarga akan prestasinya sedang dia hanya anak yang bandel, bodoh di mata keluarga. Tidak punya masa depan seperti kakaknya.
"Tirta kami minta maaf jika itu sangat melukaimu, tapi percayalah ibu tidak pernah membedakan cinta ibu dengan kakakmu Andra,” jelas Ana semakin terisak dengan isi hati putra keduanya.
Hasan hanya diam seribu bahasa tidak ada satu pun kata yang bisa ia ucapkan disatu sisi ia merasa bersalah di satu sisi ia juga tidak bisa menurunkan harga dirinya untuk meminta maaf.
“Pulanglah sayang nenek sedang sakit,” ucap Ana.
“Nenek.” Wajah Tirta mulai di liputi kecemasan.
Hasan bangun dari duduknya ia sudah hendak meninggalkan tempat itu.
“Pulanglah ke rumah, nenekmu sangat merindukanmu dan dia sedang sakit, dia sangat ingin bertemu denganmu,” ujar Hasan lalu meninggalkan ibu dan anak ini untuk pergi.
Tirta terdiam menatap kepergian ayahnya, setelah lima tahun lelaki itu akhirnya memanggilnya untuk pulang.
“Ia, Tirta nenekmu sedang sakit, dia sangat ingin bertemu denganmu, pulanglah demi nenekmu,” pinta Ana.
Mendengar nenek kesayangannya sedang sakit membuat hati pemuda tampan ini menjadi iba tapi haruskan ia pulang rasa sakit dan kekecewaan masih membekas di hatinya saat ini.
“Ibu pulanglah.” Tak ada jawaban yang harus ia berikan pada ibunya Ia bimbang.
“Tapi Nak, kau harus menemui nenekmu.”
“Aku akan menemuinya setelah aku siap,” ujar Tirta.
Ana terdiam sejenak ia menata raut kebimbangan di wajah putranya. "Baiklah ibu akan memberikanmu waktu. Tapi kamu harus pulang dan menjenguk nenekmu.”
Tirta hanya mengangguk pelan membuat Ana mengembangkan senyumannya, ia tahu putranya pasti akan pulang.
Perpisahan pun terjadi Ana telah meninggalkan tempat itu sedangkan Tirta masih dalam pikirannya haruskan ia pulang? Dan melupakan sakit hatinya.
****
Seminggu pertemuan itu telah berlalu namun hingga kini Tirta belum menampakkan diri. Aktivitas kembali seperti biasa Arini dan Nenek Nani sedang berada di kamar. Sore itu setelah pulang dari kampus Arini lalu mengurus keperluan nenek Nani. Gadis ini masih ingin tinggal menemani nenek Nani walaupun orang tuanya telah memanggilnya untuk pulang.
Sore itu mereka habiskan di kamar duduk berdampingan di sofa seperti biasa mereka kompak diam-diam menonton idola mereka Dilan Magika.
“Hebatnya Nek dia, bisa akting sebagus itu, natural sekali,” ujar Arini.
“Ia. Arini, tapi nenek sebel. Kata media mereka sedang cinlok dengan lawan mainnya itu, Marsya Ayunda.” Perempuan tua ini berdecak kesal seakan cemburu idolanya di miliki oleh gadis lain sungguh sangat lucu melihat perempuan dari generasi berbeda ini memiliki idola yang sama.
“Bagus dong nek. Marsya Ayunda artis baik, dia sangat cantik, mereka akan jadi pasangan sempurna sangat cocok,” ujar Arini hingga suara ketukan di pintu lagi-lagi mengganggu mereka membuat mereka seketika panik.
Tok .... Tok ....
“Arini mana remotenya?” tanya nenek menjadi panik tidak ingin rahasianya terbongkar.
“Aduh di mana tadi.” Arini bangun dari duduknya mulai memeriksa sofa. “Nenek taruh di mana?” Arini juga menjadi panik.
“Astaga Arini itu dimeja.” Tunjuk nenek Nani, mereka seakan takut terciduk menonton Dilan Magika.
“Ya ampun sampai ngak lihat.” Perempuan ini dengan cepat meraih remot mengarahkan ke tv mengganti channel dengan berita.
Suara ketukan di pintu kamar semakin keras.
“Ya tunggu sebentar,” ucap Arini menarik napas dalam menghilangkan kegugupannya, kemudian berjalan membuka pintu.
Arini telah berada di depan pintu lalu memutar kunci pintu kamar lalu membukanya perlahan.
Tatapan Arini tertuju pada orang yang berdiri di depan pintu, membuatnya tercengan dan berkali-kali mengerjapkan matanya, memastikan jika ia tidak salah melihat orang. Tubuh Arini seakan membatu menatap pemuda tampan dengan tubuh tingginya berdiri di depan gadis cantik ini.
“Dil ... Dilan Magika,” ucap Arini terbata-taba rasanya ingin pingsan.
Yaelah idola Arini datang, pingsan ngak dia tuh.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Yanti Nuryanti
arini keremu idola 👍
2022-10-31
1
Devy Faiz Chalik
Thor suka nonton sinetron Yach???
2022-05-24
0
Tutik Sriwahyuni
owalah pantesan nenek gk rela kalau dilan ama gadis lain, secara nenek dah punya calon utk dilan toh 😅😅😅
2021-12-25
0