Setelah mendengar keinginan kedua orang tua Arini. Di sinilah mereka berakhir di rumah sakit. Duduk di depan ruangan sambil menunggu dokter memeriksa keadaan nenek Nani.
“Hasan maafkan saya, saya tidak bermaksud membuat semua menjadi seperti ini,” ujar Ali memasang wajah bersalah.
Hasan menarik napas dalam mengusap punggung sahabatnya.
“Tidak apa-apa, kami yang salah menahan Arini selama ini, kalian memang benar. Arini juga kesayangan kalian, masa depannya masih panjang,” ujar Hasan tertunduk. “Maafkan kami, kami tidak bisa membahagiakan Arini, seperti janji kami dulu,” tambah Hasan hatinya seakan tersayat mengingat apa yang telah ia lakukan pada Arini.
***
Arini duduk di pinggir ranjang rumah sakit menatap perempuan tua yang selama dua tahun terakhir ini menjadi temannya. Air mata tiada henti menetes memikirkan kondisi nenek yang sudah ia anggap sebagai neneknya sendiri. Ia takut sesuatu buruk terjadi pada nenek Nani.
“Sudah jangan menangis, kita berdoa semoga tidak terjadi apa-apa pada nenek,” ucap Hasan memegang bahu menantunya yang masih terisak.
“Kasihan nenek ayah.” Arini menatap mertuanya lalu meraih tangannya. “Ayah maafkan orang tua Arini,” pinta Arini dengan nada penyesalan.
“Tidak apa-apa sayang, orang tuamu benar. Tidak seharusnya kami terus menahanmu tinggal bersama kami. Kau putri mereka satu-satunya.” Hasan tertunduk dengan rasa bersalah karena keegoisannya gadis malang ini menjadi korban.
“Tapi, Arini sayang kalian semua.” Arini menghapus air matanya.
Hening menguasai tidak ada kata-kata yang terucap hingga perhatian tertuju pada perempuan tua yang terlihat bergerak di ranjang rumah sakit.
“Nenek.” Arini maju mendekat ke arah nenek Nani. Ia lalu memegang tangannya. “Syukurlah nenek sudah sadar.”
“Arini, nenek ngak mau pisah sama kamu,” rengek nenek Nani membuat Arini menatap iba.
“Ngak nek, Arini ngak akan ninggalin nenek.” Arini memeluk tubuh perempuan yang sedang menitihkan air mata itu.
“Kalau kamu pergi nenek ngak punya teman lagi.”
“Arini akan terus bersama nenek.” Arini melepaskan pelukannya. “Sekarang nenek istirahat ya, ngak boleh banyak pikiran. Kita akan terus bersama.”
Hasan mendekat ke arah menantu dan ibunya.
“Arini lebih baik kamu pulang, temani orang tua kamu,” ujar Hasan yang tadi menyuruh besannya untuk beristirahat di rumah saja di temani oleh Ana istrinya.
“Tapi, ayah nenek.”
“Tidak apa-apa, biar ayah yang jaga nenek. Kasian orang tua kamu,” jelas Hasan menatap ibunya. “Tidak apa-apakan bu? Arini pergi untuk menemani orang tuanya, kasian orang tuanya sudah datang jauh-jauh pasti mereka merindukan Arini,” tanya Hasan pada ibunya.
Nenek Nani menghembuskan napas pelan mengangguk lemah walaupun sebenarnya ia tak rela namun yang di katakan putranya itu benar adanya.
“Pergilah sayang, tapi kamu harus janji akan kembali kemari lagi,” imbuhnya.
“Baiklah Arini pulang sebentar setelah itu, nanti Arini kembali lagi,” ucap Arini seraya mengelus tangan nenek Nani lalu menciumnya.
Setelah pamit pada ayah Hasan dan nenek Nani, Arini pun pergi meninggalkan ruangan. Mereka menatap kepergian Arini yang telah menghilang di balik pintu.
Kini tinggal ibu dan anak ini yang berada di ruangan. Sejenak hening menguasai hingga kembali suara isakan terdengar.
“Ibu kenapa?” tanya Hasan memasang wajah cemas meraih tangan ibunya.
“Hasan aku sangat menyayangi anak itu. Dia sudah aku anggap sebagai cucuku sendiri,” ujar nenek Nani semakin terisak ia tidak bisa membayangkan ia harus berpisah pada gadis polos yang telah menemaninya dua tahun terakhir.
“Tapi ibu, yang di ucapkan orang tua Arini itu benar. Putrinya baru berusia dua puluh tahun dan ia berhak mendapatkan kebahagiaan dan memulai hidup baru,” jelas Hasan.
“Hasan ibu ngak mau pisah, tolong bujuk orang tua Arini,” rengek nenek Nani.
“Bu, Arini berhak menemukan lelaki lain yang bisa membahagiakan dia,” ujar Hasan.
“Tolong bujuk orang tua Arini untuk menunggu Andra sedikit lagi. Ibu ngak akan percaya dia meninggal jika belum melihat jasadnya,” ujarnya semakin terisak teringat cucu kesayangannya.
Hasan menatap wajah ibunya, hatinya seakan tersayat akibat kebohongannya semua keluarganya hidup dalam harapan palsu. Ia tidak berfikir untuk membujuk orang tua Arini pantaskah ia melakukan hal itu setelah apa yang ia perbuat, ia telah membohongi mereka selama bertahun-tahun. Hanya demi memikirkan kesehatan ibunya, ia telah membuat gadis malang dan tak berdosa itu menantikan harapan palsu akan kebahagiaan pernikahan. Gadis yang seharusnya menerima limpahan kebahagiaan dari keluarganya bukan menjadi boneka untuk menyenangkan seluruh anggota keluarganya.
“Hasan!” sentak nenek Nani membuyarkan lamunan Hasan.
“Ia bu.” Hasan menatap ibunya.
Dengan suara bergetar serta isakan. “Hasan panggil dia kembali,” pinta perempuan tua ini memasang wajah memelas menggenggam tangan putranya.
Alis Hasan mengernyit dalam. “Apa maksud ibu?” Nada suara Hasan berubah dingin.
“Suruh anak itu pulang sekarang juga. Sudah saatnya ia pulang, Suruh ia menikahi Arini,” ucap Nenek Nani.
Hasan tersentak kaget akan keinginan ibunya menikahkan Arini dengan pemuda lain. Seketika memorinya kembali berputar tentang siapa laki-laki yang di maksud ibunya.
Aduh siapa itu?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Coco
adiknya Andra mungkin
2023-05-27
1
Bzaa
tuhhhh setelah bbrp x bacapun, ttp aja, ini cerita gak bosenin😚😍
aku syuka banget otor,
walaupun masih sepi, tetap semangat...
sukses sll buatmu otor💕😘
2022-12-28
0
Mas Mamake Intan
siapaa yh.. tebak tebakann dehh
2022-02-13
0