Malam telah menjelang acara sederhana pernikahan telah berakhir kini mereka harus mengistirahatkan diri. Tirta melangkahkan kaki ke tempat yang dulu menjadi kamarnya saat tinggal di rumah ini.
Pemuda tampan ini masuk ke dalam kamar yang masih tertata rapi dan terawat, walau ia sudah lima tahun tidak pernah menempatinya dan malam ini ia telah memutuskan untuk menginap di kamar ini sebelum dia kembali ke rumahnya. Tirta masuk ke dalam kamar mandi membersihkan tubuhnya yang telah terasa lengket. Setelah menghabiskan setengah jam, ia telah berganti pakaian santai yang masih tertata rapi di dalam lemarinya. Dan saat ini ia hendak merebahkan tubuhnya. Kepalanya terasa sangat berat memikirkan jika ia telah berstatus suami saat ini dan ini adalah malam pertamanya seharusnya indah di mana ia akan memadu kasih namun semua di luar kehendaknya.
Tok ... Tok ...
Suara ketukan membuat Tirta melangkahkan kaki untuk membuka pintu.
“Tirta kamu di sini,” ucap Ana yang dari telah mencari putranya di kamar Arini.
“Ia, bu. Ini kan kamarku,” terang Tirta.
Ana menghembuskan napas kasar menatap putranya. “Kamu harusnya tidur sekamar dengan Arini.”
“Ngak ah bu, kenapa aku harus sekamar dengannya,” protes pemuda tampan yang masih sulit menerima jika statusnya sekarang adalah suami.
“Karena kalian sudah menjadi suami istri.”
“Bu aku menikahinya hanya untuk nenek jadi jangan harap aku akan menerimanya sebagai istriku,” berang Tirta memutar bola mata malas.
“Tirta dia istrimu sekarang kau harus menerimanya.” Suara ibu Ana mulai meninggi mengingatkan putranya.
“Tidak, aku tidak menerimanya sebagai istriku.”
Ana mencoba tenang memikirkan posisi Tirta wajar jika ia belum bisa menerima Arini tapi tidak untuk saat ini apakah yang akan ia beritahu pada besannya jika tahu sikap anaknya.
“Baiklah ibu mengerti kalau kamu belum siap, tapi tolong hargai orang tua Arini apa yang harus ibu katakan padanya jangan sampai mereka berpikir yang tidak-tidak.” Ibu Ana melunak.
“Ibu mohon Tirta pergilah ke kamar Arini, besok orang tuanya sudah pulang, setelah itu terserah padamu,” mohon Ana pada putranya.
“Ya baiklah.” Tirta akhirnya mengalah setelah memikirkan jika neneknya dan orang tua Arini tahu ia pisah kamar, pasti situasi semakin memburuk lagi pula hanya semalam setelah itu besok ia juga akan pulang ke rumah dan di sibukkan dengan kegiatan syuting.
“Pergilah ke kamar Arini,” titah Ana.
“Di mana?” tanya dengan nada malas dan tak bersemangat. Begitu banyak kamar di rumah yang luas ini hingga ia tidak tahu mana kamar Arini.
“Kamar kakak kamu Andra,” jelas ibu Ana.
“Kamar kak Andra,” ulangnya dengan Alis mengernyit.
“Ia.”
Tirta lalu melangkahkan kakinya menuju kamar kakaknya di mana tempat Arini tidur selama ini. Tak beberapa lama ia telah sampai di depan kamar. Ada perasaan ragu untuk mengetuk pintu apalagi mengatakan jika dia ingin tidur bersama.
“Apa aku masuk ke dalam? Bagaimana kalau dia mengira aku mau menghabiskan malam pertama dengannya,” batin Tirta terdiam di depan pintu. “Tapi kalau aku tidak masuk orang tuanya bisa curiga.”
Setelah berperan batin Tirta mengetuk pintu.
Tok ... tok
Tak beberapa lama pintu terbuka.
“Kamu.” Alis Arini mengernyit menatap pemuda tinggi berdiri menjulang di pintu.
“Emm.” Tirta berdeham mengalihkan pandangannya. “Aku akan tidur di sini, agar orang tuamu tidak curiga,” ucapnya dengan wajah datar.
Arini hanya diam mengerti ia juga tidak mau orang tuanya curiga, Arini pun bergeser memberi jalan untuk Tirta masuk ke dalam kamar.
Tirta dan Arini telah berada dalam kamar suasana terasa sangat canggung entah apa yang harus mereka lakukan. Mereka kompak berdiri di samping ranjang dengan pikiran masing-masing mungkinkah mereka tidur di ranjang yang sama.
Tirta melangkah ke ranjang kemudian duduk di pinggir menatap Arini yang masih diam mematung. “Aku tidak akan menyentuhmu, lagi pula kamu itu bekas kakakku,” cibir Tirta dengan senyum menyeringai.
“Kau jangan berharap aku akan menerimamu sebagai istriku, aku tidak akan menerima bekas kakakku, kelak kita juga akan berpisah,” ketus pemuda tampan ini dengan sinis.
Arini menarik napas lega mendengar ucapan Tirta yang tidak akan menyentuhnya, walau hatinya sedikit miris di katakan bekas Andra, seolah ia adalah barang padahal hanya statusnya saja mantan Andra namun hingga saat ini ia masih suci.
“Iya saya mengerti. Kita menikah hanya karena nenek dan Saya juga tidak berharap pernikahan ini bertahan lama, saya hanya mencintai kakak kamu dan saya akan terus menunggunya,” Arini juga tidak berharap memberikan kesuciannya pada Tirta pemuda yang tidak ia cintai saat ini ia masih memikirkan Andra cinta pertamanya.
Arini menuju ranjang dan meraih bantal di ranjang. “Tidurlah di ranjang itu saya akan tidur di sofa,” ucap Arini membawa bantal di sofa.
Tirta masih duduk menatap Arini yang berbaring di sofa.
“Dia setuju akan berpisah denganku nanti, berarti tujuannya menikah denganku adalah menunggu kak Andra, ia masih mengharapkan kak Andra, gigih dan sabar sekali dia menunggu kak Andra, aku baru liat ada perempun sesabar dia,” batin Tirta kemudian ikut merebahkan tubuhnya menuju ruang mimpi yang indah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Fi Fin
aki sdh baca karya pertamamu thor ..
jodoh pilihan kakak . itu bagus banget ceritanya . n ini novel keduamu jg bagus . aku suka ..semangat thor
2022-01-04
1
@shiha putri inayyah 3107
ga sabar nunggu Tirta jd bucin sm Arini...
2021-11-27
0
khair
udah ama andra campur juga tetap suci kok...selama janda gk pernah macam macam..
2021-09-03
1