Di tengah-tengah acara makan, Milady ijin keluar ruangan dengan alasan ke toilet. setelah sebelumnya ia mengirimkan pesan singkat ke Trevor bertuliskan 'Aku perlu bicara' .
Trevor menerima pesan sambil menghela napas dan melayangkan pandangan setuju ke Milady.
Jadi, Milady sekarang berdiri di ruang terbuka, menatap taman bunga di bagian lain restoran sambil merokok, menunggu Trevor datang.
Mall itu dibangun dengan konsep Piazza. Ada sebagian mall yang konsepnya ruang terbuka. Salah satunya adalah restoran yang ia masuki saat ini, memiliki taman bunga dibagian tengahnya. Ruang pertemuannya berseberangan dengan keberadaannya saat ini. Menurut Milady, ia sekarang tidak akan terlihat dari sana.
Pria itu datang tak sampai 5 menit sejak pengiriman pesan singkat tadi.
"Lady." Sapanya.
"Maksudnya apa sih Trev?" Milady langsung menembak Trevor dengan pertanyaan.
"Kamu tahu maksudku." Dalih Trevor sambil menghela napas. Terlihat kalau ia benar-benar membutuhkan bantuan Milady saat ini.
"Pernikahan itu sesuatu yang sakral, janji kamu di hadapan Tuhan yang harus dipertanggung jawabkan sampai mati. Bagaimana bisa itu menjadi cara kamu untuk bertemu Ayumi dengan bebas?! Aku pasti akan membantu kamu untuk bertemu Ayumi sesering mungkin, tapi caranya bukan begini!"
"Lady, please... Aku ngga tahu lagi dengan cara apa bisa bertemu dia. Belakangan mata-mata ayah hampir saja memergoki kami, untung saja apartemen Ayumi belum diketahui! Hanya kamu harapanku!"
"Ya Ampun Trevor..." Desis Milady.
"Lady... Ayumi hamil."
Milady memejamkan mata sambil mengumpat.
Trevor bertindak terlalu jauh kali ini.
"Jangan bilang itu salah satu cara kamu..."
"Untuk memaksa ayah setuju? Ya. Kalau Ayumi terlanjur hamil, mau ngga mau kami akan dinikahkan."
"Trevor, kalau Ayumi sampai hamil, kemungkinan kalian akan dinikahkan lalu dipaksa bercerai dan hak asuh anak akan diberikan padamu. Itu berarti Ayumi akan sendiri lagi..." Sahut Milady. Dan wanita itu berpikir, Ayumi akan diceraikan dengan uang tunjangan yang pasti jumlahnya tidak main-main. Namun ia tidak sampai hati mengucapkannya ke Trevor.
Trevor menghela napas lagi.
Sudah sejak lama perihal Ayumi menjadi pelik dalam kehidupannya. Sikap ayahnya yang kaku dan selalu curiga memperburuk keadaan.
Milady sangat mengerti keadaan Trevor, ia bukannya tidak acuh, bahkan ia seringkali membantu Trevor kabur menemui Ayumi.
Dan Trevor setuju dengan Milady.
Saat Ayahnya tahu kalau Ayumi sudah hamil, besar kemungkinan akan terjadi seperti yang tadi Milady katakan.
Dan tiba-tiba ada peluang ini...
Perjodohan ini bisa jadi satu-satunya cara agar ia bisa bebas menemui kekasihnya.
"Aku tidak mengenal ayah kamu." Milady menatap Trevor. "Tapi aku ngga suka cara ini. Perasaanku tidak enak, dan kamu tahu kalau feelingku kebanyakan benar-benar terjadi!"
"Aku butuh ketemu Ayumi sesering mungkin karena dia sedang hamil. Aku butuh di dekatnya." Sahut Trevor serius. "Milady, saat kita menikah, aku juga akan mengijinkan kamu untuk bertemu orang yang kamu sukai. Saat emosi ayah saya sudah mereda, kita bisa bercerai."
"Berapa lama?" tanya Milady.
"Selama yang dibutuhkan..."
Milady menyandarkan tubuh langsingnya di dinding batu hitam.
Ia butuh berdoa.
Dan menenangkan diri beberapa saat.
Dan yang lebih penting, lepas dari tatapan Sebastian yang menyesakkan beberapa saat.
Lalu yang selanjutnya ada, hanya keheningan.
Mereka menatap taman bunga dan tenggelam di pikiran masing-masing.
"Ayumi selalu suka sakura. Sebentar lagi musim semi... Ia pasti mengajakku ke taman Ueno untuk hanami..." Gumam Trevor. ia merogoh kantong jasnya dan mengeluarkan beberapa butir vitamin, katanya itu vitamin namun Milady juga tidak yakin, dan menegaknya tanpa air.
Trevor biasa menegaknya saat sedang gugup.
Sial... Batin Milady.
Ia selalu tidak tahan kalau Trevor sudah merajuk seperti ini...
Wanita itu menghembuskan asap rokoknya dengan perlahan.
"Baiklah... Kamu atur aja sebisa kamu. Kita menikah. Kabari pacar kamu rencananya, agar ia tidak salah paham...."
Sekali lagi ia akan terjun ke dalam pernikahan settingan.
Lama-lama hidupnya akan penuh kepalsuan. Terlalu banyak yang disembunyikan...
Trevor meraih tangannya dan mengecup buku jarinya perlahan.
"My Lady... Thankyou..." Desis Trevor sambil tersenyum.
Pria itu suka melakukannya saat ia berterimakasih ke Milady.
Dulu, awalnya, Milady terkesan. Namun Trevor terlalu sering melakukannya sampai maknanya menghilang perlahan-lahan.
Mungkin juga Trevor melakukannya karena nama Milady terasa cocok diperlakukan seperti itu.
"Hm..." Milady hanya bergumam. "Bilang ayah ibu, aku jalan-jalan di taman sebentar..."
Restauran ini menjadi favoritnya bukan tanpa alasan.
Ada kisah cinta dibalik pembangunannya.
Konon, si pemilik adalah seorang wanita muda yang berusia 20 tahun saat mulai mengeluarkan konsepnya.
Ia jatuh cinta pada seorang pria yang statusnya playboy kelas atas.
Si wanita adalah sosialita hedonis, kaya raya, pada mulanya diperlakukan tidak pantas oleh si playboy. Lalu ia ditinggalkan dalam keadaan jatuh cinta dan kehormatannya terenggut.
Si wanita berupaya mendekati si playboy dengan segala cara namun tidak berhasil dan selalu dihalang-halangi, sampai akhirnya ia bertemu seorang teman yang mengenal si playboy.
Si teman memberikan saran, bahwa untuk mendekati si playboy, si wanita harus membawa proposal kerjasama yang berkaitan dengan pekerjaan si playboy. Kebetulan si Playboy bekerja di Bank sebagai Direktur Bisnis, sehingga yang disasar adalah prospek untuk target si playboy.
Dan si teman menyarankan, agar si wanita jual mahal, tarik ulur, berusaha tidak butuh, dan pantas untuk di perhitungkan sebagai prospek yang bagus untuk memenuhi target si playboy.
Dan restoran ini, yang tadinya bisa terbangun dengan cepat menggunakan uang tabungan si wanita, malah ia jadikan objek untuk mengejar cintanya. Bisnis kerjasama menjadi alasan tetselubung mereka untuk lebih sering bertemu.
Saat membangun restoran, si wanita mulai mengenal si playboy, sampai pada akhirnya terkuak alasan si Playboy meninggalkan si wanita adalah karena si playboy mulai jatuh cinta dengan si wanita sejak awal mereka bertemu.
Namun melihat si wanita begitu lemah, rapuh dan naif membuat si playboy merasa bersalah.
Akhirnya si playboy jatuh kepelukan si wanita dan saat restoran ini jadi, si playboy melamar si wanita di taman bunga ini.
Kesuksesan didapat dari hasil kerja keras...itu maknanya.
Milady berjalan perlahan menyusuri selasar. Sambil bermimpi mengenai cinta.
Kapan ia akan dilamar di tempat romantis begini?
Lamaran atas dasar cinta dan penyerahan seutuhnya, bersama kekasih dalam suka dan duka, saling mendukung seumur hidup...
Namun yang lebih dipertanyakan dari dirinya adalah...
Pernahkah ia jatuh cinta?
Mungkin pernah...
10 tahun yang lalu...
Dengan cara yang salah, dan orang yang salah.
Dan orang itu kini sedang menunggunya di ujung lorong bunga.
Sesaat Milady menghentikan langkahnya. Ia masih di seberang ruang pertemuan. Rencananya memang mau merenung sendiri.
Kenapa Pria itu di sini?!
Apakah ia menyusul Milady?
Atau ia memata-matai Trevor yang keluar ruangan 5 menit dari Milady pamit ke toilet?
Sebastian berdiri di sana, di depannya, dalam balutan kemeja putih yang dilipat sampai ke siku dan vest biru yang terlihat mahal. Tangannya dimasukan ke saku celananya, bersandar santai ke dinding sambil menatap Milady.
Raut wajahnya muram, dan matanya menatap wanita itu dengan dingin.
Kapan mereka pernah berbincang?
Belum pernah.
Mereka belum pernah mengobrol.
Bahkan baru hari ini Milady mendengar suara Sebastian.
Seperti yang sudah ia duga, suaranya rendah dan dalam.
Waktu itu mereka melakukannya dalam diam.
Seakan masing-masing langsung tekoneksi saat itu, tanpa bicara hanya dengan tatapan, mereka langsung tahu keinginan masing-masing.
Memang penuh misteri...
Namun itulah yang terjadi.
Sungguh sulit dipercaya.
Hanya Milady yang bersuara, kalimat perpisahan di saat terakhir mereka bertemu.
Ia tidak lupa wajah kecewa Sebastian saat kalimat itu ia ucapkan.
Maaf saja, tapi Milady tidak ingin menjadi simpanan Om Om konglomerat. Ia hanya ingin hubungan profesional, tanpa ikatan dan hanya semalam.
Mereka saat itu sama-sama saling membutuhkan, dan Milady tidak ingin terkena masalah.
Ia tidak mengenal Sebastian.
Namun, perasaan mereka berkembang saat pertemuan kedua terjadi.
Di pertemuan kedua, mereka melakukan dengan penuh hasrat. Dan saat ia jatuh cinta, ia langsung tahu waktunya untuk berhenti dan melupakan.
Ia tidak boleh jatuh cinta pada orang yang salah.
Jadi ia lontarkan kalimat perpisahan.
Lucu juga kalau melihat bagaimana takdir berjalan, mengatur umatnya.
Seperti dirinya saat ini.
Tapi mungkin jauh lebih baik kalau ia hanya sebagai penonton, dan bukan pemeran seperti saat ini.
Milady mendekati Sebastian.
Akhirnya mereka bertemu lagi.
Berdiri berhadapan di hamparan bunga.
Mungkin Milady akan mengingat masa ini seumur hidupnya.
*****
Cantik...
Batin Sebastian.
Cantik yang menyiksa.
Menghujam tepat di jantungnya.
Hal seperti ini di usianya yang sudah lanjut, benar-benar pekerjaan berat.
Apakah mereka akan tetap berkomunikasi dengan tatapan, seperti saat itu?
Tapi Sebastian ingin mendengar suara bidadari di depannya ini.
Lagi dan lagi.
Ia merekam adegan demi adegan saat perbincangan di ruang anggrek tadi, itu sebabnya Sebastian lebih banyak diam.
Ia sedang menikmati alunan suara wanita ini.
Merdu sekaligus menyakitkan.
Dan kini mereka bertatapan.
Ia sangat merindukan wanita ini.
Ia juga baru tahu nama wanita di depannya tadi hari ini.
Milady Adara...
Nama yang sangat indah .
Sesuai pemakainya.
Indah dengan caranya sendiri.
"Milady." Sapa Sebastian akhirnya.
Wanita itu tampak terkesima. Ia tidak siap sepenuhnya saat namanya dipanggil oleh pemilik hatinya.
Jantungnya langsung berdebar kencang.
Suara Sebastian dalam dan terkesan tegas.
Milady ragu-ragu membalasnya.
Harus dengan panggilan apa ia menyambutnya? Pak? Om? Boss? Atau Tuan sekalian? Seperti di novel-novel romantis, Tuan Besar?
Akhirnya karena mereka hanya berdua saja, Milady membalasnya dengan,
"Sebastian."
Pria itu tampak tersenyum tipis di balik jambangnya yang memutih.
Kemungkinan besar merasakan hal yang sama dengan Milady.
Yang jelas, ia mengijinkan Milady memanggil namanya dengan santai tanpa julukan apapun.
Dan terlihat jelas dari tatapan Milady, kalau perasaan mereka sama, saling tertarik sejak lama.
Tidak...
Sebenarnya, lebih dari tertarik.
"Apa kabar?" Tanya Sebastian akhirnya.
"Kamu lihat sendiri keadaanku." Kata Milady.
Menurutnya, Ayah dan ibunya sudah cukup mengumbar semua aib hidupnya, jadi ia merasa tidak perlu menjelaskan lebih lanjut.
Pria itu tersenyum lagi.
Sebastian menatapnya dari rambut sampai sepatunya.
Milady menatap pria itu sambil menyesap rokoknya.
Ia perlu minum...
Mungkin setelah ayah ibunya pulang, ia akan minum.
Kalau perlu mabuk berat sekalian, untuk melupakan hari ini.
"Terimakasih." Sahut Milady.
Sebastian mengangkat alisnya.
"Untuk?" Tanya pria itu.
"Aku belum mengucapkan itu disaat terakhir kita bertemu." kata Milady.
Sebastian tampak terpaku.
Pikirannya langsung mengingat kembali hari itu.
Hari dimana semua menjadi lebih terasa nyata.
Juga terasa menyiksa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 178 Episodes
Comments
Murdiyanti Soemarno
Baca dan baca lagi untuk kesekian kalinya, gak nemu novel sejenis berakhir kembali ke sini lagi, sehat² selalu author kesayangan, selalu di nantikan karya luar biasa berikutnya ❤❤❤
2025-03-29
0
ahjuma80
emosi nya sampe berasa, madam berasa nyata aku bacanya
2024-06-24
2
maya ummu ihsan
mbak six ya
2024-06-12
0