Setelah Alex tak terlihat lagi, Aluna pun menghela nafas panjang. Aluna juga mendengus kesal hingga membuat Farhat menoleh kearahnya. Rupanya Farhat penasaran mengapa sang istri tak menyapa Alex tadi.
"Kenapa ga menyapa papamu tadi. Apa kamu masih marah sama beliau?" tanya Farhat.
"Aku ga bisa marah sama dia karena aku ga punya perasaan apapun untuknya," sahut Aluna.
Jawaban Aluna membuat Farhat menggelengkan kepala. Dia tahu Aluna sedang berbohong dan berusaha menyembunyikan perasaannya.
"Terus kalo ga punya perasaan apa-apa, kenapa mendengus kesal tadi?" tanya Farhat.
"Oh itu. Aku cuma kesel aja sama orang kaya yang menyelesaikan masalah dengan uang. Apa mereka pikir uang itu cukup untuk mengembalikan waktu yang hilang?!" sahut Aluna ketus.
"Waktu yang hilang?" ulang Farhat tak mengerti.
"Ck, percuma dijelasin. Kamu pasti ga bakal paham. Udah yuk, kita pulang aja. Aku capek," kata Aluna sambil melangkah lebih dulu meninggalkan suaminya.
Farhat tak bisa berbuat apa-apa karena dia yakin akan sulit membujuk Aluna agar menyudahi kebenciannya kepada sang papa.
Saat Farhat akan melajukan mobilnya, tiba-tiba dia melihat Alex bersama seorang pria berpakaian kusut. Farhat yakin pria itu adalah keponakan yang Alex maksud tadi.
"Oh jadi itu keponakannya. Apa kamu kenal sama dia Sayang?" tanya Farhat sambil menoleh kearah Aluna yang sedang berbalas pesan melalui ponselnya.
"Siapa?" tanya Aluna sambil mengangkat kepalanya.
"Cowok yang di samping papa kamu," sahut Farhat sambil menunjuk kearah keponakan Alex dengan ujung dagunya.
Aluna mengikuti arah yang ditunjuk suaminya dan terkejut saat mengetahui siapa keponakan yang dimaksud Alex tadi.
"Dia?. Itu kan cowok sombong yang berantem sama kuli panggul yang bantuin bawain belanjaan Aku tadi!" kata Aluna tak percaya.
"Masa sih. Kalo papa kamu bilang dia keponakannya, artinya dia juga sepupu kamu Sayang," kata Farhat antusias.
"Kayanya sih gitu," sahut Aluna dengan enggan.
"Kalo sepupu kamu baik-baik aja, artinya yang terluka justru si kuli panggul itu. Apa itu betul Sayang?" tanya Farhat.
"Mungkin, soalnya aku ga liat kuli panggul itu saat ngasih keterangan di dalem kantor tadi. Ya Allah, kasian banget. Pasti kuli panggul itu sakit hati. Dia ga salah tapi justru dia yang terluka dan dirawat di Rumah Sakit. Dan sialnya pelaku bukannya ditahan tapi malah dibebasin dengan jaminan," kata Aluna kesal.
Farhat pun berdecak kesal mengetahui ketidak adilan di hadapannya. Apalagi melihat Alex yang nampak santai membawa pulang keponakannya yang bersalah itu seolah tak pernah terjadi apa-apa tadi.
"Apa boleh aku menjenguk kuli panggul itu Sayang?" tanya Aluna tiba-tiba.
"Untuk apa?" tanya Farhat tak mengerti.
"Ya ngasih semangat dong. Walau aku ga terlibat dengan perkelahian mereka, tapi aku kan tau persis apa yang terjadi. Mungkin kedatangan kita bisa membuatnya terhibur," sahut Aluna.
Farhat nampak berpikir sejenak kemudian mengangguk. Setelahnya dia melajukan mobil menuju Rumah Sakit dimana kuli panggul itu dirawat.
\=\=\=\=\=
Farhat dan Aluna duduk di depan kamar sambil menunggu dokter selesai mengecek kondisi pasien. Setelahnya mereka berdiri dan menyambut sang dokter dengan berbagai pertanyaan.
"Apa lukanya parah, berbahaya dan bisa sembuh ga dok?" tanya Aluna beruntun.
"Lukanya lumayan parah tapi ga sampe mengenai organ penting Bu. Soal berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk sembuh, itu tergantung pasiennya," sahut dokter.
"Maksudnya gimana ya dok?" tanya Aluna tak mengerti.
"Sembuh atau ga tergantung seberapa taat pasien menjalankan semua aturan yang diberikan. Termasuk minum obat dengan teratur, juga beberapa hal yang boleh atau dilarang dilakukan selama proses penyembuhan," sahut sang dokter.
"Apa perlu dioperasi dok?" tanya Farhat.
"Ga perlu Pak. Darah yang keluar memang lumayan banyak tadi, tapi setelah dikasih obat, lukanya udah mulai mengering dan darahnya juga ga keluar lagi. Yang penting sekarang pasien cukup istirahat biar cepet pulih. Dan untuk ke toilet masih perlu dibantu biar lukanya ga terbuka lagi," sahut dokter.
"Iya dok, makasih ...," kata Aluna dan Farhat bersamaan.
Sang dokter pun mengangguk lalu melangkah untuk melanjutkan tugasnya mengecek pasien di kamar lain.
Kemudian Aluna dan Farhat mengetuk pintu. Istri sang kuli panggul yang saat itu berada di kamar pun menoleh lalu tersenyum. Dengan ramah wanita itu mempersilakan Aluna dan Farhat masuk ke dalam kamar.
"Assalamualaikum, selamat sore. Kenalin Bu, saya Aluna. Dan ini suami saya, namanya Farhat" kata Aluna memperkenalkan diri.
"Iya Mbak. Saya Tika, istrinya Mas Didik," kata Tika sambil tersenyum.
Kemudian mereka saling berjabat tangan. Tika menarik kursi untuk Aluna lalu dia memilih duduk di tempat tidur di samping suaminya.
"Saya ada di sana saat kejadian Bu. Dan saya ga nyangka kalo hal sepele itu bikin pak Didik celaka. Maaf kalo saya ga bisa membantu karena jujur saya juga takut ngeliat mereka berkelahi tadi," kata Aluna membuka percakapan.
"Gapapa, Mbak ga perlu minta maaf. Kalo saya ada di sana, saya juga pasti takut Mbak," sahut Tika hingga membuat Aluna tersenyum.
"Saya baru aja dimintai keterangan di kantor Polisi. Tapi sayang ... " Aluna sengaja menggantung ucapannya.
"Sayang kenapa Mbak?" tanya Tika tak sabar.
"Pelakunya dibebasin sama Polisi karena keluarganya datang memberikan jaminan dengan sejumlah uang," sahut Aluna tak enak hati.
Ucapan Aluna membuat Tika dan Didik saling menatap lalu tersenyum getir.
"Itu udah biasa Mbak. Mereka pasti ga akan membiarkan bocah kesayangannya mendekam di penjara," kata Didik sambil melengos.
Ucapan Didik membuat Farhat penasaran.
"Keliatannya Pak Didik tau banget siapa yang membela pelaku. Apa Pak Didik kenal sama mereka?" tanya Farhat kemudian.
Didik menghela nafas panjang sebelum menjawab pertanyaan Farhat. Awalnya dia enggan menceritakan sesuatu yang merupakan rahasia kelam keluarganya. Tapi melihat kebaikan Aluna dan Farhat membuat Didik tersentuh. Dia merasa Aluna dan Farhat bisa dipercaya hingga tak ada salahnya menceritakan semuanya.
"Karena saya dan mereka adalah keluarga Mas," kata Didik sesaat kemudian.
Meski diucapkan dengan lirih namun berhasil membuat Aluna terkejut.
"Keluarga. Maksudnya keluarga gimana Pak?" tanya Aluna penasaran.
"Cowok yang nusuk saya tadi namanya Barry, cucu seorang pengusaha terkenal di Jakarta yang bernama Danar," kata Didik.
Ucapan Didik membuat Aluna makin penasaran. Aluna nampak duduk dengan tenang sambil menyimak cerita Didik. Namun kalimat Didik selanjutnya membuat Aluna terkejut bukan kepalang.
"Saya sendiri adalah anak kandung Danar dengan wanita lain yang bukan istri sahnya. Saya lahir sebagai buah perselingkuhan Danar dengan ibu saya, wanita yang merupakan perawat pribadinya dulu. Kelahiran saya ga pernah diinginkan. Dengan kata lain saya dianggap anak haram oleh Danar. Meski pun begitu, saya lahir dalam sebuah pernikahan yang sah karena Danar dan ibu saya menikah siri," kata Didik dengan suara bergetar.
"Ja-jadi Pak Didik ini omnya si Barry dan anaknya pak Danar," ulang Aluna dengan suara tercekat.
"Iya Mbak. Tapi meski pun saya memiliki darah Danar di dalam tubuh saya, tapi kehidupan saya tak seberuntung anak Danar lainnya. Saya tetap harus berjuang untuk sesuap nasi karena Danar sama sekali ga mau memberikan sedikit hartanya untuk saya cicipi. Jangankan ngasih warisan seperti kepada anak dan cucunya yang lain, Danar justru menghambat karir saya Mbak. Dia sengaja membuat saya miskin. Saya ga bisa bertahan lama kerja di sebuah perusahaan karena selalu dipecat. Awalnya saya ga tau. Saya bertanya-tanya kenapa perusahaan-perusahaan itu selalu punya seribu satu alasan untuk memecat saya. Dan saat saya tau Danar lah penyebabnya, saya kecewa. Walau saya punya gelar Sarjana, bakal sulit buat saya bisa sukses karena selalu dijegal. Pak Danar selalu menyurati perusahaan tempat saya bekerja dan meminta mereka memecat saya. Saya ga bisa berbuat apa-apa karena saya ga punya kekuatan. Untuk buka usaha mandiri saya juga ga bisa karena saya ga punya uang untuk modal. Makanya saya jadi kuli panggul di pasar karena saat ini cuma pekerjaan itu yang bisa menghasilkan uang tanpa modal," sahut Didik sambil tersenyum getir.
Ucapan Didik membuat Aluna shock. Dia tak menyangka kakeknya yang terkenal bijaksana itu tega menelantarkan anak kandungnya sendiri. Ternyata bukan hanya dia dan Kevin yang diabaikan tapi juga Didik.
Tiba-tiba Aluna berdiri dari duduknya lalu lari keluar ruangan hingga mengejutkan semua orang.
"Sayang. Mau kemana Kamu?!" panggil Farhat.
Tak ada sahutan karena Aluna berlari dengan cepat meninggalkan ruangan itu.
"Maaf Pak, Bu. Saya kejar istri saya dulu ya," pamit Farhat lalu bergegas keluar ruangan.
"Iya Mas," sahut Didik dan Tika bersamaan.
"Ada apa ya Pak. Kenapa mbak Aluna lari?" tanya Atika.
"Ga tau Bu. Mungkin terharu mendengar ceritaku," sahut Didik.
"Masuk akal sih. Soalnya aku juga ngeliat dia ngusap matanya tadi. Kayanya dia nangis ya Pak," kata Atika.
"Tapi kalo terharu kan ga perlu sampe lari juga Bu. Jangan-jangan ada hal lain yang bikin dia menangis," kata Didik gusar.
"Ga usah terlalu dipikirin Pak. Itu bukan urusan kita. Yang penting sekarang Bapak nurut kata dokter biar cepet sembuh ya," kata Atika.
"Iya Bu. Bapak juga ga betah lama-lama di sini," sahut Didik.
Atika pun tersenyum lalu merapikan selimut yang menutupi sebagian tubuh Didik. Sesekali Atika melirik ke arah pintu seolah berharap Aluna dan Farhat kembali. Tapi sayang, setelah hampir satu jam menunggu Aluna dan Farhat tak juga menampakkan batang hidungnya.
Atika pun menghela nafas panjang seolah ingin membuang rasa penat. Entah mengapa Atika merasa kehadiran Aluna akan membawa angin segar dalam hidupnya.
bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments