16. Terpaksa Berpisah

Hari itu Farhat masih sibuk menenangkan Aluna yang terus menangis di pelukannya. Kevin dan Anita yang sengaja menginap di rumah Farhat pun tak sanggup menghibur Aluna. Keduanya hanya bisa menunggu Aluna selesai melampiaskan rasa gundahnya.

Aluna menangis karena sedih. Dia tak ingin Farhat pergi meninggalkannya walau pun itu demi tugas. Ya, Farhat terpaksa pergi ke Jakarta seorang diri untuk menunaikan tugasnya seperti yang pernah ia sampaikan beberapa waktu lalu. Farhat tak bisa mengajak Aluna mengingat kondisi sang istri yang mengkhawatirkan.

"Udah dong Sayang. Emangnya kamu ga capek nangis semaleman. Sampe kurang tidur juga. Itu kan ga baik buat kamu dan anak kita," kata Farhat dengan lembut.

"Biarin. Ini semua kan gara-gara kamu," sahut Aluna di sela tangisnya.

"Kok aku sih," kata Farhat tak mengerti.

"Aku nih lagi sedih Sayang. Kenapa kamu ga ngerti juga sih?!" tanya Aluna kesal sambil menepis tangan Farhat yang mengusap kepalanya.

"Iya aku tau. Abis gimana lagi. Aku emang harus berangkat karena udah ditunggu di Jakarta. Ini aja aku ngulur waktu sampe seminggu lebih karena mikirin semuanya. Mau ngajak kamu tapi ga mungkin karena kondisi kamu terlalu lemah. Aku khawatir membahayakan kamu dan anak kita kalo maksain kamu ikut," kata Farhat dengan sabar.

Aluna nampak menundukkan wajah sambil sesekali mengusap air matanya yang terus mengalir.

"Aku juga sedih ninggalin kamu yang lagi hamil begini. Aku juga maunya nemenin kamu menjalani kehamilan ini bersama-sama. Tapi aku bisa apa, ini kan udah kewajiban yang harus aku jalanin. Lagian aku ga pergi begitu aja kok. Aku nitipin kamu sama Kevin dan Anita. Dan aku yakin mereka bakal jagain kamu dengan baik nanti," kata Farhat kemudian.

"Tapi aku maunya sama Kamu Bang ...," rengek Aluna.

Farhat pun menggelengkan kepala sambil tersenyum melihat tingkah Aluna.

"Atau gini aja, bilang sama atasan kamu, istri kamu lagi sakit parah sekarang. Terus minta orang lain buat gantiin kamu. Nah, kamunya tetep di kota ini. Kalo harus dikirim ke tempat lain, asal masih kota yang ada di sekitar sini aja sih gapapa," kata Aluna.

"Ya ga bisa gitu dong Sayang, semua kan ada aturannya. Mana bisa aku nawar begitu. Lagian kalo aku nolak, bisa-bisa aku dapat SP dan itu ga bagus untuk karirku ke depannya," sahut Farhat gusar.

"Jadi buat kamu karir lebih penting dibanding aku dan anak ini ya Bang. Aku ga nyangka pikiran kamu sedangkal itu. Aku kecewa sama kamu Bang!" kata Aluna marah lalu beranjak pergi meninggalkan Farhat.

"Bukan gitu maksudku Sayang ...," kata Farhat sambil berusaha mengejar sang istri tapi sayang Aluna mengabaikannya.

Farhat nampak menghela nafas panjang sambil mengusak rambutnya.

"Keras kepala banget ya Bang," kata Kevin tiba-tiba.

Farhat pun menoleh dan tersenyum melihat Kevin yang sedang berdiri di ambang pintu kamar.

"Sedikit. Tapi wajar lah, Aluna kan lagi hamil. Pasti hormon kehamilannya yang bikin dia gampang ngambek. Padahal biasanya Aluna itu asyik diajak bicara. Kayanya aku memang harus lebih sabar aja menghadapinya," kata Farhat bijak.

Kevin tersenyum mendengar ucapan kakak iparnya itu. Dia bahagia karena Aluna memiliki suami yang sabar dan pengertian hingga bisa menyikapi masalah yang datang dengan santai.

"Terus Abang jalan jam berapa?" tanya Kevin.

"Jam dua siqng," sahut Farhat sambil mengecek semua barang yang akan dia bawa.

Kevin pun mengangguk lalu bergegas mencari Aluna. Kevin tersenyum melihat Aluna sedang duduk sambil menyobek daun-daun dari tanaman hias yang ada di teras rumah. Nampaknya Aluna melakukannya tanpa sadar karena Kevin tahu betapa sayangnya Aluna pada tanaman-tanaman hias itu.

"Kak ...," panggil Kevin.

"Hmmm ...," sahut Aluna tanpa menoleh.

"Jangan ngambek lagi dong Kak. Kasian bang Farhat. Apa ga sebaiknya Kakak manfaatin kesempatan ini untuk bermanja-manja dikit sama bang Farhat. Dia bakal berangkat nanti siang dan Kakak bakal ga ketemu dia dalam waktu lama lho. Pasti kangen deh nanti," kata Kevin mengingatkan.

"Kakak nih lagi kesel Kev. Bisa-bisanya kamu nyuruh kakak buat manja-manja sama bang Farhat!" sahut Aluna ketus.

"Tapi Kakak kesel karena bang Farhat kan. Dan asal Kakak tau. Biar pun Kakak ngambek, bang Farhat bakal tetep pergi karena emang dituntut begitu. Jadi, kenapa kesempatan ini ga dimanfaatin sebaik-baiknya biar pas berjauhan nanti ada moment manis yang bisa dikenang," kata Kevin sambil menaik turunkan alisnya.

"Ck, kakak tau kemana arah pembicaraan Kamu Kev," kata Aluna sambil melengos sebal.

Bukannya marah, Kevin justru tertawa mendengar ucapan Aluna. Kevin pun bangkit lalu menarik tangan sang kakak dan membawanya ke kamar. Saat tiba di depan pintu kamar Kevin berhenti.

"Udah jangan kebanyakan gengsi. Kasih kesempatan bang Farhat buat pamit sama anaknya sebentar ya," bisik Kevin sambil mendorong tubuh Aluna ke dalam kamar.

Melihat Aluna kembali ke dalam kamar Farhat pun senang. Apalagi dia juga melihat Kevin mengedipkan mata kearahnya seolah memberi isyarat agar dia memanfaatkan kesempatan dengan sebaik mungkin. Farhat pun mengangguk sambil mengacungkan ibu jarinya lalu bergegas menutup pintu kamar.

\=\=\=\=\=

Setelah Farhat dipindah tugaskan ke Jakarta, otomatis Aluna tak lagi punya hak untuk tinggal di rumah dinas karena rumah itu akan ditempati karyawan lain. Karenanya Aluna kembali ke rumahnya dan tinggal bersama Kevin dan keluarga kecilnya.

Hari-hari Aluna lalui dengan gelisah. Apalagi saat usia kehamilannya bertambah, maka keinginan yang tak lazim yang sering disebut 'ngidam' pun datang. Aluna bingung dan hampir menangis karena keinginan yang seharusnya dipenuhi oleh suaminya itu tak bisa terwujud.

"Kakak kenapa, kok sedih gitu keliatannya. Inget bang Farhat lagi?. Kan bisa telepon lagi nanti," kata Anita sambil menata meja makan.

"Bukan itu Nit," sahut Aluna.

"Terus apa dong?" tanya Anita sambil mendekati Aluna.

"Tiba-tiba Aku tuh pengen makan rujak cingur. Tapi ga tau beli dimana," sahut Aluna sambil mengusap perutnya.

Mendengar jawaban Aluna membuat Anita tersenyum. Dia maklum jika Aluna sedang mengidam sekarang.

"Kenapa Kakak ga bilang daritadi. Kak Kevin pasti mau kok nyariin sampe ketemu. Di restoran yang menjual makanan khas Jawa di simpang jalan itu kayanya ada menu rujak cingurnya deh Kak," kata Anita.

"Masa sih?" tanya Aluna.

"Iya. Aku bilang sama kak Kevin kalo Kakak ngidam rujak cingur dulu ya. Biar ntar bisa dibeliin," kata Anita sambil melangkah.

"Jangan Nit. Kakak ga mau ngerepotin Kevin. Nanti kakak mampir ke sana deh sekalian belanja perlengkapan laundry," cegah Aluna.

"Jangan pernah ngomong gitu Kak, aku ga suka dengernya. Kak Kevin juga pasti marah kalo denger Kakak ngomong kaya gitu. Kakak itu bukan beban, jadi ga ngerepotin sama sekali," kata Anita lugas.

"Iya, maaf ...," sahut Aluna.

"Kalo Kakak khawatir ngerepotin Kak Kevin, gimana kalo Kita aja yang nyari rujak cingur itu sekalian jalan-jalan sore. Kita bisa boncengan naik motor nanti. Gimana, Kakak mau ga?" tanya Anita kemudian.

"Ide bagus. Boleh lah kalo gitu!" sahut Aluna antusias.

"Ok. Kalo gitu aku ambil motor sekalian ijin sama kak Kevin sebentar ya," kata Anita sambil keluar menuju bengkel suaminya.

Tak lama kemudian Anita kembali sambil tersenyum. Nampaknya Kevin telah memberinya ijin untuk mengantar Aluna.

"Mumpung Kenzo lagi tidur di gendongan Kak Kevin, kita bisa pergi sekarang Kak," kata Anita sambil mulai menstarter motor.

Aluna pun mengangguk lalu duduk di belakang Anita. Tak lama kemudian keduanya sudah berada di jalan untuk mencari makanan yang dimaksud.

Anita mengendarai motor dengan santai karena tak ingin membuat Aluna tak nyaman.

Kemudian Aluna dan Anita pun masuk ke sebuah restoran. Mereka memesan rujak cingur dan beberapa menu lainnya untuk dibawa pulang.

"Rujaknya makan di sini aja Mbak. Tapi yang lain tolong dibungkus ya," kata Aluna.

"Baik Mbak," sahut pelayan rumah makan dengan ramah.

Setelah menyantap rujak cingur, Aluna dan Anita pun bergegas kembali ke rumah. Karena waktu Maghrib akan tiba, Anita pun mempercepat laju motornya hingga membuat Aluna menjerit ketakutan. Aluna mengingatkan Anita karena khawatir dengan cara Anita mengendarai motor yang sedikit ugal-ugalan itu.

Namun malang tak bisa ditolak, untung tak bisa diraih. Motor yang dikendarai Anita pun tergelincir saat hendak menyalip mobil di depannya. Akibatnya motor oleng hingga membuat Aluna dan Anita terpelanting jatuh membentur jalan.

Sontak kejadian menjelang Maghrib itu mengejutkan semua orang dan menjadi pusat perhatian para pengguna jalan yang kebetulan melintas. Warga pun berdatangan. Sebagian membantu mengamankan lokasi, sebagian lainnya membantu Aluna dan Anita.

Aluna meringis saat merasa sakit di perutnya. Apalagi dia juga merasakan ada sesuatu yang mengalir dari organ int*mnya. Dan saat meraba ke bagian bawah tubuhnya, Aluna terkejut melihat telapak tangannya basah dengan cairan berwarna merah.

"Darah, ada darah. Aku kenapa Nit. Anakku ... tolong Anakku Nit ... !" jerit Aluna panik.

Anita yang mendengarnya pun terkejut. Tak dipedulikannya rasa sakit yang menerpa tubuh dan kepalanya. Dia segera mendekati Aluna dan ikut menjerit saat melihat darah mengalir dari bagian bawah tubuh Aluna.

\=\=\=\=\=

Aluna masih menangis menyesali kepergian calon bayinya. Rupanya kecelakaan tadi telah membuat Aluna mengalami keguguran. Dan kini Aluna baru saja selesai menjalani tindakan medis berupa kuretase.

Aluna merasa hidupnya belakangan ini sangat tak beruntung. Setelah 'berpisah' dengan suaminya karena tugas, kini dia juga harus berpisah dengan calon bayinya untuk selamanya.

Di samping Aluna terlihat Anita yang duduk dengan kepala dan tangan dibalut perban. Wajah Anita nampak tertekan karena merasa dia lah penyebab hilangnya bayi Aluna.

Tak lama kemudian Kevin pun masuk sambil menggendong Kenzo yang langsung merengek saat melihat Anita.

"Ibu ...," panggil Kenzo sambil mengulurkan tangannya.

"Sama ayah dulu ya Nak. Tangan Ibu masih sakit, jadi ga kuat gendong Kenzo," bujuk Kevin.

Sayangnya Kenzo justru menangis hingga membuat Aluna yang tengah menangis itu terganggu. Aluna mendongakkan kepalanya lalu menatap Kenzo dengan tatapan kesal.

Sadar jika Aluna terganggu dengan kehadiran anaknya, Anita pun bergegas berdiri lalu meraih Kenzo dari gendongan suaminya. Ajaib. Saat berada di gendongan Anita, tangis Kenzo pun berhenti.

"Biar aku ajak Kenzo keluar ya Yah," kata Anita.

"Iya," sahut Kevin.

"Maafin aku ya Kak ...," kata Anita sekali lagi sebelum beranjak keluar ruangan.

Aluna mengabaikan ucapan Anita dan kembali menangis. Kevin menghela nafas panjang karena bingung hendak memihak siapa karena Aluna dan Anita adalah wanita terpenting di hidupnya.

"Aku udah kabarin bang Farhat tadi Kak. Ijinnya sulit, makanya dia baru bisa pulang besok. Bang Farhat pesen supaya Kakak jangan nangis lagi. Semuanya adalah takdir Allah, jadi berbesar hati lah untuk menerimanya," kata Kevin dengan suara serak.

Ucapan Kevin membuat tangis Aluna makin kencang.

"Aku juga minta maaf atas nama Anita. Maafkan kesalahannya yang ga hati-hati dan membuat Kakak kehilangan si kecil," kata Kevin lirih sambil memeluk Aluna.

Karena Aluna tak merespon ucapannya, Kevin pun keluar dari ruangan dan meninggalkan Aluna bersama seorang perawat. Kevin tampak terpukul dan tak kuasa menahan tangis melihat kesedihan Aluna. Dia terus melangkah menyusuri koridor Rumah Sakit sambil menitikkan air mata diam-diam.

bersambung

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!