Karina -
Hair dryer berwarna hitam nan mawah ku letakkan dimeja seusai memastikan rambutku telah kering. Aku melihat seluruh produk dengan package cantik dan mewah yang tersusun rapi di meja rias dihadapanku.
Semua orang yang melihat pasti tahu ini adalah barang mahal, wajar saja mengingat kekayaan seorang Steven Lee yang bahkan bisa membeli segudang barang seperti itu. Aku tidak tahu menahu tentang merk atau brand produk dan sebenarnya kegunaannya juga aku tak tahu.
Yang jelas, penata rias yang dulu diunjuk Steven menemaniku menjelaskan bahwa itu sangat baik untuk kulit. Entahlah yang kutahu memang kulitku terlihat lebih bercahaya dan sehat setelah rutin mengenakannya.
Aku mengambil sebuah krim dengan tulisan DIOR yang biasa aku pakai karena bingung harus mengenakan yang mana. Sambil mengoleskan krim tersebut, aku teringat dengan perkataan Steven di kolam tadi.
Aku bingung, apakah ini jalan yang tepat? Apakah aku pantas untuknya? Siapa diriku untuk orang besar sepertinya. Aku juga tidak mengerti. Tapi hati tidak bisa dibohongi, sejak pertama kenal saja aku sudah terpana dengan ketampanannya. Tapi mengingat kembali perbuatannya, ini terlalu berat.
Dari pada terlalu banyak berfikir, sebaiknya aku turun untuk makan malam saja. Ketika aku turun, biasanya aku akan melihat Bibi Kim dan para pelayan yang memasak. Kali ini berbeda, malah yang aku lihat sedang memegang pisau adalah dia.
"Apa yang sedang kau lakukan?" tanyaku pada pria yang sedang membumbui daging sapinya.
Dia tersenyum melihatku datang, "aku sedang memasak untuk istri dan bayiku" katanya bangga..
Rasanya begitu hangat dan senang melihat pria yang menyukai ku memasak untuk ku. Aku berjalan cepat ke sampingnya melihat-lihat, "kau tahu cara memasak? apakah aku boleh membantu juga?" tanyaku bersemangat.
Steven menggeleng, "no, aku ingin memberikan sebuah hidangan spesial untukmu" katanya manis.
Baiklah jika cara seperti itu tidak mempan maka aku akan menggunakan cara andalan.
Aku memasang wajah imut dan menggemaskan, "oppa aku juga mau membantu melakukan sesuatu, boleh kan? boleh lahh yah? yah? yah?" dengan suara imut.
Berhasil! Dia melihat ku dengan ekspresi gemes. "Coba katakan sekali lagi, oppa?" katanya.
Dengan mata berbinar, aku mengulang kembali "oppa" kataku.
Steven takluk. Dia tertawa melihat tingkahku yang kekanak-kanakan.
"Biasanya kau memanggilku pak tua, paman, kau, sekarang akhirnya kau memanggilku oppa. Baiklah baiklah kemarilah" panggil Steven padaku.
Aku berdiri tepat disampingnya, tapi aku malah bingung mau membantu apa. Aku tidak tahu bagaimana cara dan apa yang harus aku lakukan.
- Steven -
Well! Aku takluk dengan tingkah menggemaskan wanita ku ini. Aku membiarkannya membantuku walaupun aku tahu dia tidak tahu cara memasak.
Ia terlihat kebingungan dengan semua peralatan dan bumbu masakan yang ada di meja. Karina kutarik ke hadapanku, aku memeluknya dari belakang.
"Seperti ini caranya" ujarku pada dia. Aku memotong-motong bawang, selada, tomat, dan beberapa bumbu lainnya dengan cepat dan pas.
Karina hanya diam menatap seluruhnya dalam waktu singkat sudah selesai diiris. Dia tidak bergerak, sehingga aku tidak tergannggu sama sekali.
Sekitar satu jam memasak, Karina masih tetap berdiri di depan ku. Yang saat ini harus ditunggu hanyalah saus steak yang masih dimasak.
Aku mendekatkan wajahku ke telinga Karina, "sepertinya kau menikmati posisi ini ya nona" kataku merayunya.
Karina malu-malu karena rayuanku barusan. Aku membalik tubuh Karina menghadapku, dan benar saja wajahnya memerah.
Aku menunduk melihat wajahnya dari dekat, "sepertinya kau sedang malu-malu ya" kataku menatap matanya.
Karina salah tingkah, "malu-malu apanya, sudahlah awas aku mau kesana" katanya mengalihkan pembicaraan.
Aku segera memeluk Karina erat agar ia tidak pergi. "Emosimu ini memang sulit sekali ditaklukkan" kataku menatap matanya yang indah.
Ia membalas menatapku, "dasar pria buaya" ujarnya kesal.
Aku tersenyum melihat kepolosan gadis ini. Betapa sulitnya penderitaan gadis ini selama ia hidup. Aku ingin dia bahagia dan bebas dari masa lalunya, dan aku ingin menjadi alasan ia untuk bahagia.
"Aku mencintaimu Karina" kataku lembut dan teduh.
Ia tidak menjawab, ia diam dan tersenyum. Aku menjatuhi sebuah kecupan di bibirnya.
"Aku penasaran, bagaimana rupa anak kita nanti? Aku yang sangat tampan dan kau yang cantik, dia pasti akan sangat rupawan" kataku pada Karina.
"Semoga dia tidak mirip denganmu, apabila dia laki-laki aku tidak mau anak kita akan berbuat sama pada gadis lain seperti yang kau lakukan padaku" katanya. Walaupun cukup menusuk, tapi memang benar perkataannya.
"Hahaha aku yakin dia pasti punya hati yang bersih sepertimu. Baiklah baiklah kau duduklah sana, aku akan hidangkan ini agar kau dan bayi kita tidak kelaparan lagi" kataku melepaskan pelukanku dari pinggang rampingnya.
Karina menuruti perintahku. Dia duduk manis di tampatnya menungguku menghidangkan masakan tersebut.
Seusai terhidang, aku duduk di sebelah Karina. Aku memotong-motong daging milik Karina menjadi ukuran kecil.
Kami menyantap hidangan makan malam yang aku buat dengan penuh perasaa. "Bagaimana rasanya? enak tidak?" tanyaku.
Karina makan dengan lahap, " ini sangat sangat enak" puji Karina berlebihan.
Aku tersenyum bangga karena ia menyukai steak buatanku ini. Aku memang ahli dan memasak, keahlian menggunakan pisauku memang sangat berguna di dapur.
Lebih baik aku katakan saja sekarang. "Kenapa kau tidak bertanya tentang foto itu? Aku tahu kau pasti penasaran tentang foto aku dan kembaranku itu" ujarku pada Karina serius.
Karina meletakkan pisau dan garpunya, "aku ingin kau yang mengatakannya sendiri, sehingga aku tidak akan menyakiti perasaanmu lagi" jawabnya lembut menatapku.
Aku meneguk habis wine yang sudah aku tuangkan di gelas tadi. "Dia Alvin, kembaranku. Dia adalah kakakku yang sudah meninggal sekitar 13 tahun yang lalu" jelasku menahan sesak di dada.
Wine yang ada di botol aku tuangkan kembali ke gelas dan meneguknya sekaligus. Sangat berat mengatakan ini, tapi aku lega karena bisa mengatakannya.
"Jika bukan karena aku maka dia pasti masih ada disini. Andai saja saat itu aku mendengar perkataannya untuk datang ke taman, maka dia tidak akan meninggal" kataku lirih.
Wanita yang mengandung anakku ini berdiri di dekatku lalu memelukku, ia menepuk punggungku lembut. "Jangan berkata begitu, walaupun aku tidak tahu tapi aku bisa mengatakan itu bukan salahmu. Orang yang sudah meninggal tidak akan ingin orang yang ia tinggalkan terbebani dan menderita" katanya.
Aku memeluk Karina erat dan menyadarkan kepalaku di perutnya. Ia mengelus kepalaku dengan hangat. "Jika kau ingin memangis, menangislah. Aku akan memelukmu" kata nya.
Aku tidak boleh menangis, aku memeluknya erat dan menenangkan pikiran.
"Berjanjilah kau juga tak akan meninggalkanku Karina" ujarku lirih.
Annyeong Readers 💚💚
Terima kasih karena sudah mampir kencerita aku
mohon maaf jika ada kesalahan dalam pengetikan, pemilihan nama, dan yang lainnya.
Jangan lupa like dan komen ya terima kasih
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments