“Papa ....” teriak Serena.
Serena berlari kencang ke arah Tuan Wang. Ia terduduk dan memangku kepala Tuan Wang yang masih setengah sadar. Tuan Edritz melangkah maju, mendekati Tuan Wang.
“Tuan Wang, bertahanlah.”
Pandangan mata Tuan Wang mulai kabur, semua berubah menjadi gelap. Buliran air mata di pipi Serena, mulai mengalir deras. Hatinya telah diselimuti rasa takut dan khawatir.
"Papa, bangunlah."
"Kita harus segera membawanya ke rumah sakit Serena."
Tuan Edritz membopong tubuh Tuan Wang. Serena juga membantunya dari samping. Perlahan, Tuan Edritz membuka pintu mobil, dan memasukkan Tuan Wang ke dalam. Serena ikut naik ke dalam mobil. Meletakkan kepala Tuan Wang, di atas pangkuannya.
"Papa ....” ucap Serena lirih,
Serena terus meneteskan air mata. Hatinya benar-benar dipenuhi rasa bersalah.
"Ini semua salahku," ungkapnya terus menyalahkan diri.
"Serena ... jangan terus menyalahkan dirimu seperti itu. Kita akan segera sampai. Tuan Wang akan baik-baik saya. Percayalah," ucap Tuan Edritz mencoba untuk menenangkan Serena.
Beberapa menit kemudian, mobil Tuan Edritz tiba di Rumah Sakit.
Tuan Edritz membuka pintu mobil dan segera menurunkan Tuan Wang. Tuan Wang masih tidak sadarkan diri. Satu perawat wanita datang, dengan membawa brankar. Membawa Tuan Wang masuk ke dalam ruang IGD.
Serena hanya bisa terduduk lemas, di sebuah kursi IGD. Air matanya terus membasahi pipinya.
Tuan Edritz tidak tega melihat keadaan Serena, ia memeluk Serena layaknya putri kandung. Beberapa menit, setelah melihat Serena jauh lebih tenang. Tuan Edritz pergi meninggalkan Serena sendiri.
Tuan Edritz pergi untuk menghubungi istrinya, menyuruhnya untuk datang ke rumah sakit.
Seorang dokter keluar dari ruangan. Dengan wajah yang sedikit bingung.
Melihat sang Dokter, Serena beranjak dari duduk, untuk menagih satu informasi.
“Apa Papa saya baik-baik saja, Dok?” tanya Serena dengan wajah kecemasan.
“Tekanan darah beliau sangat tinggi. Sepertinya beliau memiliki banyak pikiran. Hal itu menyebabkan beliau jatuh pingsan.” Dokter itu menjelaskan detail keadaan Tuan Wang, “Tuan Wang akan di pindahkan ke ruang perawatan.”
Pintu terbuka, beberapa perawat wanita mendorong brankar Tuan Wang. Serena mengikutinya dari belakang, tanpa memperdulikan Dokter itu lagi.
Serena ikut masuk ke dalam ruangan serba putih. Tempat Tuan Wang kini di rawat. Di atas tempat tidur, Tuan Wang terkulai lemas dengan bibir pucat. Namun, kedua bola matanya sudah bisa melihat wajah putrinya dengan cukup jelas.
“Papa, maafkan Serena, Pa,” ucap Serena berulang-ulang. Dia terus meminta maaf dan menyalahkan dirinya.
“Serena, jangan menangis. Papa tidak ingin putri kesayangan Papa menangis seperti ini.” Tuan Wang menghapus air mata Serena dengan lembut.
Serena menggenggam kuat tangan Tuan Wang, mencium punggung tangannya, “Cuma Papa satu -satunya yang Serena miliki. Papa jangan seperti ini. Serena sangat takut.”
Suara pintu terbuka, mengalihkan keduanya. Tuan Edritz masuk ke dalam ruangan, untuk menemui Tuan Wang dan Serena.
Melihat kedatangan Tuan Edritz, Tuan Wang merasa khawatir. Dia mencoba untuk bangkit dari tidurnya.
“Jangan banyak bergerak Tuan Wang. Kondisi anda sedang buruk,” ucap Tuan Edritz panik.
“Serena, bisakah kau tinggalkan kami berdua. Ada hal penting yang harus kami bicarakan,” pinta Tuan Wang
Serena mengangguk pelan, ia beranjak dari duduknya. Sebelum Serena menarik pintu, pintu terbuka lebih dulu. Seorang wanita paruh baya, berdiri dan tersenyum manis kepada Serena.
“Serena ....” ucap Ny. Edritz yang baru saja tiba.
Dengan perasaan bingung, Serena terus melangkahkan kakinya untuk pergi. Ny. Edritz mendekat ke arah tempat tidur Tuan Wang. Berdiri di samping Tuan Edritz dengan wajah khawatir.
“Apa yang terjadi? Serena masih hidup?” Ny. Edritz memandang wajah Tuan Wang, untuk menagih satu penjelasan.
Tuan Wang tertunduk dalam, sebelum menjawab pertanyaan Ny. Edritz. Semua rahasianya telah ketahuan, ia tidak bisa lagi untuk menghindar.
“Serena selamat dalam kecelakaan itu, Tapi dia amnesia.” Tuan Wang menatap wajah kedua sahabatnya, “Aku membawanya pergi, untuk menjauhi dunia yang telah ia bangun. Aku tidak ingin dia berada di sana lagi.” Buliran air mata menetes di pipi Tuan Wang.
“Aku senang bisa berjumpa lagi, denganmu dan Serena. Aku memang merasakan perbedaan dari dirinya. Mungkin memang ini yang terbaik.” Tuan Edritz menepuk pelan pundak Tuan Wang.
“Jaga Serena, Aku tidak punya banyak waktu untuk menjaganya. Jangan biarkan dia kembali pada masa lalunya.” Tuan Wang menatap wajah Tuan Edritz dengan penuh kesedihan.
“Kami akan menganggapnya sebagai putri kami sendiri Tuan Wang,” ucap Ny. Edritz.
“Aku ingin, kalian menikahkan Serena dengan Daniel.”
Permintaan Tuan Wang, membuat Tuan dan Ny. Edritz kaget. Mereka tidak menyangka, kalau Tuan Wang akan meminta mereka untuk melakukan hal itu secepat ini. Walau memang perjodohan ini sudah mereka rencanakan sejak kemarin.
“Kami akan menikahkan Serena dengan Daniel, Tuan Wang,” jawab Ny. Edritz.
Tuan Edritz menatap wajah Ny. Edritz dengan kekhawatiran. Keputusan itu telah diputuskan secara sepihak. Tuan Edritz tidak yakin, kalau Daniel mau menerima pernikahan ini.
Tuan Wang tersenyum bahagia. Hatinya terasa lega, saat bisa menitipkan Serena pada sahabat terbaiknya.
“Terima kasih Ny. Edritz. Bisakah kau memanggilkan Serena untukku,” pinta Tuan Wang.
“Baiklah,” jawab Ny. Edritz lalu meninggalkan ruangan itu.
Di luar, Serena duduk sendiri dengan wajah yang sangat sedih. Ia masih terus menyalahkan dirinya. Ia merasa tidak bisa menjaga sang Ayah. Serena sangat menyesali pertanyaan yang tadi pagi ia lontarkan, “Ini semua salahku, Papa pasti memikirkan apa yang aku katakan tadi pagi. Papa maafkan aku,” ucap Serena lirih.
Serena terus saja melamun, ia tidak lagi menyadari kehadiran Ny. Edritz di sampingnya.
“Serena sayang ....” ucap Ny. Edritz pelan.
“Anda siapa?” tanya Serena dengan penuh tanda tanya.
“Papamu ingin bertemu dengan dirimu, sayang," ucap Ny. Edritz tanpa menjawab pertanyaan Serena.
“Papa ....”
Serena langsung masuk ke ruang perawatan Tuan Wang, meninggalkan Ny. Edritz sendiri di sana. Serena membuka pintu dan berlari kencang mendekati Tuan Wang.
"Pa ... Papa akan baik-baik sajakan? Maafkan Serena, Pa." Serena menggenggam tangan Tuan Wang.
Ny. Edritz kembali masuk ke dalam. Wanita paruh baya itu tertunduk haru, melihat kedekatan Serena dan Tuan Wang.
“Serena, apa kau mau mengabulkan permintaan terakhir Papa,” ucap Tuan Wang lirih.
“Apapun, Pa. Apapun yang Papa inginkan, akan Serena kabulkan. Tapi Papa harus sembuh.” Serena menggenggam erat tangan Tuan Wang. Duduk di kursi yang ada di samping tempat tidur.
“Serena, Menikahlah dengan putra Tuan Edritz.” Tuan Wang tersenyum manis.
“Menikah?” Serena melepas genggaman tangannya. Permintaan Tuan Wang, membuat dirinya syok dan tidak percaya.
“Iya sayang. Keluarga Tuan Edritz, akan menjaga dan menyayangimu seperti Papa menyayangimu Serena.” Tuan Wang mengusap lembut pucuk kepala Serena.
“Serena ... Serena belum mengenal pria yang akan menikah dengan Serena, Pa.” Serena tertunduk dalam. Ia tidak bisa menyetujui permintaan itu dengan mudah.
“Sayang ... kalian akan saling mengenal, setelah kalian menikah,” sambung Ny. Edritz.
Kesempatan ini tidak dibiarkan begitu saja oleh Ny. Edritz. Dia sangat menyetujui pernikahan Serena dengan Daniel. Keinginannya untuk segera menggendong cucu, membuatnya menyetujui pernikahan ini. Selain itu, Serena adalah putri dari sahabat terbaik yang telah lama mereka kenal.
Serena terdiam untuk sejenak. Mencerna semua perkataan yang ia dengar. Baginya, kesehatan Tuan Wang jauh lebih berharga.
“Tapi Papa harus berjanji dengan Serena, Papa akan segera sembuh,” pinta Serena pelan.
Tuan Wang mengangguk pelan, dan tersenyum manis kepada Serena, “Terima kasih, Sayang.” Tuan Wang menatap wajah Ny. Edritz, “Ny. Edritz, apakah Daniel bisa datang kesini? Aku ingin pertunangan mereka dilaksanakan sekarang juga,” ucap Tuan Wang, dengan wajah bahagia.
“Baiklah ... saya akan mengurus semuanya Tuan Wang,” jawab Ny. Edritz sambil mengambil sebuah Handphone dari tasnya.
“Tidak Ny. Edritz. Aku hanya menginginkan Daniel yang datang seorang diri. Aku ingin pertunangan dan status Serena hanya kau dan aku yang tahu,” pinta Tuan Wang lagi. Ia mencegah Ny. Edritz menghubungi para pelayannya.
“Baiklah, jika itu keinginan anda Tuan Wang,” ucap Ny. Edritz. Lalu pergi meninggalkan ruangan Tuan Wang, diikuti dengan Tuan Edritz dari belakang.
Di depan kamar, Tuan Edritz menarik pelan tangan Ny. Edritz. Dahinya mengkerut. Ia masih tidak yakin dengan keputusan Ny. Edritz. Sebagai seorang Ayah, Tuan Edritz tidak pernah memaksa apapun dari Daniel. Dia selalu menyerahkan semua keputusan, di tangan Daniel. Tidak pernah ingin memaksanya.
“Ma, kenapa Mama melakukan semua ini? Bagaimana dengan Daniel. Dia tidak akan menerima pertunangan ini!” bantah Tuan Edritz.
“Daniel akan menikah dengan Serena.” Ny. Edritz berbalik badan, dan menghubungi Daniel secepatnya.
“Daniel ... temui Mama di rumah sakit," tanpa banyak kata, Ny. Edritz memutuskan panggilan teleponnya. Ia tersenyum tipis saat membayangkan wajah kebingungan Daniel di sana.
Di tempat lain, di kota Sapporo. Daniel masih mematung menerima telepon singkat itu. Ia tahu, kalau kedua orang tuanya sedang berada di kota Marioka untuk menyelesaikan masalah perusahaan.
“Mama ....” raut wajah Daniel berubah panik.
Hatinya terus bertanya, apa yang terjadi kepada ibu yang sangat ia sayangi itu. Tanpa pikir panjang, Daniel beranjak dari tempat duduknya, “Biao, Tama. Kita berangkat ke kota Marioka, sekarang”.
Hanya menganggukan kepala, Biao dan Tama langsung mengikuti langkah Daniel dari belakang. Masuk ke dalam mobil dan melaju cepat menuju ke bandara.
***
Sementara itu, di kamar Tuan Wang. Serena masih terus memikirkan apa yang telah terjadi dalam hidupnya. Kasih sayangnya kepada Tuan Wang, membuatnya rela melakukan apapun yang diinginkan Tuan Wang. Apapun yang ada di ingatan Serena, hanya ada perjuangan sang Ayah untuk selalu membuat dirinya tersenyum dan bahagia.
“Serena, maafkan papa,” ucap Tuan Wang lirih, memecah lamunan Serena.
“Serena senang, bisa mengabulkan permintaan yang Papa inginkan. Ini pertama kalinya Papa meminta sesuatu dari Serena.” Serena tersenyum manis.
“Papa tidak ingin, semua orang tahu identitasmu. Serena, berjanjilah sama Papa untuk tidak memberi tahu siapapun kalau kau anak Papa.” Tuan Wang menatap wajah Serena dengan penuh kekhawatiran.
“Apa karena Tuan Edritz adalah bos di tempat Papa bekerja. Papa tidak ingin, semua orang tahu. Kalau Tuan Edritz menikahkan putranya, dengan putri bawahannya?” Serena mencoba untuk memperjelas keadaan yang kini ia ketahui.
Tuan Wang hanya menganggukan kepalanya dengan sebuah senyuman.
Maafkan Papa sayang, Papa tidak ingin dunia tahu kalau kau masih hidup.
Siang yang cerah sudah berganti sore. Matahari sudah mulai redup dan hampir menghilang.
Serena masih memejamkan mata, di samping kasur Tuan Wang. Suasana di ruang rawat Tuan Wang, begitu sangat tenang. Hal itu sangat berbeda, dengan keadaan di depan kamar Tuan Wang.
“Daniel tidak mau, Ma!”
Daniel sangat marah, saat pertama kali ia mendengar permintaan Ny. Edritz untuk bertunangan. Bahkan menikah, dengan wanita yang tidak pernah ia temui.
“Daniel, kapan lagi kamu akan menikah? Sejauh ini kamu tidak pernah, membawa satu wanitapun ke rumah. Mama sudah ingin melihat kau menikah, Daniel. Mama ingin segera memiliki seorang cucu,” bujuk Ny. Edritz dengan wajah sedih.
“Ma, itu sama sekali bukan sebuah alasan. Daniel harus mengenalnya terlebih dahulu.”
“Kalian bisa saling mengenal setelah kalian menikah Daniel!” bujuk Ny. Edritz lagi.
Perdebatan Ny. Edritz dan Daniel, tidak membuahkan hasil. Hingga Serena tiba-tiba membuka pintu kamar, dan berteriak histeris memanggil Dokter.
"Dokter! tolong Papa saya dokter!" Wajahnya terlihat begitu cemas, dan penuh rasa khawatir.
“Sayang ... apa yang terjadi?” tanya Ny. Edritz bingung. Ia memeluk Serena untuk menenangkannya.
“Papa ... Serena tidak mau kehilangan Papa, hanya dia yang Serena miliki,” ucap Serena Lirih, dengan pipi yang sudah basah.
Seorang Dokter dan rombongan perawat masuk ke dalam kamar Tuan Wang. Tuan Edritz juga beranjak dari duduknya, saat melihat kepanikan yang terjadi.
Daniel hanya diam, menyaksikan semua yang terjadi. Hatinya mulai tersentuh, saat melihat seorang gadis meneteskan air mata dengan tulus.
“Gadis itu, kenapa dia menangis seperti itu. Dan apa yang terjadi dengan Ayahnya. Siapa Ayah gadis itu sebenarnya. Kenapa Mama sangat ingin, aku menikah dengannya.”
Beberapa saat kemudian, seorang Dokter keluar dari ruangan Tuan Wang. Tertunduk dalam dengan wajah yang sangat sedih. Serena berdiri di hadapan dokter itu. Menunggu satu kabar baik, yang bisa menenangkan pikirannya.
“Apa Papa saya baik-baik saja, Dok?”
“Maaf Nona, tapi kami tidak bisa menyelamatkan Ayah anda.”
Serena baru saja menerima kabar duka. Sosok yang sangat ia cintai telah pergi untuk selamanya. Jantungnya terasa sakit. Napasnya terhenti seketika. Kakinya tidak lagi memiliki tenaga. Semua gelap, hingga Serena jatuh ke lantai.
“Serena, Serena bangun Sayang,” ucap Ny. Edritz khawatir, “Daniel, bawa Serena ke dalam.”
Tanpa ingin membantah, Daniel mengangkat tubuh Serena ke dalam gendongannya. Wajah keduanya terlihat sangat dekat. Daniel terus menatap wajah Serena.
Serena? Serena nama gadis ini.
Daniel berjalan mengikuti Ny. Edritz. Biao dan Tama tetap menemani Tuan Edritz, untuk mengurus proses pemakaman Tuan Wang.
“Saya tidak ingin reporter atau siapapun mengetahui kabar duka ini. Tuan Wang meminta saya untuk merahasiakan keberadaan Serena. Putri yang sangat ia sayangi,” ucap Tuan Edritz, memberi perintah kepada Tama dan Biao.
“Baik Tuan,” ucap Biao dan Tama bersamaan. Lalu pergi untuk mengurus semuanya.
Di dalam kamar, Ny. Edritz duduk menemani Serena. Daniel pergi meninggalkan ruangan itu, setelah meletakkan Serena di atas tempat tidur. Ny. Edritz mengelus kepala Serena perlahan. Ia sangat menyayangi Serena.
Apapun yang telah terjadi, kau tetap akan menjadi menantuku Serena.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 284 Episodes
Comments
Hamokitsi Run
😭😭😭😭😭
2022-06-06
0
Veoletta 25
sediiihhh
2022-05-12
0
indah_kajoL
syedihhhhh
2021-10-29
0