Susan Pembawa Kesembuhan

"Loh, kok kamu pengin pindah, sih? Salah aku apa?" tanya Sukma tercengang.

"Pokoknya aku nggak mau duduk sama Sukma. Aku mau pindah aja!" kata Giska, disusul dengan tangisannya yang semakin kencang.

Bu Leli yang merasa kasihan pada Giska, akhirnya menuruti kemauan bocah itu. Ia memandang ke bangku depan, tempat Asri dan Nurul duduk. Giska mengambil tas gendongnya dari kursi, kemudian pergi ke bangku depan bersama Bu Leli.

"Nurul, kamu tukeran duduknya sama Giska, ya," bujuk Bu Leli.

Gadis kecil berkerudung itu bertanya, "Kenapa harus aku, Bu?"

"Kamu, 'kan, anak pintar dan baik. Walaupun kamu duduk paling belakang, kamu pasti bisa lebih pintar dari yang lain."

Nurul menoleh sebentar, memandang Sukma yang masih duduk dengan raut wajah datar dan matanya berkedip-kedip. Sesaat Nurul mengerucutkan bibir sambil mendelik. Ia memang sudah lama duduk di bangku paling depan agar dapat memahami pelajaran dengan mudah dan dipuji oleh guru. Akan tetapi, perintah Bu Leli untuk bertukar tempat dengan Giska, seperti malapetaka baginya.

"Bagaimana, Nurul? Kamu mau, ya?" tanya Bu Leli, berharap muridnya menurut.

"Tapi, Bu. Nanti aku nggak dikasih pertanyaan lagi sama Ibu. Terus, aku juga bakal jadi bodoh gara-gara duduk di belakang."

"Kamu nggak akan bodoh karena duduk di belakang. Kalau kamu pengin dikasih pertanyaan, nanti Ibu kasih."

"Benarkah, Bu?"

Bu Leli mengangguk. "Iya. Sekarang kamu pindah ke sana, ya. Kamu kasihan sama Giska, 'kan?"

"Baiklah, Bu."

Tanpa banyak mengeluh, Nurul membawa tas gendongnya. Ia berjalan ke bangku Sukma, kemudian duduk di sebelahnya. Sesekali gadis berkerudung itu mendelik, mengambil buku menggambar dari tas.

Sukma yang masih heran dengan kedatangan Nurul, memandangi temannya itu untuk beberapa saat. Ia tak terbiasa duduk dengan orang baru. Baginya, hanya Giska teman terbaiknya sejak masuk taman kanak-kanak, sedangkan anak-anak lain cenderung menjauhinya.

"Nurul, kenapa kamu tukeran sama Giska? Ke depan lagi sana!"

"Aku disuruh sama Bu Leli. Kalau bukan karena disuruh tukeran tempat, aku nggak mau duduk sama kamu. Udah aneh, kutuan pula," ucap Nurul ketus.

"Aku sering keramas, kok."

Nurul tidak meladeni Sukma lagi. Matanya fokus ke depan, menyimak ajaran Bu Leli tentang menggambar pemandangan. Sementara itu, Sukma baru membuka buku menggambarnya. Pandangannya sesekali mengarah ke depan, lalu beralih pada Nurul.

"Nurul, kamu suka mengaji, ya?"

"Kalau iya, memangnya kenapa?"

"Ajarin aku."

Merasa teman di sebelahnya tak sepintar Asri, Nurul merasa bangga diri. "Baiklah, tapi sebentar saja, ya."

Sukma memperhatikan dengan saksama. Nurul mulai melafalkan ta'awuz, sedangkan Sukma menatap gerakan mulut teman sebangkunya itu lamat-lamat. Setelah Nurul selesai melafalkan ta'awuz, Sukma mulai mencoba.

"A'u ... a'u ... a'u ...." ucap Sukma tergugu-gugu sambil memonyongkan bibirnya.

"A'uzubillah ...." Nurul berusaha menuntun.

"A'uzu." Sukma memonyongkan bibirnya lagi.

"Billah."

"Billah." Sukma membuka mulutnya lebar-lebar saat melafalkan 'lah'.

"Himinasysyaiton."

"Himinasy," tiru Sukma, bibirnya mulai memonyong lagi. "Syaiton."

"Nirrojiim."

"Nirrojiim."

"Nah, sekarang ulangi lagi dari awal. A'uzubillahiminasysyaitonirrojiim."

"A'uu ... zubillaaah ... himinasysy ... syaitooonirrojiiim." Sukma meniru Nurul, tapi gerakan mulutnya yang sesekali mengerucut kemudian terbuka lebar, membuat wajahnya tidak keruan. Akan tetapi, ia bangga karena sudah berhasil melafalkan ta'awuz tanpa rasa kering di tenggorokannya ataupun kelu pada lidahnya.

"Nah, itu bisa."

Sukma tersipu-sipu. Diulanginya lagi ta'awuz, dengan gerakan mulut dan wajah yang membuatnya terlihat lucu. Selesai melafalkan ta'awuz, ia terkikik-kikik geli atas keberhasilannya.

"Sudah, jangan diulangi lagi! Muka kamu malah kelihatan lucu."

"Tapi aku udah bisa, ya?"

"Iya."

"Ajarin lagi, dong."

"Enggak. Sekarang aku mau menggambar dulu. Kalau terus-terusan ngajarin kamu, nanti aku bodoh."

Sukma tertunduk lesu sambil mengambil pensil warna dari tasnya. Sesekali ia melafalkan lagi ta'awuz yang diajari Nurul. Lagi-lagi bocah itu terkikik geli, merasa bangga pada keberhasilannya hari ini.

...****************...

Jam pelajaran terakhir sudah selesai. Satu per satu siswa mencium tangan gurunya, sebelum keluar kelas. Ketika Sukma keluar dari kelas, tampak Bu Inah sedang menunggunya di dekat gerbang. Segera ia berlari menghampiri ibunya dengan wajah semringah.

Bu Inah merasa lega melihat putrinya ceria lagi. Wajahnya yang pagi tadi terlihat lesu, seakan-akan pudar oleh waktu. Ketika Sukma sudah berada di dekatnya, Bu Inah menuntun putrinya untuk segera pulang ke rumah.

Setelah cukup jauh dari sekolah, Sukma teringat pada boneka yang dititipkan oleh Maurin. Ia berhenti sebentar, mengambil boneka bayi lusuh di dalam tasnya. Bu Inah melirik pada putrinya seraya mengerutkan dahi.

"Apa itu, Dek?" tanya Bu Inah.

Sukma menunjukkan boneka itu. "Tadi teman baru aku menitipkan boneka ini, Bu. Lihat! Lucu, 'kan?"

"Iya, Dek, tapi kenapa kotor begitu, ya?"

"Aku juga nggak tahu, Bu. Kayaknya jarang dicuci."

"Oya, siapa nama teman kamu itu?"

"Namanya Maurin, Bu. Katanya setelah pulang sekolah, dia mau main ke rumah aku. Nanti aku kenalin sama Ibu, ya."

"Iya." Bu Inah tersenyum simpul sambil menyentuh dahi Sukma. "Dedek sudah tidak demam lagi, ya? Syukurlah."

"Sejak Maurin menitipkan boneka ini, aku merasa baik-baik saja, Bu. Badan aku nggak lemes lagi. Aku juga berhasil ngucapin ta'awuz pas diajarin sama Nurul."

"Ah, yang benar?"

"Iya, Bu. Aku tunjukin, ya. A'uuuzubillaaahimi ... himinasysyaitooonirrojiiim." Sukma melafalkannya dengan lancar, tapi wajahnya yang lucu malah membuat Bu Inah tertawa.

"Wah, benar! Kamu sudah pandai pelafalkannya."

Di tengah pembicaraan mereka, Giska datang dengan terengah-engah. Ibunya yang menyusul dari belakang, harus berlari demi mendapatkan putrinya. Setelah bertemu dengan Sukma, Giska pun berhenti.

"Sukma! Kamu jalannya cepet banget," kata Giska, mengap-mengap.

"Giska, ngapain kamu nyamperin aku?"

"Sukma, aku mau minta maaf. Aku bukan nggak suka sama kamu, tapi sama Susan. Tadi boneka itu bergerak dan senyum ke aku. Aku jadi takut," jelas Giska, memelas.

Sukma menatap boneka bayi di tangannya. Tak ada yang aneh pada boneka itu. Jangankan tersenyum, berkedip pun hanya saat bonekanya digerakkan oleh tangan saja. Bagi Sukma, mustahil boneka itu tersenyum pada Giska.

"Ya sudah, nggak apa-apa. Aku maafin, kok. Tapi lain kali kamu jangan lemparin Susan lagi, ya."

Giska hanya termenung. Keinginannya untuk menjauhkan Susan dari Sukma, sepertinya mustahil. Trauma pada kejadian mengerikan beberapa tahun lalu, membuatnya kesulitan untuk menjelaskan petaka yang akan mendatangi Sukma.

"Aku pulang duluan, ya, Sukma," pamit Giska, kemudian melirik pada ibunya. "Bu, ayo kita pulang!"

Ibu Giska menuruti kemauan putrinya. Mereka berjalan lebih dulu dari Sukma dan Bu Inah. Boneka Susan yang dipegang Sukma, membuat Giska tak mau berlama-lama mengobrol dengan temannya.

Sementara itu, Sukma dan Bu Inah melangkah ke belokan menuju rumah Hilman. Sambil berjalan, Sukma menatap boneka bayi di tangannya. Sesekali ia tersenyum, merasa tubuhnya telah dirasuki kekuatan sangat besar yang membuatnya kembali bersemangat untuk segera tiba di rumah dan bermain bersama Maurin.

Terpopuler

Comments

Maz Andy'ne Yulixah

Maz Andy'ne Yulixah

Maurin gak tau saja Sukma juga titisan setan hlo,jangan sampai macam2😏

2024-04-03

0

Berdo'a saja

Berdo'a saja

siapa Susan yaa

2023-05-13

0

Wati Simangunsong

Wati Simangunsong

ad ap dgn gisba

2021-07-05

1

lihat semua
Episodes
1 Kelahiran Putri Iblis
2 Penolakan Bu Ratmi
3 Anak yang Dibuang
4 Uang Tumbal
5 Dibayar Nyawa
6 Rencana Pindah Rumah
7 Mimpi Bu Inah
8 Penerimaan Hilman
9 Sakit
10 Kasih Sayang Ibu
11 Didekati Dedemit
12 Berusaha Bertahan
13 Potong Rambut
14 Dongeng Kesayangan
15 Mengaji
16 Meniti Jalan Lurus
17 Teman Baru
18 Boneka Maurin
19 Susan Pembawa Kesembuhan
20 Bermain
21 Kenakalan Albi
22 Teror Malam
23 Penyerap Energi
24 Janji Tak Ditepati
25 Mencari Solusi
26 Saran Pak Risman
27 Pertemanan yang Kandas
28 Amarah Tak Terbendung
29 Orang Tua Idaman
30 Kediaman Farida
31 Pencarian Sukma
32 Firasat
33 Ketika Mata Terbuka
34 Kedatangan Arini
35 Masa Lalu yang Dikubur
36 Arisan
37 Spesialis Kulit
38 Menjahili Kera Kiriman
39 Bara Dendam
40 Masalah Pelik
41 Terusir
42 Rezeki Tak Ke Mana
43 Kemudahan Hidup
44 Kontrakan Haji Gufron
45 Retrokognisi
46 Peliharaan Baru
47 Kelawuk
48 Jatuhnya Harga Diri
49 Rahasia Yang Terungkap
50 Pembersihan
51 Menaklukkan Wanara
52 Tewasnya Mbah Suro
53 Penglaris
54 Menutup Mata Batin
55 Ketakutan Sere
56 Bu Inah Gelisah
57 Naik Kelas
58 Sebuah Pertanyaan
59 Keguguran
60 Sandekala
61 Menangkap Pak Beni
62 Nasihat Kyai Soleh
63 Percobaan Kedua
64 Meredam Amarah
65 Menjemput Ajal
66 Jalan Keluar
67 Memusnahkan Mantra
68 Api Banaspati
69 Kesepian
70 Memilih Sendirian
71 Dendam Bu Lastri
72 Melawan Ki Purnomo
73 Santet
74 Pemakaman
75 Kala Ramadhan Tiba
76 Mencari Albi
77 Sukma Hilang
78 Tragedi Di Gedung Terbengkalai
79 Kera vs Buta
80 Pulang
81 Berita Buruk
82 Keterangan Sukma
83 Mudik
84 Kumpul Keluarga
85 Menginap di Rumah Abah
86 Akal Busuk
87 Pengaruh
88 Sebuah Peringatan
89 Silaturahmi
90 Gagal
91 Malam Berdarah
92 Adu Ilmu
93 Warisan Emak
94 Pertemuan Terakhir
95 Anak yang Mengutuk
96 Mengantar Jenazah
97 Kesepakatan
98 Acara Perpisahan
99 Menuju Lingkungan Baru
100 Visual
101 Pendaftaran Sekolah
102 Rasa Penasaran
103 Berkenalan
104 Antisipasi
105 Ritual Pemanggilan Arwah
106 Meraga Sukma
107 Kegaduhan
108 Dimensi Lain
109 Kembali ke Raga
110 Kesurupan Massal
111 Menyusun Strategi
112 Iblis dalam Diri
113 Pengumuman
114 Pesan dari Alam Gaib
115 Persaingan
116 Petunjuk Paranormal
117 Mengunjungi Gunung Ciremai
118 Datangnya Malapetaka
119 Kasarung
120 Kembali ke Alam Manusia
121 Pengakuan Bu Ratmi
122 Jin Kiriman Mbah Kasiman
123 Permintaan Pak Jaka
124 Derita Belum Berakhir
125 Kasiman, Mbah Kasiman
126 Gosip
127 Menuntut Kejujuran
128 Biang Keladi
129 Di Luar Dugaan
Episodes

Updated 129 Episodes

1
Kelahiran Putri Iblis
2
Penolakan Bu Ratmi
3
Anak yang Dibuang
4
Uang Tumbal
5
Dibayar Nyawa
6
Rencana Pindah Rumah
7
Mimpi Bu Inah
8
Penerimaan Hilman
9
Sakit
10
Kasih Sayang Ibu
11
Didekati Dedemit
12
Berusaha Bertahan
13
Potong Rambut
14
Dongeng Kesayangan
15
Mengaji
16
Meniti Jalan Lurus
17
Teman Baru
18
Boneka Maurin
19
Susan Pembawa Kesembuhan
20
Bermain
21
Kenakalan Albi
22
Teror Malam
23
Penyerap Energi
24
Janji Tak Ditepati
25
Mencari Solusi
26
Saran Pak Risman
27
Pertemanan yang Kandas
28
Amarah Tak Terbendung
29
Orang Tua Idaman
30
Kediaman Farida
31
Pencarian Sukma
32
Firasat
33
Ketika Mata Terbuka
34
Kedatangan Arini
35
Masa Lalu yang Dikubur
36
Arisan
37
Spesialis Kulit
38
Menjahili Kera Kiriman
39
Bara Dendam
40
Masalah Pelik
41
Terusir
42
Rezeki Tak Ke Mana
43
Kemudahan Hidup
44
Kontrakan Haji Gufron
45
Retrokognisi
46
Peliharaan Baru
47
Kelawuk
48
Jatuhnya Harga Diri
49
Rahasia Yang Terungkap
50
Pembersihan
51
Menaklukkan Wanara
52
Tewasnya Mbah Suro
53
Penglaris
54
Menutup Mata Batin
55
Ketakutan Sere
56
Bu Inah Gelisah
57
Naik Kelas
58
Sebuah Pertanyaan
59
Keguguran
60
Sandekala
61
Menangkap Pak Beni
62
Nasihat Kyai Soleh
63
Percobaan Kedua
64
Meredam Amarah
65
Menjemput Ajal
66
Jalan Keluar
67
Memusnahkan Mantra
68
Api Banaspati
69
Kesepian
70
Memilih Sendirian
71
Dendam Bu Lastri
72
Melawan Ki Purnomo
73
Santet
74
Pemakaman
75
Kala Ramadhan Tiba
76
Mencari Albi
77
Sukma Hilang
78
Tragedi Di Gedung Terbengkalai
79
Kera vs Buta
80
Pulang
81
Berita Buruk
82
Keterangan Sukma
83
Mudik
84
Kumpul Keluarga
85
Menginap di Rumah Abah
86
Akal Busuk
87
Pengaruh
88
Sebuah Peringatan
89
Silaturahmi
90
Gagal
91
Malam Berdarah
92
Adu Ilmu
93
Warisan Emak
94
Pertemuan Terakhir
95
Anak yang Mengutuk
96
Mengantar Jenazah
97
Kesepakatan
98
Acara Perpisahan
99
Menuju Lingkungan Baru
100
Visual
101
Pendaftaran Sekolah
102
Rasa Penasaran
103
Berkenalan
104
Antisipasi
105
Ritual Pemanggilan Arwah
106
Meraga Sukma
107
Kegaduhan
108
Dimensi Lain
109
Kembali ke Raga
110
Kesurupan Massal
111
Menyusun Strategi
112
Iblis dalam Diri
113
Pengumuman
114
Pesan dari Alam Gaib
115
Persaingan
116
Petunjuk Paranormal
117
Mengunjungi Gunung Ciremai
118
Datangnya Malapetaka
119
Kasarung
120
Kembali ke Alam Manusia
121
Pengakuan Bu Ratmi
122
Jin Kiriman Mbah Kasiman
123
Permintaan Pak Jaka
124
Derita Belum Berakhir
125
Kasiman, Mbah Kasiman
126
Gosip
127
Menuntut Kejujuran
128
Biang Keladi
129
Di Luar Dugaan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!